Keberanian Dila, seorang gadis tunarungu yang menolong pria tua penuh luka, membawanya pada nasib cinta bagai Cinderella untuk seorang anak pungut sepertinya.
Tuduhan, makian, cacian pedas Ezra Qavi, CEO perusahaan jasa Architects terpandang, sang duda tampan nan angkuh yang terpaksa menikahinya. Tak serta merta menumbuhkan kebencian di hati Dilara Huwaida.
"Kapan suara itu melembut untukku?" batinnya luka meski telinga tak mendengar.
Mampukah Dila bertahan menjadi menantu mahkota? Akankah hadir sosok pria pelindung disekitarnya? Dan Apakah Dila mempunyai cerita masa lalu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Qiev, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28. BAHAYA MENGINTAI
"Nona jadi beli handphone gak ya?" Rolex tak tenang, ia akhirnya memutuskan menelpon Bi Inah kembali.
Sang aspri pun keluar ruangan meeting sejenak, mengambil langkah menjauh dari pintu masuk.
Panggilannya tersambung di detik ke lima, sempat merutuki kelambanan Bi Inah namun ia sadar, wanita itu telah renta.
"Bi, Nona sudah kembali?" tanya Rolex.
"Sudah Den, bawa handphone yang di mau, sekarang sedang di kamar, entah lagi apa. Katanya tadi mau sholat dulu," balas Bi Inah.
"Pakai uang siapa Bi?" sambung Rolex.
"Masih belum tahu Den, nanti Bibi tanya ya kalau Non Dila keluar dari kamar," imbuh Bi Inah, ia lupa tak menanyakan pada Dila saat gadis itu datang tadi.
"Nanti sekalian tolong minta nomer ponselnya ya Bi, aku akan mengabarkan pada Velma agar Ibu beliau dapat berkomunikasi dengan Nona," pinta Rolex sebelum memutus panggilannya.
Baru saja ia akan masuk ruangan kembali, Sang bos memanggilnya. Meeting pagi terhadap kendala tehnik project pelabuhan sisi barat yang Ezra pegang mengalami keterlambatan serta di curigai adanya indikasi kecurangan dalam menyiapkan material bahan.
"Bukan salah kita jika ini di usut nanti, namun kita akan di seret juga dalam proses penyelidikan. Apakah ketahanan uji bangunan yang kita ajukan itu memang sudah sesuai standar dan seperti simulasi saat preview atau sebaliknya," ujar Ezra saat semua peserta meeting diam.
"Aku gak mau tahu, kinerja kalian seharusnya lebih dari ini. Kontroller, korlap seharusnya bisa meminimalisir kejadian seperti ini sejak awal," nada bicara Ezra kali ini sangat tegas.
"Satu lagi, perbaiki keadaan segera sebelum team audit mencium adanya kejanggalan," titahnya lagi.
"Son, kumpulkan bukti dengan team ... itu saja, bubar. Aku ingin laporan review terbaru satu jam mendatang, selamat pagi dan terimakasih," pungkas Ezra.
"Baik, Bos," jawab Sonny.
Sang CEO tampan pun bangkit dari duduknya lalu mengancingkan kembali jas sambil melangkah keluar ruangan diikuti oleh Rolex.
...***...
Apartemen.
Dila sangat sibuk, ia antusias mengirimkan CV miliknya ke tiga perusahaan translator. Profesi yang Dila geluti sejak tingkat dua Aliyah, menjadi penterjemah teks untuk setiap project yang berbeda.
"Kalau di sini lolos, lumayan bisa dapat gaji delapan hingga puluhan juta sebulan untuk sekali pegang project, tapi bahasa Arab ku terbatas."
"Kalau di freelance perusahaan Amerika ini, lumayan ada gaji tetap, bisa dapat lima juta untuk satu buku dengan tebal kurang dari seratus halaman, semoga dua ini tercapai jadi aku betul-betul mandiri. Bisa kirim uang buat Ibu juga nanti," lirih Dila menganalisa pekerjaannya.
Gadis ayu ini lalu memeriksa rekening bank miliknya. Bukan Dila tidak mempunyai keinginan untuk memeriksakan kondisi sejak alat bantu pendengarannya rusak. Dirinya tak ingin melukai harga diri Ruhama yang sangat sensitif jika membahas tentang materi.
Ingin Sang bunda, hanya ialah yang mengais nafkah mencukupi kebutuhan Dila.
"Alhamdulillah, aku punya tabungan hampir lima belas juta dari hasil ngerjain beberapa naskah skripsi tetangga di kampung sejak dua tahun lalu. Ditambah uang mahar dari Abang masih dua puluh dua juta lagi setelah dikurangi beli handphone."
"Cukup untuk membeli laptop baru nanti jika yang ini sudah gak lagi bisa digunakan. Juga untuk pengobatan telingaku," gumam Dila.
Gadis ini memejamkan mata, menarik nafas panjang dan dalam. Ingatannya pergi menuju Sang Bunda, dia harus mencari cara agar dapat berkomunikasi dengan Ibu.
