Irsyad mendapat tugas sulit menjadikan Bandung Medical Center sebagai rumah sakit pusat trauma di Bandung Timur.
Kondisi rumah sakit yang nyaris bangkrut, sistem yang carut marut dan kurangnya SDM membuat Irsyad harus berjuang ekstra keras menyelesaikan tugasnya.
Belum lagi dia harus berhadapan dengan Handaru, dokter bedah senior yang pernah memiliki sejarah buruk dengannya.
Bersama dengan Emir, Irsyad menjadi garda terdepan menangani pasien di Instalasi Gawat Darurat.
Terkadang mereka harus memilih, antara nyawa pasien atau tunduk dengan sistem yang bobrok.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berlapang Dada
“Ibu Teni berhak tahu kebenarannya. Bagaimana menurut dokter?” tanya Irsyad setelah mengakhiri ceritanya.
“Apa Ibu Teni sudah sadar?”
“Belum. Dia masih berada dalam pengaruh obat bius.”
“Jika dia sudah sadar, tolong kabari saya. Saya akan langsung ke BMC. Dokter boleh menceritakan semua kebenarannya pada Ibu Teni dan suaminya, tapi setelah saya sampai di sana.”
“Baiklah. Saya tunggu kedatangan dokter.”
Panggilan keduanya segera berakhir. Irsyad nampak termenung setelah berbicara dengan dokter Tarigan. Sungguh dia tidak menyangka kalau reaksi dokter kandungan tersebut begitu terbuka.
“Apa dia setuju datang?”
“Ya, setelah Ibu Teni sadar, dia akan langsung ke sini.”
“Berarti ada itikad baik darinya untuk menyelesaikan persoalan.”
“Ya, semoga saja.”
“Kenapa dokter terdengar pesimis sekali?”
“Karena ada seseorang yang ku kenal. Setelah melakukan kesalahan, alih-alih mengakui kesalahan dan meminta maaf, justru menutupi dan melemparkan kesalahan pada orang lain.”
“Siapa?”
Tidak ada jawaban dari Irsyad. Pria itu memilih berdiri kemudian meninggalkan ruang istirahat. Nayraya yang masih penasaran hanya bisa meredam rasa ingin tahunya. Terkadang Irsyad selalu bersikap misterius yang membuatnya selalu penasaran.
Tak berselang lama, wanita itu menyusul keluar. Dia memilih kembali ke IGD, melanjutkan pekerjaan daripada mati penasaran karena ulah Irsyad.
***
Setelah Teni terbangun, Irsyad langsung mengabari dokter Tarigan. Dokter kandungan itu menepati janjinya. Dia bergegas menuju BMC setelah mendengar soal Teni.
“Dokter Tarigan,” sapa Irsyad.
“Dokter Irsyad?”
“Ya. Ayo ikut dengan ku.”
“Sebentar dokter Irsyad. Ada yang mau ku perlihatkan pada dokter. Apa kita bisa berbicara di tempat yang tenang?”
Irsyad mengajak dokter Tarigan menuju ruang kerjanya yang masih berada di lantai dasar. Tidak jauh dari area IGD. Keduanya duduk bersama di sofa yang ada di ruangan.
Dokter Tarigan mengeluarkan ponsel lalu memperlihatkan sebuah tayangan video pada Irsyad.
“Saya memiliki kebiasaan mendokumentasikan prosesi operasi. Selain sebagai dokumentasi, video ini juga bisa dijadikan bukti apa yang terjadi di ruang operasi.”
Dokter Tarigan mempercepat durasi video sampai ke waktu akhir operasi. Setelah berhasil mengeluarkan janin yang sudah tidak bernyawa, kista dan indung telur, dokter Tarigan segera menyelesaikan operasi.
“Selesaikan sisanya,” ujar dokter Tarigan pada dokter residen yang membantunya.
