Terpaksa Menikahi Suami Sahabatku

Setelah makan siang, Sean mengantarkan Sandra masuk ke dalam mobilnya. Meskipun berat berpisah dengan Sandra, tetapi, laki-laki itu tidak mungkin menolak keinginan papanya pergi ke Surabaya.

Setelah menikah dengan Kanaya, seminggu kemarin pria itu mengerjakan pekerjaannya di rumah. Sean hanya sesekali datang untuk menghadiri pertemuan.

Selama seminggu setelah pernikahan, Sean disibukkan dengan aktivitas ranjangnya bersama Kanaya. Laki-laki itu beralasan kalau dirinya sedang tidak bisa ke kantor karena urusan pribadi.

Namun, meskipun Sean sibuk dengan Kanaya, laki-laki itu terus memantau pekerjaannya dari rumah. Laki-laki itu hanya akan datang ke kantor jika ada klien yang ingin bertemu dengannya langsung.

"Kamu beneran tidak ingin pergi ke Surabaya dengan Kanaya?" Sandra kembali membujuk Sean. Siapa tahu suaminya itu mau menuruti keinginannya kali ini.

Sean yang sudah masuk ke dalam mobil Sandra menangkup wajah cantik istrinya kemudian mendaratkan ciuman yang cukup lama di bibir sensual Sandra.

Sean merutuki dirinya saat tiba-tiba tubuh bawahnya langsung bereaksi hanya dengan mencium bibir wanitanya itu.

"Kamu nggak apa-apa aku tinggal sendirian?" Sean kembali mengecup bibir Sandra.

"Tentu saja aku akan sangat kesepian."

"Kalau begitu, aku akan mengantarmu pulang. Aku tidak bisa membiarkan kamu menyetir sendirian dalam waktu berjam-jam."

"Jangan, Sean! Kamu tidak bisa membiarkan Kanaya sendirian di tempat ini. Tempat ini cukup jauh dari keramaian." Sandra merasa keberatan dengan keinginan Sean yang ingin mengantarkannya pulang.

"Kalau begitu, aku akan bawa Kanaya ikut bersama kita."

"Sean ...."

"Aku akan menyuruh Kanaya menginap di hotel. Sementara aku pulang ke rumah kita. Bagaimana?"

"Sean–"

"Kamu itu istriku. Kanaya tidak berhak marah saat aku memilih pergi denganmu. Lagipula, aku sudah seminggu ini bersamanya. Kamu sendiri yang bilang kalau aku harus adil bukan?" Sean menatap Sandra dengan serius.

"Tapi, Sean–"

"Aku akan bicara pada Kanaya sekarang."

"Sean!"

"Dengarkan aku, Sandra! Aku mencintaimu. Aku khawatir sama kamu. Apa menurutmu itu berlebihan?"

"Bukan begitu, Sean, aku hanya tidak enak pada Kanaya, aku–"

"Kamu dengar sendiri apa kata Kanaya tadi bukan? Dia juga menyuruh aku untuk mengantarmu!" Suara Sean meninggi. Laki-laki itu sungguh kesal dengan sikap keras kepala Sandra.

Apa salah jika ia mengantar Sandra pulang sampai ke rumah? Perjalanan dari tempat tinggalnya sampai ke ibukota membutuhkan waktu tiga jam bahkan lebih jika sedang macet.

Sean sungguh sangat mengkhawatirkan perempuan itu. Apalagi, ia sangat tahu kalau Sandra saat ini pasti sedang tidak baik-baik saja. Perempuan itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya.

Kanaya yang sedari tadi berdiri di depan pintu melangkah mendekati mobil Sandra saat dirinya melihat Sean keluar dari mobil dengan berteriak.

"Ada apa? Kenapa kamu marah-marah?" Kanaya merasa kesal pada laki-laki yang sudah menjadi suaminya itu.

"Tanya saja sama dia!" Sean menatap marah ke arah Sandra yang masih duduk di belakang setir.

"Sandra ... ada apa? Katakan padaku ada apa? Kenapa Sean marah-marah sama kamu?" Kanaya masuk ke dalam mobil mendekati Sandra. Perempuan itu duduk di samping Sandra yang menyandarkan kepala di jok mobil sambil menatap suami tercintanya yang kini juga sedang menatapnya.

"Ada apa?" ulang Kanaya.

"Aku ingin pulang." Sandra mendesah kesal.

"Lalu?"

"Sean memaksa untuk ikut pulang bersamaku, tapi aku nggak mau." Sandra menggenggam erat tangan sahabatnya.

"Kenapa kamu nggak mau Sean mengantarkanmu?" Kanaya masih menatap Sandra. Tangannya terulur merapikan rambut perempuan cantik itu.

"Aku tidak mau dia meninggalkan kamu. Kalian baru saja menikah, aku nggak mau ganggu bulan madu kalian." Sandra berucap dengan menahan rasa sakit di hatinya.

"Kamu ini bicara apa?" Kanaya menatap Sandra dengan tak percaya. Perempuan itu tidak menyangka kalau Sandra akan berpikiran seperti itu.

Pernikahannya dengan Sean adalah skenario yang dibuat oleh Sandra. Akan tetapi, kenapa sahabatnya itu seolah menganggap kalau pernikahannya dengan Sean adalah sesuatu yang serius?

Bukankah pernikahan siri itu hanya sebuah syarat agar Sean bisa menidurinya demi mendapatkan anak yang akan lahir dari rahimnya?

Kanaya menghela napas panjang. Kedua matanya tak berkedip menatap Sandra yang terlihat sendu. Kanaya sangat meyakini, kalau saat ini model cantik itu pasti sedang menahan perasaannya.

Sandra sangat mencintai Sean. Tidak mungkin perempuan itu tidak cemburu saat melihat Sean bersama dirinya.

Perempuan itu datang jauh-jauh dari ibukota demi bertemu dengan Sean. Sandra pasti sangat merindukan Sean yang sudah seminggu tidak ditemuinya.

*Aku tahu, kamu juga pasti merasa sakit hati dan cemburu melihat Sean bersamaku.

Kamu sangat mencintai Sean, tidak mungkin di dalam hatimu tidak menyimpan rasa sakit saat melihat orang yang kamu cintai bersama wanita lain.

Seperti aku yang merasa patah hati setiap kali melihatmu bersama Sean. Apalagi, saat membayangkan pria itu naik ke ranjangmu dan bermain di sana seperti yang dia lakukan padaku*.

"Apa kamu lupa, kalau kamu itu adalah istri Sean?"

"Kamu istri sahnya Sean, sementara aku hanya perempuan yang kamu bayar untuk menjadi istri Sean. Istri siri!" ucap Kanaya penuh penekanan agar wanita cantik di depannya itu mengerti.

"Naya, apa yang kamu katakan? Kamu juga istri Sean, kamu punya hak yang sama seperti aku, kamu–"

"Aku hanya istri sementara. Sedangkan kamu adalah istri sahnya Sean. Kalian berdua saling mencintai dan tidak akan terpisahkan. Sementara aku hanyalah istri siri yang hanya akan menemani suamimu sampai aku melahirkan saja," lanjut Kanaya mempertegas posisinya.

"Tapi, Naya–"

"Pulanglah bersama Sean!"

"Kanaya!"

BERSAMBUNG ....