“Addunya kulluhaa mata', wa khoyru mata’uddunya al mar’atushshalehah”
“Dunia seluruhnya adalah perhiasan. Dan sebaik-baik perhiasan adalah istri yang shalihah."
Kelanjutan cerita di Balik Cadar Aisha.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mana Abah?
Zayn memasuki rumah, tampak sudah sepi seperti biasanya jika dia pulang malam karena harus lembur. Lela biasanya sudah tidur atau sedang menunggunya di dalam kamar dengan sambil membaca buku kesukaannya.
Dia lalu membuka pintu kamarnya, namun tiba-tiba dikagetkan oleh suara tangisan istrinya.
Mendengar suara pintu terbuka, Lela semakin histeris, dia berteriak dan terus meminta ampun.
Zayn yang kaget langsung mencoba menghampirinya. Melihat sang istri tengah menangis di pojokan kamar dengan berbalut selimut tebal. Zayn berusaha menenangkannya namun nyatanya itu malah semakin membuat Lela menangis ketakutan. Berteriak memohon ampun padanya untuk tak menyiksanya.
Zayn kebingungan, dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada istrinya. Kenapa tiba-tiba dia kembali seperti ini padahal baru tadi siang terapis mengatakan jika Lela sudah pulih, dia sudah sembuh dari penyakitnya.
Tanpa pikir panjang, dia langsung berlari menuju rumah kakaknya, meminta tolong pada Anita karena hanya dia yang bisa menolongnya.
Beberapa saat kemudian.
Anita mencoba menenangkan Lela, namun percuma usahanya tak berhasil kali ini, Lela seolah hilang kesadarannya hingga tak mengenalinya dan malah membuat Lela semakin menjerit ketakutan.
"Apa yang terjadi padanya?" Anita yang hampir menangis karena kaget melihat keadaan Lela mencoba bertanya pada Zayn.
Zayn menjelaskan jika dia juga tak mengerti kenapa istrinya bisa jadi seperti ini.
Zaidan yang menunggu di luar namun tetap bisa mendengar jerit ketakutan adik iparnya juga tak kalah khawatir.
Anita yang keluar kamar sambil menangis bertanya pada suaminya dan Zayn apa yang harus mereka lakukan sekarang.
"Panggil Aisha." Zaidan memberikan saran.
***
"Kakak. Apa yang terjadi pada kakak?" Aisha yang menangis mencoba menenangkan kakaknya.
Lela menangis memeluk adiknya.
"Tolong kakak dik. Dia akan datang dan memukul kakak lagi."
"Siapa kak? Siapa yang akan datang?"
"Suami kakak, dia akan datang kesini dan memukul kakak lagi."
Anita dan Aisha langsung melihat Zayn.
"Kakak. Suami kakak tidak akan memukul kakak, dia orang yang baik."
"Tidak dik. Dia bukan orang baik. Dia tidak seperti yang Abah dan Ummi pikirkan, dia jahat, dia suka menyiksa dan memukuli kakak." Lela menangis sedih.
Aisha tertegun.
"Apa maksud kakak itu, Ammar mantan suami kakak?"
"Iya. Suami kakak orang yang jahat dik. Beritahu Abah, suruh Abah kesini dan menjemput kakak."
Semua orang saling berpandangan.
Aisha mencoba menyadarkannya, memberitahu tahu jika Ammar sudah di dalam penjara dan sudah mendapatkan hukuman atas perbuatannya.
"Tidak. Baru saja dia menelepon kakak dan mengatakan jika dia akan segera datang untuk menyiksa kakak." Lela semakin ketakutan hingga menutup tubuhnya sendiri dengan selimut.
Aisha langsung mengambil ponsel milik kakaknya yang tergeletak tak jauh dari sana.
Dia langsung melihat panggilan masuk dari nomor baru, Aisha langsung mencoba menghubunginya. Namun sayang tak diangkat, meskipun dia sudah mencoba beberapa kali. Zayn lalu mengambil ponsel istrinya untuk melihat nomor itu dan mencoba lagi untuk terus menghubunginya.
Sementara Aisha terus mencoba menenangkan sang kakak yang masih saja histeris ketakutan, yang lainnya berdiskusi untuk melakukan apa yang sebaiknya dilakukan sekarang.
"Kita panggil terapisnya saja."
Semua orang menyetujui.
Sementara itu.
Lela masih tak bisa dikendalikan, masih menangis ketakutan dengan terus memanggil nama Ummi dan Abah berkali-kali, membuat Aisha yang dengan setia duduk di sampingnya menangis sedih melihat keadaan sang kakak yang seperti itu.
"Abah. Tolong aku. Aku ingin pulang. Ummi, aku ingin pulang." Lela bergumam terus menerus seperti itu dengan sambil menangis dan tubuh gemetar ketakutan.
"Kakak. Sadarlah kak, Abah sudah tidak ada." Aisha menangis. Dia mencoba memeluk kakaknya.
Lela tak mendengar, dia terus saja memanggil nama Abah.
Tak berapa lama, Diah datang. Terapis Lela itu syok melihat keadaan pasiennya seperti itu.
Setelah Zayn menjelaskan semuanya, dia tampak berpikir sambil mencoba memprediksi apa yang terjadi.
"Mungkinkah mantan suaminya menelepon?" tanyanya sambil melihat semua orang.
Semuannya saling berpandangan.
"Tidak mungkin. Mantan suaminya ada di penjara."
