NovelToon NovelToon
Di Ulang Tahun Ke-35

Di Ulang Tahun Ke-35

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Selingkuh / Cerai / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:7.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ama Apr

Di malam ulang tahun suaminya yang ke tiga puluh lima, Zhea datang ke kantor Zavier untuk memberikan kejutan.

Kue di tangan. Senyum di bibir. Cinta memenuhi dadanya.

Tapi saat pintu ruangan itu terbuka perlahan, semua runtuh dalam sekejap mata.

Suaminya ... lelaki yang ia percaya dan ia cintai selama ini, sedang meniduri sekretarisnya sendiri di atas meja kerja.

Kue itu jatuh. Hati Zhea porak-poranda.

Malam itu, Zhea tak hanya kehilangan suami. Tapi kehilangan separuh dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ama Apr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

Zavier terdiam mendengar ucapan Zhea barusan. Ia mematung, menatap kaku pada tubuh istrinya yang sudah masuk ke dalam kamar.

"Zavier! Keluar dari rumah ini!" Suara ayahnya terdengar muncul dari belakang.

Zavier membalik badan. Pikirannya tiba-tiba linglung. "Pa ..."

"Pergi! Dan jangan kembali menampakan wajahmu di depan kami sebelum kau menyadari semua kesalahanmu dan meminta maaf pada Zhea dan anakmu!" bentak Soni sambil mengacungkan telunjuknya ke wajah Zavier.

Tanpa banyak berkata, Zavier melangkah, melewati tubuh sang ayah. Kembali turun ke lantai satu.

Di ruang tengah, ia melihat sang ibu sedang meraung di sofa dipeluk oleh Arin.

"Ma ..." Zavier berhenti sejenak, namun hardikan Rindu membuatnya kembali melanjutkan langkah.

"Pergi dari rumah ini! Mama tidak mau melihat wajahmu lagi Zavier! Mama malu punya anak seperti kamu!"

Dengan langkah berat dan emosi tertahan, akhirnya Zavier keluar dari rumah itu.

Ketika Zhea masuk ke dalam kamar, ruangan itu masih berbau parfum Zavier, bercampur aroma lembaran baju dari laundry yang baru dikirim siang tadi. Semua terasa asing kini, seakan kamar itu bukan lagi miliknya.

Zhea melirik Bi Acih, menyuruh pembantunya itu untuk keluar dari kamar, tanpa kata hanya anggukan kepala saja.

Dan Bi Acih mengerti. "Sabar ya, Bu," kata pembantu berdaster biru itu.

Lagi-lagi Zhea mengangguk.

Begitu pintu tertutup, ia langsung duduk di sebelah boks bayi, di mana ada sang buah hati sedang tertidur lelap.

Zhea menyentuh pipi Zheza dengan telunjuknya. Berbisik lirih dengan suara bergetar. "Sayang, maafin Mama, ya ... besok pagi, kita harus pergi dari sini. Kita kembali ke rumah Oma. Dan juga mulai malam ini, kamu tidak akan merasakan kasih sayang seorang ayah lagi. Tapi Mama janji ... Mama akan jadi ibu sekaligus ayah untukmu, Nak. Kamu ... tidak akan kekurangan kasih sayang." Untuk pertama kalinya malam itu, air mata Zhea menetes. Bukan karena menyesal memutuskan untuk berpisah dari Zavier, tapi dia menangis karena prihatin melihat putrinya yang terpaksa harus kehilangan sosok ayah di usia sekecil ini. "Tumbuhlah jadi anak yang kuat, ya, Nak. Mari kita lalui hidup ini dengan penuh cinta." Zhea bangkit, merunduk dan mencium kening Zheza.

Zhea beranjak dari samping boks bayi, ia mengambil koper besar dari lemari atas. Saat menarik ritsletingnya, suara kecil itu terdengar seperti simbol sesuatu yang retak permanen di hidupnya.

Zhea mulai memasukkan pakaian secara mekanis ... blus, celana, dress tanpa memilih. Kini, matanya berkaca-kaca setiap kali melihat benda-benda yang mewakili pernikahannya.

