Nakki hanyalah gadis kecil yang lugu, kesehariannya hanya bermain, siapa sangka ia dinikahkan dengan Jendral karena janji kakeknya dan kakek Sang Jendral, sebelum meninggal menulis wasiat, agar Manik menikahi Nakki kelak di kemudian hari.
Jendral yang patuh pada kakek nya dan juga sangat sibuk dengan urusannya bersama raja, tidak punya banyak waktu untuk berfikir langsung menikahi Nakki tanpa melihat wajah gadis itu lebih dulu.
Sayangnya, Jendral meninggalkan istri mudanya untuk waktu yang lama, bersama istrinya yang dipenuhi rasa cemburu, hingga membawa kesulitan bagi Nakki yang tidak memahami apa kesalahannya.
Di dera banyak ujian bersama istri pertama dan kedua Jendral Manik, Nakki kabur dan pulang ke kebun peninggalan kakeknya, sebuah konspirasi jahat membuat Nakki terjatuh ke jurang, lalu muncul sinar terang dari langit menyambar tubuhnya, tubuhnya hanya luka ringan, bahkan memiliki kekuatan setelahnya membuat dirinya jenius dalam berbagai hal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Nafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melihat Jendral Menikah
Hari ini Nakki buru-buru menyelesaikan pekerjaan di kebunnya. Ia akan ikut kakeknya ke desa sebelah untuk menghadiri pernikahan cucu seorang sahabatnya, menurut kakek sahabatnya sudah meninggal dunia, namun hubungan baik dengan keluarga mereka masih terjalin baik.
"Nakki! teriak kakeknya dari luar kamar.
"Kau sudah selesai berpakaian? ayo nak, sebentar lagi matahari semakin tinggi, pernikahan akan dimulai, kita harus disana sebelum acara". Terdengar suara kakeknya mengingatkan dari depan kamar Nakki.
"Iya kakek, Nakki sudah selesai". Nakki muncul dari balik pintu kamar.
"Bagaimana kakek? sudah bagus"? Begitulah Nakki, hanya kakek keluarga sekaligus temannya, hingga penampilan pun dia minta komentar kakeknya.
"Sudah cantik nak", puji kakeknya, bagaimana pun cucunya memang sudah hampir remaja, usianya sudah 12 tahun, ia menikahi istrinya dulu juga, yaitu nenek Nakki saat usianya 12 tahun, dan ibu Nakki menikah di usia 14 jadi Nakki pun tidak lama lagi mungkin akan menikah juga, sudah sepantasnya belajar merias diri dan urusan wanita pada umumnya.
Nakki tersenyum sendiri, baru kali ini ia mau berdandan seperti ini karena diminta kakeknya ikut acara pernikahan.
Mereka berangkat dengan menaiki kuda kesayangan kakeknya, Nakki tampak memeluk Sang kakek dibelakang punggungnya, rambut panjangnya yang diikat satu ke belakang nampak berayun-ayun seiring derap kaki kuda.
Sementara kakeknya memegang kekang kuda yang berjalan dengan suara gemerincing yang berbunyi dari leher kudanya.
Mereka pun sampai di desa sebelah, tidak jauh dari perbatasan desa tampak sebuah rumah yang tampak sangat luas dan megah dengan banyak hiasan khas acara pengantin terpasang di depannya.
"Nakki mau main-main yah kakek"? pinta Nakki saat melihat beberapa penjual makanan dan mainan anak-anak berjejer rapi di sepanjang jalan menuju ke tempat pengantin.
" Baiklah nak, tapi jangan jauh-jauh yah? kamu masuk cari kakek kalau sudah lapar yah? di dalam banyak makanan jadi tidak usah beli makanan sembarang". Kakeknya mengingatkan.
"Baik kakek, Nakki hanya mau melihat permainan disana, Nakki masih kenyang, kan kita tadi sudah makan sebelum kesini". Nakki mengingatkan kakeknya yang hanya tersenyum ringan mendengar Nakki membela diri.
Kakek bergegas masuk, mengingat dirinya diundang untuk menjadi wali nikah pengantin Pria, yang merupakan cucu sahabatnya yang telah tiada.
Manik, Sang Pengantin pria, yang juga seorang Jenderal besar di Kerajaan ini, tampak gagah dengan pakaian pengantin serba merah dengan jubah keemasan.
Pernikahan Jendral Manik sebenarnya kali ini pernikahan kedua karena Jendral Manik sebelumnya telah menikah dengan seorang putri dari kalangan Saudagar kaya raya yang mengantarkan putrinya untuk dinikahi oleh sang Jendral yang telah menyelamatkan perniagaannya dari rombongan perompak laut saat datang berdagang ke negara ini.
Dari pernikahan pertamanya, Jendral Manik telah memiliki seorang putri berusia 3 tahun namun belum lagi memiliki seorang putra pun karena kondisi istrinya yang menurut tabib tidak bisa lagi memberi keturunan karena penyakit aneh yang dideritanya.
Akhirnya setelah mencoba berbagai tabib untuk mengobati istrinya namun belum membuahkan hasil, Jendral Manik menerima nasehat raja agar dirinya menikah lagi, dan raja pun telah menyiapkan seorang calon istri untuk Jendral Manik, yaitu putri Kui, anak perdana menteri yang juga adik dari sang raja.