Anita dan Aisha selesai mengganti baju Lela yang kini sudah tertidur akibat dari suntikan penenang yang diberikan oleh Diah.
Diah lalu menceritakan kepada mereka berdua tentang hasil kesehatan mental Lela yang seharusnya sudah sembuh.
"Sepertinya ada sesuatu yang tiba-tiba memantik ingatannya untuk kembali pada masa buruk itu." Aisha melihat Diah.
"Sesuatu itu sangatlah penting hingga membuat lukanya yang sudah menutup bisa kembali terbuka lagi dengan lebar," jawab Diah.
"Dan hanya Ammar mantan suaminya yang bisa melakukannya." Anita melihat Aisha dan Diah.
***
Aisha tak bisa tidur, dia terus mengusap pipi kakaknya yang sudah terlelap, dengan sesekali menyeka air matanya, Aisha terus membacakan doa demi kesembuhan sang kakak.
"Tidurlah Aisha. Ini sudah sangat malam. Begadang tidak baik untukmu saat ini." Anita yang juga ada disana memegang bahu sahabatnya.
"Biar aku yang menjaga kakakmu disini, lagi pula dia tidak akan bangun sampai besok pagi, Bu Diah sudah memberinya obat tidur."
Aisha melihat Anita dengan matanya yang sembab.
"Aku akan tidur disini saja." Aisha membaringkan tubuhnya di samping sang kakak.
Anita membantu menyelimuti keduanya.
Aisha kembali melihat wajah kakaknya.
"Diantara saudari-saudariku yang lain, kak Lela yang paling pendiam, dari dulu dia tak banyak bicara dan suka mengalah, tapi dia sangat penyayang dan penyabar. Dari kecil aku lebih dekat dengannya karena mungkin jarak usia kami yang hanya berbeda 2 tahun saja."
Anita mendengarkan Aisha.
"Hatinya sangat lembut, mudah mengasihani dan membantu orang lain." Aisha memegang jari jemari kakaknya, dengan air mata yang merembes membasahi bantal di bawahnya.
Anita mengusap punggung Aisha.
"Jika aku disebut anak kesayangan Abah. Maka semua orang tahu jika Kak Lela anak kesayangan Ummi," lanjut Aisha lagi.
"Jika Ummi tahu keadaan kak Lela seperti ini, aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaannya." Aisha kembali menahan isak tangisnya.
***
Pagi hari.
Anita sibuk memasak di dapur membuat sarapan sementara para lelaki tampak termenung memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada Lela tadi malam.
"Apakah aku harus pergi ke rutan untuk memastikan apakah Ammar masih dipenjara atau sudah bebas?" tanya Alvian melihat Zayn dan Zaidan.
"Itu benar. Kita harus pergi kesana dan memastikannya." Zayn menyetujui ide Alvian.
Tiba-tiba mereka semua dikagetkan oleh suara jeritan dan tangisan Lela lagi.
Anita dan Zayn langsung masuk ke dalam kamar.
Keduanya mendapati Lela yang lagi-lagi histeris ketakutan, duduk di pojokan kamar sambil memanggil nama Abah dan Ummi berkali-kali.
Sementara Aisha duduk disampingnya dengan sambil menangis sedih.
"Kakak. Aku mohon sadarlah."
Harapan mereka jika Lela akan kembali normal jika terbangun nanti ternyata tidak terjadi, Lela tetap pada keadaannya yang tidak sadar seolah ingatannya kembali pada masa itu, bahkan terus memanggil nama Abah yang sudah tiada berkali-kali.
***
Ahmad datang bersama Ridwan juga Siti dan juga suaminya Andre.
Kedatangan ketiga kakaknya langsung disambut isak tangis dan peluk Aisha.
"Kakak." Aisha menenggelamkan wajahnya pada dada sang kakak tertua, Ahmad.
"Apa yang terjadi dik?" tanya Ridwan dan Siti penasaran.
"Kak Lela." Aisha menunjuk kamar Lela sambil menangis.
Siti langsung bergegas masuk ke dalam, begitu juga dengan Ahmad juga Ridwan.
Siti tak bisa membendung air matanya melihat keadaan sang adik yang tampak sangat menyedihkan tengah duduk di pojokan dengan badan gemetar ketakutan memanggil nama Abah dan Ummi.
Siti menghambur memeluk adiknya. Tak berkata apapun hanya isak tangis yang bersuara.
Ahmad dan Ridwan menghampiri keduanya dengan wajahnya yang syok.
Ahmad berlutut mendekati adiknya.
"Dik."
Mendengar suara Ahmad, Lela seakan tersadarkan.
"Kakak." Lela menatap wajah Ahmad dengan lekat sambil menangis.
"Iya dik. Ini kakak."
Lela langsung memeluk Ahmad dengan erat.
"Mana Abah kak? Kenapa Abah tidak datang? Kakak bawa aku dari sini kak, aku takut kak." Lela memeluk Ahmad semakin erat.
Ahmad mengangguk sambil menangis.
"Tenang. Sekarang sudah ada kakak. Kamu akan aman sekarang. Tak akan ada yang bisa menyakitimu lagi," bisik Ahmad terbata.
Lela mencoba menghentikan tangisnya. Dia melihat kakaknya Ridwan.
"Kak. Ayo kita pulang. Bawa aku pulang. Aku ingin segera bertemu Abah." Lela mencoba beranjak dari duduknya.
Ridwan segera memeluk Lela yang kini sudah berdiri.
"Iya. Ayo kita pulang."