Gaun putih yang ia pakai saat anniversary pertama pernikahannya. "Aku tidak akan membawanya," desisnya membiarkan gaun itu tergantung di lemari.

Satu foto di meja rias menarik pandangannya. Foto dia dan Zavier yang sedang menggendong Zheza, diambil saat Zheza menginjak usia satu bulan. Foto itu memperlihatkan aura kebahagiaan yang tidak terkira. "Kau memang pelakon yang handal, Zavier. Kau tutupi kebusukanmu dengan kasih sayang, materi yang melimpah, perhatian dan keharmonisan di atas rata-rata. Ternyata semuanya hanyalah dusta." Dengan tangan gemetar, Zhea mengambil foto itu, menatap beberapa detik, kemudian meletakkannya telungkup di dalam laci. Ia tidak tega membuang ... karena ada foto Zheza di dalamnya. Namun ia tidak sanggup melihatnya lagi.

Di tengah kegiatan berkemas-kemas itu, tiba-tiba terdengar langkah cepat di luar kamar diikuti suara isakan.

Arin muncul di ambang pintu, matanya bengkak, hidung memerah dan napasnya tersengal. "Kak Zhea mau ke mana? Please, Kak. Jangan pergi ..."

Zhea mengangkat wajah dan menatap Arin. "Rin, Kakak mau pulang ke rumah Mama. Meskipun rumah ini atas nama Kakak, tapi Kakak nggak bisa tinggal di sini lagi. Terlalu banyak kenangan Zavier di rumah ini."

Arin masuk dan langsung memeluk kakak iparnya dari samping, seperti anak kecil yang ketakutan ditinggal. "Jangan pergi, Kak. Aku nggak mau jauh dari Kak Zhea dan Zheza."

Zhea mengusap rambut Arin lembut. "Rin, meski kita berpisah ... tapi kamu tetap bisa menghubungi dan mengunjungi Kakak dan Zheza, kapan pun kamu mau."

Arin menangis lebih keras, lututnya lemas sampai ia duduk di lantai. "Ini semua gara-gara Zavier! Dia rela menghancurkan rumah tangganya, rela meninggalkan istri sesempurna Kak Zhea dan buah hati selucu Zheza demi ember buluk seperti si Elara. Dia benar-benar lelaki paling bodoh di dunia," jerit Arin tertahan.

Zhea ikut duduk, memeluk Arin erat. "Sudah, Rin. Itu keputusan dia. Biar dia bahagia dengan pilihannya." Pada akhirnya, tangisan mereka berpadu, memenuhi kamar yang tadinya sunyi.

Beberapa menit kemudian, pintu kembali terbuka, Rindu berdiri dengan wajah sembap. Ia menatap koper yang sudah setengah penuh, air matanya jatuh lagi. Lalu berjalan menghampiri Zhea dan Arin. "Zhea ... kamu beneran mau pergi dari rumah ini, Nak? Padahal tetaplah tinggal di sini. Ini kan rumah kamu."

Zhea menunduk penuh hormat, suaranya serak. "Aku nggak bisa tinggal di sini lagi, Ma. Rumah ini terlalu menyakitkan untuk kutinggali. Di sini ... aku pernah punya harapan bisa menghabiskan masa tua bersama Zavier serta melihat Zheza tumbuh besar. Tapi ternyata manusia memang hanya bisa berencana, semuanya ada di tangan Tuhan."

Rindu menggeleng tegas. "Maafkan Mama, Zhea. Maaf karena Mama gagal mendidik Zavier. Dia menorehkan luka yang amat dalam kepadamu." Ucapan itu hampir membuat Zhea runtuh lagi. Dia refleks memeluk Rindu.

Soni muncul menghela napas berat. "Maafkan Papa juga Zhea. Papa telah gagal menjadikan Zavier sebagai suami yang baik, setia dan bertanggung jawab. Papa malu dan sangat merasa bersalah sekali padamu dan juga Zheza ..."

Zhea mengangguk lirih sambil menyeka air mata.

