NovelToon NovelToon
Dikira Melarat Ternyata Konglomerat

Dikira Melarat Ternyata Konglomerat

Status: tamat
Genre:Tamat / Romansa / Chicklit
Popularitas:1.1M
Nilai: 4.8
Nama Author: Nirwana Asri

"Sampai kapan kamu akan berlindung di ketiak mama? Kalau sikap kamu manja seperti ini mana ada laki-laki yang mau menikahi kamu. Abang tahu kamu sering dimanfaatkan oleh pacar-pacar kamu itu 'kan?"

"Abang, jangan meremehkan aku. Aku ini bukan gadis manja seperti yang kau tuduhkan. Aku akan buktikan kalau aku bisa mandiri tanpa bantuan dari kalian."

Tak terima dianggap sebagai gadis manja, Kristal keluar dari rumahnya.

Bagaimana dia melalui kehidupannya tanpa fasilitas mewahnya selama ini?

Yang baca wajib komen!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nirwana Asri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Masuk rumah sakit

"Panggil polisi!" Perintah Kristal pada kedua pegawai hotel tersebut. Kemudian Kristal masuk kembali ke dalam kamar itu. Dia tetap berhati-hati tak mau gegabah. Dia khawatir Vano akan mengarahkan senjata ke arahnya.

Ketika Kristal masuk, Vano terlihat berdiri sambil memegang senjata yang diarahkan ke Ruli. Kristal terkejut ketika melihat Ruli tertembak di bagian perutnya. Saat itu juga Kristal memukul Vano dengan sepatu hak tingginya yang masih tersisa sebelah. Dia mengarahkan sepatu itu ke kepala Vano.

Vano tak tahu kalau Kristal berada di belakangnya. Dia mengusap-ngusap kepalanya sambil merintih kesakitan. Ketika akan berbalik, Kristal lebih dulu menendang bagian punggungnya. Untung saja dia memakai celana waktu itu sehingga dia lebih leluasa bergerak.

Vano jatuh tersungkur di hadapan Ruli. Namun, Ruli tak punya tenaga lagi untuk menghajarnya. Darah terus menyembur dari perutnya. Kristal tak tinggal diam. Gadis itu menjadikan pinggiran ranjang sebagai tumpuan lalu dia menjatuhkan badannya di atas punggung Vano dengan posisi menyikut punggungnya.

Vano berteriak. Dia hendak mengarahkan pistol yang dia pegang ke belakang beruntung tangan Kristal dengan sigap menangkapnya lalu melintir tangan Vano. Masih posisi di atas punggung Vano, kini Kristal menjambak rambut Vano ke belakang sambil memegangi tangannya di belakang punggung laki-laki itu. Dia mengapit Vano dengan lututnya. Laki-laki itu sudah tidak berkutik lagi.

"Kamu pantas mati, Vano. Laki-laki breng*sek sepertimu tidak pantas hidup di dunia ini," ucap Kristal dengan kesal. Apalagi laki-laki itu telah menyakiti kekasihnya.

Kristal mengambil senjata api itu lalu berdiri. Dia mengarahkan senjata api itu pada Vano. "Mati saja kau!"

"Kristal jangan gegabah!" Ruli melarang garis itu mengarahkan senjata ke arah Vano. Tapi Kristal tidak menghiraukan.

Dor

Kristal menembak bagian kaki Vano. Jantung Vano seakan copot dari tempatnya. Dia meraba bagian tubuhnya tapi tidak sedikit pun yang berdarah. Kristal bukannya tidak pandai menembak tapi dia hanya ingin menakut-nakuti Vano.

Tak lama kemudian polisi datang untuk menyergap Vano. Setelah itu mereka menolong Ruli. Ruli dibawa dengan tandu. Kristal mengikuti Ruli sambil berderai air mata. Ruli dimasukkan ke mobil ambulans. Kristal juga ikut bersamanya.

"Pak tunggu sebentar!" Ucap Kristal pada petugas medis. Lalu dia menarik salah satu pegawai hotel. "Beri tahu aku di mana gadis yang sempat aku selamatkan tadi."