“Hari itu aku menangani banyak pasien. Ibu Teni adalah pasien terakhir yang ku tangani. Setelah menjahit bagian dalam, aku menyerahkan sisa pekerjaan pada dokter Amir. Dia dokter residen yang membantu ku. Aku langsung keluar ruang operasi setelah menyerahkan tugas pada dokter Amir.”
“Jadi maksud dokter, orang yang sudah melakukan kesalahan adalah dokter residen anda?”
“Secara teknis, ya. Tapi saya tidak menyalahkan dokter Amir. Seperti yang saya bilang, hari itu kami mengalami hari yang sibuk. Ada banyak Ibu hamil yang harus kami tangani. Dokter Amir sama lelahnya seperti saya. Saya juga sudah menegurnya, tapi kesalahan tetap ada di saya. Harusnya saya tetap mengawasi dokter Amir menyelesaikan operasi, bukan meninggalkannya begitu saja. Jadi saya yang akan menemui Ibu Teni, mengakui kesalahan dan meminta maaf padanya. Tapi tolong dokter Irsyad jangan sebut soal dokter Amir. Dia dokter yang baik, calon dokter kandungan yang hebat. Jangan sampai karirnya ternoda karena kelalaian saya.”
Irsyad dibuat kagum dengan penuturan panjang lebar dokter Tarigan. Hanya sedikit saja pria seperti dokter kandungan ini. Yang mau mengakui kesalahan dan menutupi kesalahan anak didiknya. Andai Handaru melakukan ini, mungkin dia tidak akan membencinya seperti ini.
“Saya berjanji tidak akan mengungkit soal dokter Amir.”
“Terima kasih. Kalau begitu, apa bisa saya bertemu dengan Ibu Teni sekarang?”
“Mari.”
Irsyad segera memandu dokter Tarigan menuju ruang rawat inap di mana Teni berada. Keduanya menaiki lift yang akan membawa mereka menuju lantai enam. Sesampainya di sana, Irsyad langsung menuju kamar Teni. Di sana wanita itu sedang berbincang dengan suaminya.
“Siang Ibu Teni,” sapa Irsyad.
“Siang dokter Irsyad.”
“Bagaimana kabar Ibu Teni?” sapa dokter Tarigan yang muncul dari belakang Irsyad.
“Oh ya ampun dokter Tarigan.”
Wajah Teni nampak sumringah melihat kedatangan dokter kandungannya. Dokter Tarigan langsung menarik kursi di dekat ranjang wanita itu. Bersiap untuk pengakuan dosa.
“Saya dengar, dokter Irsyad hanya membutuhkan waktu lima belas menit untuk mengoperasi saya. Apa benar?”
“Ya, itu benar.”
“Apa yang terjadi pada saya? Apa indung telur saya masih aman?”
“Tentu saja. Indung telur Ibu masih aman. Sebenarnya tidak ada kondisi yang berbahaya pada organ Ibu. Rasa sakit yang Ibu derita berasal dari sisa kasa yang tertinggal saat operasi terdahulu.”
“Apa?”
Sontak Teni dan Arif saling berpandangan. Mereka kemudian melihat pada dokter Tarigan, meminta penjelasan lebih pada dokter kandungan itu. Dengan jujur dokter Tarigan mengakui kalau kasa yang diangkat tadi memang peninggalan operasi yang dilakukan olehnya, tanpa menyinggung dokter Amir sama sekali. Pria itu menanggung semua kesalahan seorang diri.
“Ini murni kesalahan saya. Secara pribadi meminta maaf yang sedalam-dalamnya. Saya akan menerima semua konsekuensi atas kelalaian saya. Kalau pun Ibu dan Bapak mau melaporkan saya ke ranah hukum, saya akan mengikuti.”
Untuk sesaat, baik Teni maupun suaminya hanya mampu terdiam. Keduanya masih mencerna informasi yang baru saja diterimanya.