Suasana kamar itu penuh sesak ... pakaian berserakan, koper terbuka, air mata yang tak berhenti jatuh, dan cinta yang tak lagi sama.

Di tengah kekacauan itu, Zhea menarik napas dalam-dalam, menatap koper yang kini hampir penuh.

Ini adalah malam terakhirnya menjadi menantu keluarga Dinata.

Setelah tangisan itu mereda, Rindu dan Soni beranjak menghampiri Zheza. Mereka berdua menatap bayi gembul itu dengan mata yang kembali berair.

"Zheza, maafkan Nenek dan Kakek ya?" Rindu mengusap pipi cucunya dengan telunjuk yang gemetar.

"Jadilah anak yang berbakti dan sayang pada keluarga, sayang. Meski Papamu tak peduli ... kamu tidak usah takut, ada kami yang akan selalu mempedulikan, menyayangi dan memberikan apa yang kamu mau. Kakek dan Nenek sayang kamu, Nak." Soni tak kuasa menahan tangis. Ia mendongakkan wajah, dadanya semakin sesak. Mengingat bayi sekecil Zheza harus kehilangan kasih sayang seorang ayah.

_______

Matahari baru merayap di balik tirai saat Zhea membuka mata. Ia hampir tidak tidur semalam. Kepalanya berat, tapi hatinya jauh lebih sakit. Suara napas lembut bayi di sampingnya adalah satu-satunya hal yang membuatnya bertahan.

Zheza putri kecilnya, masih terlelap di sebelahnya. Pipi mungilnya bergerak pelan, sesekali tersenyum kecil di dalam tidur.

Zhea menatapnya lama, lalu mengelus pipi lembut itu. "Sayang ... pagi ini kita pulang ke rumah Oma, ya? Mama nggak mau kamu tumbuh di rumah yang penuh kebohongan," bisiknya.

Zhea berdiri, meregangkan tubuh yang pegal karena beres-beres semalaman. Koper yang ia siapkan tadi malam sudah berdiri rapi di dekat pintu kamar.

Ia mulai mempersiapkan perlengkapan Zheza. Botol susu, beberapa pakaian, selimut tipis favorit Zheza yang ada gambar awannya, minyak telon dan mainan berbunyi lembut.

Setiap kali ia melipat pakaian kecil itu, Zhea tertegun. Pikirannya melayang pada masa depan putrinya. "Zheza akan hidup tanpa sosok ayah. Tapi itu tidak masalah. Aku kuat, dan aku pasti mampu membesarkan Zheza sendirian."

Pintu kamar diketuk pelan. Rindu masuk dengan mata yang masih bengkak. "Pagi, sayang ..." suaranya serak penuh kesedihan.

Zhea tersenyum lemah. "Pagi, Ma."

Rindu mendekat ke atas ranjang dan menatap Zheza yang masih tidur.

Mata wanita itu langsung berkaca-kaca lagi. "Zhea ... bolehkah Mama menggendong Zheza sebelum kalian pergi?"

Zhea mengangguk, dan dengan penuh kehati-hatian, Rindu mengangkat Zheza ke pelukannya. Wanita itu terisak pelan. "Zheza, sekali lagi maafkan Nenek dan Kakek, ya?"

Zhea menunduk, jemarinya meremas ujung baju tidur. "Ma, jangan terus menyalahkan diri. Mama dan Papa nggak salah. Semua ini mungkin sudah menjadi takdir hidupku."

Tiba-tiba, Arin datang tergesa-gesa, rambutnya masih berantakan, matanya sembap. Ia langsung memeluk Zhea dari belakang. "Kak, jangan pergi!"

Zhea mengusap tangan Arin yang melingkar di lehernya. "Maaf, Rin. Tapi keputusan Kakak sudah bulat. Kalau kamu kangen Kakak dan Zheza ... datang saja ke rumah Mama. Kamu menginap di sana." Zhea berusaha menahan air matanya supaya tak tumpah.

Arin menangis lagi. "Tapi Kak Zhea sarapan dulu kan di sini?"

Zhea mengangguk pelan. "Iya."