"Saya tidak tahu, Bu," jawabnya karena bukan dia yang membawanya ke rumah sakit.

"Cari tahu lalu hubungi nomorku! Jika sampai sepuluh menit kamu tidak laporan aku akan memecatmu," ancam Kristal. Dia juga sempat menulis nomor handphone nya di tangan pegawai itu.

Setelah itu dia berlari ke dalam mobil ambulans.

"Cih, memangnya siapa dia?" Cibir pegawai hotel tersebut.

"Kamu tidak tahu ya? Dia itu anak pemilik hotel ini," terang salah seorang temannya. Semua orang berkerumun jadi mereka melihat Kristal.

"Lalu aku harus tanya siapa?" tanya pegawai tersebut.

"Cari tahu saja sendiri," jawab temannya acuh.

Di dalam mobil ambulans Kristal terus menggenggam tangan Ruli. "Kamu masih kuat kan?" tanyanya di sela-sela tangisannya.

Ruli hanya tersenyum. Dia masih sadar tapi tangannya begitu dingin. Kristal berusaha menghangatkan tangannya. "Apa sakit sekali? Biar aku gantikan sakitnya." Dia sangat tak tega melihat Ruli menahan sakit.

"Pak bisa hati-hati nggak jalannya," protes Kristal ketika mobil ambulans itu berguncang.

Tak lama kemudian mereka sampai di rumah sakit. Ruli diturunkan dari mobil. Dia pun setia mengikuti Ruli hingga di depan rumah UGD. "Maaf anda tidak boleh masuk," larang perawat yang bertugas.

Kristal mendesah pelan. Kemudian handphonenya bergetar. "Hallo, Bu. Saya pegawai hotel yang anda minta mencari tahu di mana gadis yang anda tolong," ucapnya sedikit gugup.

"Bicaralah!"

"Dia ada di rumah sakit Harapan Jaya."

"Baiklah terima kasih." Kristal menutup teleponnya. Berdasarkan informasi yang dia dapat adik Ruli juga dirawat di rumah sakit yang sama. Sambil menunggu Ruli Yanga sedang diobati, Kristal mencari keberadaan adik Ruli. Dia menanyakan pada resepsionis.

"Ow, pasien wanita yang pingsan karena mabuk itu ya?" Kristal mengangguk.

"Kebetulan belum ada wali yang dimintai tanggung jawab. Apa anda keluarganya?"

"Iya, sus."

"Tolong isi formulir dulu lalu bayar biaya pendaftarannya. Dia ada di ruang Dahlia no. 3." Kristal melakukan prosedur rumah sakit yang diperlukan. Setelah itu Kristal pun segera menuju ke ruangan tersebut. Dia melihat seorang suster baru saja keluar dari ruangan itu.

"Anda siapa?" tanya suster tersebut.

"Saya keluarga pasien itu, Sus," jawabnya.

"Owh, pasien sedang tidur. Silakan masuk!" Kristal pun berlalu memasuki ruangan tersebut. Dia merasa lega ketika melihat Amara baik-baik saja.

Setelah itu, dia melihat jam yang melingkar di tangannya. Pertama-tama dia menghubungi papanya. Dia tidak tega merepotkan Alex karena harus menjaga Sandra. Kristal juga akan menghubungi keluarga Ruli keesokan harinya karena ini sudah terlalu malam. Dia merasa kasian jika ibunya datang larut malam begini.

"Ada apa Kristal kenapa kamu menghubungi papa sepagi ini?" tanya Jaden yang baru saja terbangun setelah mendengar ponselnya berbunyi.

"Pa, aku butuh bantuan papa. Tadi ada insiden di hotel. Apakah papa bisa menemaniku di rumah sakit?"

Jaden segera beranjak dari tempat tidur ketika mendengar kata rumah sakit. Otaknya belum sepenuhnya sadar saat menerima telepon. Jadi dia mengira Kristal lah yang menjadi korbannya.