“Kejadian seperti ini adalah hal langka yang terjadi pada dunia medis. Tapi di luar keteledoran yang dilakukan dokter Tarigan, operasi yang dilakukannya saat itu sangat baik. Tidak ada sisa kista, dan jahitannya pun sangat rapih.”
Dikarenakan dokter Tarigan sangat kooperatif dan mau mengakui kesalahannya secara jujur, Irsyad pun tergerak untuk membela dokter kandungan tersebut. Berharap Teni dan suaminya jangan sampai menuntut dokter Tarigan ke ranah hukum.
“Waktu itu saya mengeluh kesakitan. Tapi dokter mengabaikannya. Dokter hanya bilang kalau itu efek dari operasi yang dilakukan tanpa melakukan pemeriksaan lebih lanjut,” ujar Teni sambil mengusap sudut matanya yang berair.
“Saya minta maaf. Saya sudah lalai dan tidak menanggapi keluhan Ibu. Sekali lagi saya minta maaf.”
“Sekarang saya hanya memiliki satu indung telur, apa saya masih bisa punya kesempatan untuk memiliki anak?”
“Tentu saja, Ibu. Tidak ada yang mustahil di mata Allah. Asalkan kita tetap berusaha dan berdoa.”
“Apa dokter mau membantu saya? Agar saya bisa memiliki anak?”
“Kalau Ibu masih mempercayai saya, dengan senang hati saya akan melakukannya.”
Teni melihat sekilas pada suaminya. Kepala Arif mengangguk pelan. Tanpa berkata-kata, pasangan suami istri sudah mengambil kata sepakat atas pengakuan dokter kandungan di dekatnya.
“Saya dan suami saya memaafkan dokter. Terima kasih dokter mau mengakui kesalahan dan meminta maaf pada kami. Padahal bisa saja dokter menutupinya. Kami juga tidak akan mengajukan gugatan hukum. Banyak wanita di luar sana yang membutuhkan bantuan dokter Tarigan.”
“Alhamdulillah. Terima kasih atas kelapangan hati Bapak dan Ibu menerima permintaan maaf saya.”
“Dokter sudah membantu saya sebelumnya.”
“Sebagai permintaan maaf saya, Bapak dan Ibu bisa menjalani promil bersama saya, gratis. Tanpa dipungut biaya apapun.”
“Benarkah, dokter?”
“Ya. Ibu bisa datang ke klinik pribadi saya.”
“Ya Allah, terima kasih dokter. Terima kasih, dokter Irsyad.”
Irsyad hanya menganggukkan kepalanya seraya melemparkan senyuman. Perasaan pria itu turut senang dengan situasi sekarang. Hatinya lega melihat Teni dan Arif berlapang dada memaafkan kesalahan dokter Tarigan.
***
Setelah mendampingi dokter Tarigan menyelesaikan urusan dengan Teni dan Arif, Irsyad segera kembali ke IGD. Jam kerjanya masih belum berakhir. pria itu langsung menuju nurse station. Ekon langsung melaporkan dua pasien yang ditanganinya. Kedua pasien itu membutuhkan operasi.
“Setelah hasil tesnya keluar, jadwalkan operasinya untuk esok hari,” putus Irsyad setelah melihat rekam medis pasien.
“Baik, dokter.”
“Raya, bagaimana dengan Ibu Utari? Apa dia sudah dipindah ke ruang perawatan?”
Mendengar panggilan Irsyad untuk Nayraya yang berbeda sendiri, sontak menarik perhatian semua perawat yang ada di sana.
***
Langsung manteng antena para perawat nih😂
apa katanya gk takut dgn Dadvar....padahal ciut dlm hatinya pasti deh iya takut🫣
Bagus Davdar biar Sentanu mingkem, baru tau kalau dia bermasalah. Titip salam sama Sentanu, kalau dipulau Rinca butuh CMO kalau dia mau bisa tuh ngatur ngatur komodo, kali aja komodonya manut sama Sentanu😂😂😂