Rindu menidurkan Zheza kembali ke atas ranjang. Soni muncul di ambang pintu, menatap keluarganya yang kini akan kehilangan dua anggota.

Setelah semuanya siap, Zhea menggendong Zheza yang sudah bangun dan tersenyum kecil seakan tidak sadar rumahnya baru saja retak.

Zhea mencium kepala putrinya, memejamkan mata sejenak. Hari ini, ia bukan hanya keluar dari rumah itu, tapi meninggalkan seluruh kenangan dan juga luka di dalamnya.

Aroma bubur ayam hangat memenuhi ruang makan, tapi tidak ada satu pun yang punya selera untuk makan. Meja itu biasanya penuh tawa kecil, suara Rindu yang cerewet, dan Arin yang suka mengoceh ceria.

Tapi pagi ini sunyi. Sunyi yang menyesakkan.

Zhea duduk dengan Zheza di pangkuan, bayi itu menghisap dot sambil sesekali menggerakkan tangan mungilnya.

Zhea mencoba tersenyum pada putrinya, tapi bibirnya bergetar.

Rindu menatap Zhea lama, lalu tiba-tiba meletakkan sendok dan menutup wajahnya. "Zhea ... Mama benar-benar tidak kuat harus kehilangan kamu ..." Suaranya pecah, tubuhnya bergetar menahan tangis yang meledak tanpa bisa ia kontrol.

Soni mengusap bahunya, namun pria itu sendiri tampak berjuang menahan haru. "Rumah ini akan sepi setelah kamu pergi."

Zhea menunduk, meneteskan air mata yang jatuh ke selimut kecil Zheza.

Ia menggeleng perlahan. "Maafkan aku, Ma, Pa ... terima kasih sudah menjadi mertua yang baik hati dan penyayang. Kalian adalah mertua terbaik di dunia ini."

Rindu berdiri, berpindah ke samping Zhea. Ia meraih tangan Zhea, menggenggamnya erat sekali, seperti terakhir kalinya ia bisa menyentuh putri yang tidak ia lahirkan, tapi sangat ia sayangi. "Meskipun nanti kamu sudah bercerai dengan Zavier ... tapi kamu akan tetap menjadi menantu Mama. Kamu akan tetap menjadi bagian keluarga Dinata."

Arin, yang sedari tadi menatap piring kosong, tiba-tiba berdiri dan memeluk Zhea dari samping sambil sesenggukkan keras. "Kak ..." Pelukannya membuat Zhea terisak. Ia membalas pelukan itu dengan satu tangan, sambil mengayun-ayun tubuh Zheza yang tiba-tiba menangis. Seolah bayi itu tahu, jika hari ini adalah hari terakhirnya bersama keluarga sang ayah.

Soni mengambil alih sang cucu dari pangkuan Zhea. Ia menggendong bayi itu dengan sangat hati-hati, terlihat jelas betapa besar cintanya pada cucu kecilnya. Soni mengecup kening Zheza, suaranya serak. "Maafkan Kakekmu ini, Nak ... maafkan keluarga ini."

Zhea tak kuat melihatnya. Isakannya berubah menjadi sesenggukkan. Ia menangis bukan karena ia menyesal meninggalkan Zavier, tapi karena ia mencintai keluarga ini seperti keluarga sendiri.

Rindu kembali duduk, menggenggam tangan Zhea di kedua tangannya. "Kalau suatu saat kamu butuh bantuan ... datanglah ke Mama dan Papa."

Zhea mengangguk sambil terisak. "Terima kasih, Ma. Aku sayang kalian."

Suasana sarapan itu penuh sesak oleh isakan dan kehangatan yang menyakitkan ... seperti perpisahan yang tidak seorang pun inginkan, tapi harus tetap berpisah.

Zhea menatap satu per satu wajah mereka, lalu mengusap air matanya dengan punggung tangan. "Aku akan selalu menganggap kalian sebagai keluargaku."

Dan kalimat itu membuat semua orang menangis lebih keras. Termasuk Bi Acih juga sesenggukkan di dekat kompor.

