Pada hari pernikahannya, Naiya dengan kesadaran penuh membantu calon suaminya untuk kabur agar pria itu bisa bertemu dengan kekasihnya. Selain karena suatu alasan, wanita dua puluh lima tahun itu juga sadar bahwa pria yang dicintainya itu tidak ditakdirkan untuknya.
Naiya mengira bahwa semuanya akan berjalan sesuai rencananya. Namun siapa sangka bahwa keputusannya untuk membantu calon suaminya kabur malam itu malah membuatnya harus menikah dengan calon kakak iparnya sendiri.
Tanpa Naiya ketahui, calon kakak iparnya ternyata memiliki alasan kuat sehingga bersedia menggantikan adiknya sebagai mempelai pria. Dan dari sinilah kisah cinta dan kehidupan pernikahan yang tak pernah Naiya bayangkan sebelumnya akan terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon roseraphine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jadi Sekretaris
Ucapan Andra itu membuat semua orang yang berada di ruangan tersebut sama-sama terkejut. Tak terkecuali Regan yang sedari tadi menyaksikan drama di hadapannya ini. Pria itu sampai bingung harus melakukan apa. Ia juga heran melihat tingkah sahabatnya yang menurutnya cukup keterlaluan.
"Gak! Shaka gak butuh sekretaris. Dari dulu Regan aja udah cukup bantu Shaka!" tolak Shaka mentah-mentah.
"Pa, Aku kerja seperti tadi aja gak apa-apa, kok!" bujuk Naiya kepada Andra. Ia tak ingin memperpanjang masalah dan membuat suasana semakin runyam. Apalagi semua ini terjadi karena dirinya.
Shaka menatap jengah Naiya yang menurutnya sok baik dan sedang mencari perhatian papanya dengan berbicara seperti itu.
"Gak, Naiya! Kamu ini menantu Keluarga Wijaya. Gak pantas bekerja di posisi seperti itu," jawab Andra memberi penjelasan. Pria itu kemudian mengarahkan pandangannya kepada Shaka.
"Papa gak mau tahu! Pokoknya mulai hari ini, Naiya bekerja jadi sekretaris kamu!" kekeh Andra.
"Tapi, Pa! Aku gak-"
"Regan!"
Ucapan Shaka terhenti ketika Andra mengalihkan perhatiannya kepada Regan yang duduk di sofa sembari termenung menyaksikan perdebatan ayah dan anak itu.
"Iya Om?" sahut Regan.
"Jawab jujur! Akhir-akhir ini pekerjaan kalian menumpuk, kan? Sampai ada beberapa laporan yang terbengkalai?" tanya Andra.
Regan melirik Shaka yang juga tengah menatap ke arahnya. Ia tahu pria itu memberinya isyarat agar mengatakan tidak. Tapi entah mengapa dirinya jadi tertantang untuk melawan Shaka kali ini.
Regan mengangguk, "Benar Om. Saya bahkan kurang tidur akhir-akhir ini."
Ingin rasanya Shaka meninju wajah melas Regan yang dibuat-buat itu. Apakah pria itu tak memahami isyarat matanya? Jika Regan jujur seperti itu pasti akan membuat papanya semakin memiliki alasan kuat untuk menjadikan Naiya sekretarisnya. Ya Tuhan! Dirinya benar-benar kesal hari ini.
"Kamu dengar Shaka? Dari dulu papa sudah menyarankan kamu untuk mencari sekretaris. Tapi kamu tetap saja tidak mau. Alasannya selalu saja Regan. Kasihan dia harus double job seperti itu," ucap Andra.
Shaka menghela napas lelah karena merasa terus dipojokkan, "Terserah! Terserah Papa sekarang! Shaka pusing."
"Naiya, sekarang kamu bisa bekerja di kantor ini sebagai sekretarisnya Shaka. Nanti ada Regan yang akan mengajari kamu," putus Andra sepihak sembari menoleh ke arah menantunya.