"Ada apa Pa? Sepagi ini mau ke mana?" tanya Berlian yang melihat suaminya mengambil jaket dari dalam lemari. Saat ini hampir pukul satu pagi.

"Kristal dalam masalah. Dia sekarang berada di rumah sakit," terang Jaden.

"Apa? Mama ikut, Pa?" Jaden mengangguk.

Setelah bersiap-siap mereka masuk ke dalam mobil menuju ke rumah sakit yang disebutkan oleh putrinya.

Tak butuh waktu lama Jaden telah sampai di rumah sakit tersebut. Dia dan istrinya mempercepat langkah menuju ke dalam rumah sakit.

Berlian bertanya pada resepsionis tapi tak ada nama pasien yang bernama Kristal. "Pa coba telepon dia saja!" Jaden pun menurut pada perintah sang istri.

"Hallo kamu di ruangan mana?" tanya Jaden panik.

"Bukan aku yang sakit, Pa tapi temanku." Kristal tidak bilang kalau sebenarnya pacarnya yang sakit. Kristal berjalan sambil mengangkat telepon ayahnya.

"Papa," teriaknya ketika melihat Jaden. Kristal berjalan menghampiri orang tuanya. "Mama juga ikut?"

"Kamu tidak apa-apa Kristal?" tanya Berlian seraya mengecek bagian tubuh anaknya barangkali ada yang terluka.

"Ayo, Ma ikut aku!" Kristal menggandeng tangan ibunya. Berlian masih memiliki tanda tanya besar di kepalanya.

"Yang sakit Mas Ruli, Ma, Pa. Dia tertembak di bagian perutnya dan sekarang masih berada di rumah operasi."

Berlian sangat terkejut. Lalu Kristal menceritakan kronologis kejadian yang telah dilalui.

Sesaat kemudian dokter keluar dari ruang operasi. "Bagaimana keadaannya, Dok?"

"Operasinya berhasil tapi dia kehilangan banyak darah jadi dia mungkin tak sadarkan diri dalam waktu yang lama."

"Apa perlu tambahan darah, Dok?" tanya Jaden.

"Tidak, stok darah yang golongannya sama masih ada. Setelah ini dia akan dipindahkan ke ruang perawatan." Usai mengatakan itu dokter tersebut pamit.

"Sayang, apa kamu sudah mengabari ibunya?" tanya Berlian pada Kristal.

"Besok pagi saja, Ma. Kasian saat ini mungkin beliau sedang beristirahat." Berlian mengangguk setuju.

*

*

*

Simak novel berikut ya sambil menunggu aku up bab selanjutnya

1
Mazree Gati
tidur di rumah orang pintu ga di kunci, klo tudurnya ga pakai baju gimana
Sativa Kyu
👍👍👍
MB
Luar biasa
Wawan Irawanto
sebagai bos dulu lah, tapi nanti jadi pacar
Wawan Irawanto
aku pilih tall juga lhooo
W
Luar biasa
Mimih Milania
Biasa
Mimih Milania
bukan cilok tapi seblak
Mimih Milania
aku pilih tim tali ahhhh
Mimih Milania
uhuy.....mulai dehhh
Mimih Milania
cewek jsgoan nihhh
Mimih Milania
hidup tidak seindah sinetron nenk
Ratna Fitri Mulyadi
Luar biasa
Rianti Dumai
amara klok cari cowok gak pernah beres,,,!!!
Rianti Dumai
ulet buluh ada az,,,
Rianti Dumai
aQ suka caramu kristal,lelaki gak punya pendirian ithu perlu dikasih pelajaran,biar faham dya,,,!!!
Rianti Dumai
klok sudah mantan ithu tempat'a ditong sampah ruli,,,!!!
Rianti Dumai
kocak banget Thu sie kristal bikin ngakak az,,,😅
Rianti Dumai
hadeeuh thor sakit perut aQ baca'a 😅🤣 lucu sangat mereka,,!!!
Mazree Gati
boslah,,,ga setuju klo pacaran sama ruli,,,langsung end klo iya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!