"Nanti kalau ada Rolex, aku akan tanya nomer ponsel Kak Velma, semoga dapat." Dia bertekad.
Tok. Tok.
Dila bangkit dari duduk nyamannya di lantai, melangkah membuka pintu.
"Non, makan cemilan dulu, atau buah, Non Dila suka apa?" Bi Inah menulis di catatan miliknya.
"Apa aja Bi, ada apel? Dila suka apel juga kurma," balas Dila di bawah kalimat Bi Inah.
"Ada Non, sebentar Bibi kupasin ya. Nanti di bawa ke sini." Tulisnya lagi.
"Biar aku ke sana Bi," sambung Dila.
"Jangan, Non kan lagi kerja. Sekalian Bibi mau nanya-nanya biar santai di kamar aja sambil selonjoran, boleh?" Bi Inah melanjutkan tulisannya.
"Boleh, makasih ya Bi," ucap Dila seraya membuka telapak tangannya. Ditempelkan pada bibir dan mendorongnya kedepan.
Wanita paruh baya berwajah teduh itu pun bahagia, tersenyum pada Dila sebelum ia pergi menuju dapur untuk membawakan makanan Nona mudanya.
Beberapa menit berselang.
Kedua wanita beda jaman sudah terlibat obrolan asik di kamar Dila, di temani dengan berbagai cemilan sehat yang Bi Inah siapkan.
"Oh kerjaan Non Dila itu begini? kayak yang di tipi ya? kalau film enggres," tulis Bi Inah lagi.
"Inggris bukan Enggres Bi," balas Dila seraya terkekeh.
"Iya itu," Bi inah tertawa diikuti Dila.
Ya Allah, pinter dan mandiri.
"Doain ya Bi, proposal Dila di terima jadi bisa kirim uang ke Ibu di kampung. Dila ga mau minta sama Abang kalau bukan tangan beliau yang memberi dengan ikhlas," tulis Dilara dengan tangan bergetar menahan miris yang menyergap hatinya.
"Non, Nak Ezra itu milyarder loh. Masa untuk istrinya sendiri hitungan. Nanti Bibi tegur," Bibi terkejut membaca kalimat yang Dila tuliskan.
"Jangan, ini adalah niatku sejak awal. Aku bilang tidak akan meminta bahkan mengemis padanya. Abang menikahiku hanya karena ingin berbakti pada Tuan Besar dan aku juga sama ... ini rahasia antara Bibi dan aku saja," sambung Dila.
"Besok, aku akan pergi ke rumah sakit untuk kontrol. Doakan aku sehat ya Bi, paling tidak kondisi telingaku tidak parah banget dan bisa beli alat yang sedikit canggih meski aku tahu pasti mahal sekali," imbuhnya lagi.
"Jadi beli handphone dari uang sendiri?" tanya Bibi.
"Iya, uang mahar," ucap Dilara.
"Allah paringi ageng milik ya Non, sehat, Bibi doain Non Dila sukses," tutur Bi Inah dengan sorot mata berkaca-kaca.
"Aamiin," balas Dila memeluk beliau. Satu-satunya orang yang membuat dia merasa nyaman di tempat yang asing.
...***...
Sementara di tempat lainnya.
Seorang pria tegap bersetelan serba hitam memasuki ruang kerja Sang Tuan Muda.
"Pagi Tuan, ini laporan tentang gadis yang bersama Tuan Muda El Qavi saat di Surabaya tempo hari, silakan," ujar Roy sang asisten pribadi.
Pria tampan yang duduk di kursi roda ini pun menerima berkas yang Roy serahkan. Ia membuka map coklat dan mengeluarkan berkas dari dalamnya.
"Dilara Huwaida, seorang berkebutuhan khusus. Dia tunarungu?" tanya sang Tuan Muda.
Cantik.
"Benar Tuan dan baru saja menikah dengan Ezra, skandal kemarin awal pertemuan mereka. Juga karena indikasi konflik antara Sanjaya grup mengenai sebuah project yang pada akhirnya membawa perusahaan untuk bekerjasama, membuat keduanya dipertemukan," ujar Roy kembali.
"Dia tidak memakai alat, Roy?"
"Rusak dan saat ini Nona pindah ke Jakarta mengikuti Ezra. Anda ingin aku mengawasinya?" Roy mengerti keinginan Bosnya.
"Awasi dia, laporkan detail padaku. Kita lihat apakah dia berguna untuk menghancurkan pria sombong itu," sengit sang majikan.
"Baik." Roy pamit keluar ruangan.
Sang pria tampan, meraih ponselnya diatas meja kerja. Dia menghubungi seseorang.
"Halo, mangsamu ada di Jakarta, buatlah rencana agar dia kembali terjerat padamu," perintahnya untuk seseorang. Tanpa menunggu jawaban, dia langsung memutuskan panggilan.
"Dilara," ujarnya menatap foto Dila yang sedang tersenyum manis.
.
.
..._________________________...
...Jadi musuh atau malah jatuh cinta? ...
⭐⭐⭐⭐⭐