Naiya hanya mengangguk kaku. Ingin menolak tapi dia sangat butuh pekerjaan ini. Lagipula jika menolak, kemungkinan besar ia tidak jadi bekerja di sini. Kembali ke posisi awal pun pasti papa mertuanya akan melarang keras.
Shaka berdecak kesal melihatnya. Lihat saja nanti, akan ia pastikan Naiya tidak akan betah bekerja dengannya dan memilih untuk berhenti sendiri.
"Regan, tolong nanti ajari Naiya, ya!" perintah Andra kepada sahabat putranya itu.
Regan mengangguk antusias, "Tentu, Om! Serahkan saja pada saya!"
Sumpah demi apapun, reaksi Regan yang terlihat begitu semangat membuat Shaka semakin kesal saja. Sahabatnya itu benar-benar minta di tempeleng.
Setelah itu, Andra pamit meninggalkan Naiya setelah memberi sedikit peringatan kepada Shaka yang hanya dibalas gumaman oleh pria itu. Suasana di ruangan tersebut menjadi hening sejenak sebelum suara Shaka yang ketus itu terdengar menggema.
"Puas kamu?!"
Naiya yang menyadari tatapan tajam milik Shaka itu pun hanya bisa menunduk dan memilin ujung kemejanya.
"Maaf, Kak. Aku gak tahu kalau papa bakal ngenalin aku. Padahal tadi aku udah pakai masker," ucap Naiya mencoba menjelaskan.
"Alesan! Lagian kamu bisa apa jadi sekretaris saya?! Paling cuma nyusahin aja!" sungut Shaka. Pria itu rupanya masih diselimuti amarah.
Regan merasa tidak tega melihat Naiya. Apa selama ini sikap Shaka kepada Naiya memang seperti itu? Jika iya, Shaka benar-benar sudah keterlaluan.
"Udah, Ka! Jangan dibentak-bentak terus istri, lo! Kasihan dia. Lo gak lihat dia ketakutan kaya gitu?" ujar Regan mencoba melerai perdebatan suami istri tersebut.
Shaka memutar bola matanya malas, "Gimana rasanya dibela sama semua orang?! Enak, kan!? Puas?!"
Shaka kemudian berdiri dan keluar begitu saja dari ruangan itu tanpa menghiraukan teriakan Regan yang memanggilnya. ia sudah tidak peduli dengan pekerjaannya dan ingin meredakan emosinya terlebih dahulu. Pria itu takut jika sampai kehilangan kendali dan mengucapkan kata-kata yang lebih menyakitkan lagi nantinya.
Sedangkan Naiya menatap sedih punggung Shaka yang telah hilang di balik pintu. Ia merasa bersalah membuat Shaka marah seperti ini. Namun disisi lain ia juga bingung bagaimana nasib Nada nanti jika ia tak berhasil bekerja di sini.
"Udah, biarin aja. Anaknya emang gitu kalau lagi marah," celetuk Regan membuat Naiya seketika menoleh dan mendapati sosok pria yang tadi duduk di sofa kini telah beranjak ke arahnya.
"Kenalin, gue Regan. Sahabat sekaligus asisten suami lo di kantor ini," ucap Regan menjulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Naiya.
Naiya menatap wajah Regan sejenak sebelum akhirnya membalas uluran tangan pria itu sembari tersenyum tipis, "Salam kenal, Kak. Namaku Naiya."
"Bening banget bini lo, Ka!" gumam Regan ketika melihat Naiya.
Walaupun ia pernah melihat Naiya ketika pesta pernikahan itu, tapi Naiya yang tampil natural dengan blouse dan kemeja formal dihadapannya ini jauh lebih cantik. Apalagi dilihat dari dekat. Kulitnya benar-benar putih mulus tanpa cacat. Rambut panjang sepinggang yang dengan jepit rambut beraksen mutiara di kepalanya menambah kesan manis pada wanita itu.