"Semoga kamu dan Zheza selalu hidup bahagia, Nak," ucap Rindu penuh air mata.

1
Daulat Pasaribu
jgn macam cerita india ya thor,uda dapat bukti malah dirahasiakan.mending langsung aja di laporkan ke polisi
Ama Apr: hehe siap kk
total 1 replies
Erviana Anna
serahkan juga sekalian bukti kejahatan Zavier sama papanya pada polisi supaya gak jadi nikahin si Pelakor,, enak aja pelakornya menang. biarin Zavier menderita atas perbuatannya
Ama Apr: yoyoyy
total 1 replies
partini
OMG ada bukti,,,semoga dapat Ganjaran yang setimpal kamu anak durhaka
Ama Apr: sipsipp
total 1 replies
Erviana Anna
pengen sii Zavier menyadari kesalahannya menyesali semua perbuatannya, terus berjuang kembali mendapatkan cintanya Zhea dan buciiin bangeett nantinya, kok gak rela yaa mereka cerai, soalnya mertua sama iparnya baik banget sama Zhea,, dan si Pelakor akan merasa menang,, kasihan nanti mertua dan iparnya kalo sipelakor itu berulah, gak tega mereka di jahatin
Ama Apr: Tunggu kelanjutannya hari ini ya, Kk🫶
total 1 replies
November
lanjut
Ama Apr: besok y Kk🫶
total 1 replies
partini
makasih Thor udah up lagi give coffee for you
Ama Apr: hehe sama2 kk😍
total 1 replies
partini
ini bukan nya sadar malah berubah jadi iblis,,ga ada harapan memperbaiki diri kalau belum Sekarat
memang cocok mereka berdua sama-sama iblis
Ama Apr: ah benar sekali, jodoh adalah cerminan diri🤭
total 1 replies
partini
hemmm apa ada rencana ga jadi cerai ini ,, emmmmm
Ama Apr: ahh tidak mungkin
total 1 replies
November
lanjut
Ama Apr: Oke Kk ☺
total 1 replies
partini
nyesek ey
Ama Apr: 🥹🥹🥹🥹 nangis aku juga
total 1 replies
partini
kau akan menjadi gila karena rasa bersalah mu yang menghatui siang malam anak durhaka
Ama Apr: pasti itu
total 1 replies
partini
gelap mata ni anak ,,dah ga ada harapan insaf malah jadi iblis
Ama Apr: huhu bener
total 1 replies
Daulat Pasaribu
papa soni jgn dibuat meninggal thor,enak kali pasangan selingkuh hidupnya bahagia
Ama Apr: smg selamat y
total 1 replies
partini
wah sampe segitunya gara" jalang wah wah perlu masuk penjara dia biar kapok ,apa nanti ayahnya ga bunuh sekalian OMG semoga aja ada yg lihat
Ama Apr: 🥹🥹🥹 tp yakin, hidup dia tidak akan tenang
total 3 replies
partini
udah berapa hari ini udah anda notif up di cek belum ada bab nya Thor
Ama Apr: wah knp y kk
ktknya, eror mungkin
total 1 replies
Maemanah
lanjut thor ❤️❤️❤️👍👍👍
Ama Apr: siap kk
makasih😍
total 1 replies
partini
hemmm semoga di tendang keluar kere kere deh
Ama Apr: iya, pastilah dikasih pelajaran
total 3 replies
partini
duhhh di puja puja Ampe segitunya si El,,coba apa iya dia secinta itu sama kamu zav siapa tau sekarang lagi main kuda" sama yg lain apa sekarang tau kamu di usir sama ortu
gimana yah reaksi zavier kalau lihat El lagi kuda" sama laki laki lain
seperti istrimu yg melihat mu pasti booom like nuklir
Ama Apr: biasa kk lagi puber kedua🤣
total 1 replies
Daulat Pasaribu
suami bodoh selingkuh sama pelacur,hanya karena istrinya gk cantik lagi
Ama Apr: nafsu sesaat yg menyesatkan
total 1 replies
Maemanah
lanjut thor 👍👍👍👍❤️❤️❤️
Ama Apr: siap kk😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!