Bagaimana pun, di jaman itu, seorang putra adalah kebanggaan keluarga sekaligus penerus Nama besar keluarga, para wanita setelah menikah akan mengikuti suami mereka, namun anak lelaki tetap akan menjadi pewaris utama dalam keluarga.
"Kakek Boru, anda sudah tiba rupanya, mari silahkan cicipi hidangan dulu". Jendral Manik menghampiri Kakek Nakki, yaitu kakek Boru.
" Maafkan kakek, nak Manik, kakek agak terlambat karena ada suatu urusan". Kakek berdiri diantara tamu-tamu yang sudah duduk dan bersiap menanti acara dimulai.
"Tidak apa kakek, beberapa tamu juga masih diperjalanan, setelah mereka tiba baru kita berangkat menuju kediaman pengantin wanita". Jendral Manik memaklumi kekuatiran kakek Boru.
Akhirnya setelah beberapa saat semua kerabat yang akan mengantar Jendral Manik menuju tempat pernikahannya telah bersiap, mereka pun memasuki kereta kuda masing-masing, termasuk Jendral Manik yang memasuki keretanya yang berhias indah dengan nuansa merah keemasan.
Kereta kuda mulai berjalan perlahan, namun kakek Boru belum lagi menaiki satu kereta pun, karena sibuk mencari Nakki, cucunya.
Jendral Manik yang duduk dengan gagah diatas kereta hampir melewati gerbang rumahnya ketika matanya menangkap sesosok tubuh bergerak diatas pepohonan rimbun yang berjejer di sekitar kediamannya.
"Wah... Itu rupanya Jendral Manik yang sering diceritakan kakek, hemmh, sangat tampan dan perkasa". Puji Nakki.
Meskipun masih kanak-kanak, bukannya Nakki tidak pernah melihat buku komik di pasar, ia paling suka membeli komik kisah cinta muda-mudi, sehingga ia tentu bisa membedakan yang mana menurutnya yang sangat tampan atau yang biasa-biasa saja.
"Jendral Nakki memang hebat, pantas saja banyak putri yang menginginkannya, apalagi Jendral Nakki terkenal hebat dalam setiap menjalankan misi-misi dari raja". Puji Nakki lagi, tidak menyadari seseorang telah mengetahui keberadaannya.
Merasa curiga dengan pergerakan diatas pohon, dengan menggunakan kesaktiannya bergerak cepat tanpa disadari dan tidak terlihat oleh orang-orang disekitarnya, Jendral Manik terbang meninggalkan keretanya.
Jendral Manik menggunakan tenaga meringankan tubuh bergerak cepat hingga tidak disadari Nakki, sang Jendral telah duduk bertengger di salah satu dahan pohon tidak jauh dari tempat Nakki bersembunyi.
"Hah... kemana Jendral Manik? kenapa tiba-tiba hilang dari keretanya"? Nakki yang menyadari kalau Jendral Manik tidak berada di kereta segera melongok kesana kemari, namun orang-orang di sekitar tidak menyadari.
"Apa yang kau cari disini bocah bandel"? tegur Jendral Manik mengejutkan Nakki hingga hampir terjatuh, untunglah tangan Jendral Manik bergerak cepat menangkap tubuh Nakki yang ringan dan kecil dalam genggaman jari besar Jendral Manik.
" Hah... maafkan Tuan Jendral, saya hanya menonton acara pernikahan tuan dari atas pohon, dari sini bisa melihat seluruh tempat, jadi saya manjat kemari". Nakki mencoba menjelaskan.
"Dasar bocah, siapa orang tua mu hah? mereka pasti mencari mu, ayo turun, kau merepotkan saja". Jendral Manik merasa kesal, pasalnya tadi ia mengira ada perusuh atau musuh yang memata-matai dirinya, ternyata hanya bocah perempuan yang aneh.
Aneh. Begitu menurut Jendral Manik, para tamu yang membawa anak perempuannya, mereka tampak duduk tenang bersama orang tuanya, atau berkumpul beberapa orang dengan perempuan seusianya, mereka bercanda di sekitar panggung acara.
Tapi bocah ini malah memanjat pohon, ada-ada saja.
"Berapa umurmu, Hai bocah"? tegur Jendral Manik kesal.
"12 tahun, Jendral". Nakki mengaku terus terang.
"Astaga, kau bahkan sebentar lagi menikah, tapi kelakuanmu seperti bocah 7 tahun". Jendral Manik mencemooh.
"Apa? Menikah? iiih... Jendral keterlaluan, saya masih anak-anak, belum pantas menikah, kata kakek, mengurus diri saja belum bisa, bagaimana mengurus suami"? Nakki memonyongkan bibirnya, membuat Jendral Manik tiba-tiba tersenyum sendiri, gemas dengan kelakuan bocah didepannya.
"Sudah-sudah.. .. kalau begitu turun, atau kau bisa jatuh, mengganggu saja". Keluh Jendral Manik sembari berayun untuk menuju ke keretanya yang tetap berjalan perlahan.