"Kak Regan ngomong apa?" tanya Naiya ketika pria di hadapannya ini seperti menggumamkan sesuatu tapi tidak jelas.
Seakan tersadar dari kekagumannya, Regan menjawab, "Eh! Gak apa-apa, kok. Hehehe."
Naiya tiba-tiba menatap lekat wajah Regan, "Kak?"
"I-iya," sahut Regan tiba-tiba gugup karena ditatap oleh Naiya seperti itu. Ya wajar saja orang ditatap wanita cantik. Siapa yang gak salting?
"Tolong ajari aku, ya? Aku gak mau ngecewain Kak Shaka nanti kalau kinerjaku gak bagus," pinta Naiya dengan mata yang menatap Regan penuh harap.
Regan sempat tertegun sesaat. Wanita di hadapannya ini terlihat sangat bersungguh-sungguh menjalani pekerjaannya. Tak ada sedikitpun kepalsuan yang terpancar dari bola matanya.
"Tentu! Nanti gue ajarin semuanya, kok. Tenang aja. Apa mau sekarang?" tawar Regan dengan senyuman yang tercetak jelas di wajahnya.
Naiya mengangguk antusias, "Iya, Kak! Lebih cepat lebih baik,"
"Oke."
-o0o-
BLAR
Azka yang tengah sibuk dengan pekerjaannya tiba-tiba terkejut dengan kehadiran Shaka yang membuka pintu ruangannya lalu menutupnya dengan keras.
"Lo apa-apaan sih, Ka! Bikin kaget aja! Jantungan gue!" kesal Azka.
Tak berbeda dengan Azka, Nada yang masih berada di ruangan tersebut karena tadi dipanggil oleh Azka untuk membuat beberapa laporan itu juga mengelus dadanya perlahan karena terkejut.
"Gue berantem lagi sama Papa!" keluh Shaka. Pria itu kemudian melemparkan tubuhnya ke sofa panjang di ruangan yang sekarang ditempati adiknya itu.
Nada yang mendengar ucapan pria asing tersebut seketika membulatkan matanya. Jangan-jangan pria itu adalah kakaknya Azka? Berarti dia adalah suaminya Naiya? Memang selama seminggu bekerja di sini, ia belum pernah melihat Direktur Utama di perusahaan ini.
Azka yang langsung memahami keadaan itu kemudian menatap wanita di hadapannya yang tadi ia panggil, "Nada, kamu bawa saja laptop saya ke ruangan kamu. Nanti kalau laporannya sudah selesai, kamu bisa kembali ke sini."
"Baik, Pak."
Nada kemudian mengangguk permisi kepada kedua orang di ruangan tersebut lalu pergi meninggalkan tempat itu.
"Kenapa Lo? Ada masalah apa sampai berantem lagi sama Papa?" tanya Azka kepada Shaka setelah Nada keluar dari ruangannya.
"Karena Naiya," sahut Shaka singkat.
"Naiya?" tanya Azka bingung. Beberapa saat kemudian pria itu menyadari jika yang dimaksud kakaknya ini adalah Naiya. Wanita yang sekarang menjadi kakak iparnya.
"Oh, Naiya? Memangnya ada apa lagi?"
"Sekarang dia jadi sekretaris gue, atas paksaan dari Papa," jawab Shaka seadanya. Pria itu menyandarkan tubuhnya malas ke sofa.
"Hah? Kok bisa? Gimana ceritanya?" balas Azka kepo.
"Dia minta kerjaan ke gue, ya gue kasihlah jadi office girl. Eh, papa tahu. Gue dimarahi habis-habisan," ucap Shaka. Emosinya sedikit demi sedikit mulai padam. Tidak seperti tadi.
"Office girl?! Ya jelaslah papa marah, Ka! Lo gila. Masa istri sendiri dijadiin office girl, sih?"
"Kok lo jadi belain dia? Lo gak lupa kan rencana kita dulu?" Shaka menegakkan tubuhnya lalu menatap Azka dengan kening berkerut heran.