zahratunnisa, gadis berparas ayu yang sedang menempuh pendidikan di Dubai sebuah musibah menimpanya, hingga akhirnya terdampar di amerika.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ewie_srt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
empat belas
"jangan begitu ommar, kamu jangan nekad" mata zahra masih membelalak tak percaya. Ketika ia menggelengkan kepalanya, sisa air mata yang masih mengalir di pipi ikut berderai berjatuhan.
"kamu akan menyesalinya nanti"
Ommar menyambar jemari zahra, gadis itu sampai tergeragap kaget dan tak menduga.
"aku tak akan pernah menyesalinya, asal aku bisa hidup denganmu!"
Zahra berusaha menarik jemarinya, namun pria itu mengenggamnya erat.
"kamu tak mau kita berdosakan?, aku tahu kamu pasti gadis yang paham agama, berpegangan seperti ini pun, kamu pasti tahu bahwa kita tidak diperbolehkan..,aku akan secepatnya merealisasikan rencanaku tadi zahra, aku sudah tak sabar ingin hidup bersamamu"
Nafas zahra tercekat, air ludah yang ditelannya mendadak seperti duri. Perlahan ia menarik kembali jemarinya dari tangan ommar, dan kali ini pria itu melepaskannya.
"ommar.., apakah kamu yakin, kamu tak akan menyesali keputusan ini?"
"tidak zahra, aku yakin 100 %, seumur hidupku baru kali ini aku memiliki keinginan sendiri" mata hazel ommar terlihat sendu, wajah tampan itu menatap zahra penuh cinta. Keraguan menghampiri hati zahra kembali,
"Azan ashar sudah berlalu, mari kita pulang.." ajak ommar seraya berdiri, ia menunggu zahra berdiri. Namun gadis itu masih terlihat galau dan bingung
"kamu baik-baik saja di asrama, tunggu kabar dari aku yah, dan zahra..." pria itu terdiam sesaat.
"aku tahu temanmu tidak menyetujui rencana ini, jadi ini hanya antara kita berdua yah"
Kening zahra bekernyit keheranan, ia kembali menatap pria itu lekat. Ommar terlihat sangat yakin akan niatnya itu, dan tentu saja semakin membuat zahra ketakutan.
"kuliahmu bisa di lanjut di amerika saja"
Senyum mematikan ommar membuat zahra tak mampu berkata apapun, entah karena dia memang menyukai lelaki ini, atau memang otaknya sudah sedikit gila. Zahra hanya diam berjalan mengikuti langkah ommar tanpa semangat.
Adiba tak banyak bicara, gadis itu hanya bolak-balik mengamati wajah zahra, sepanjang perjalanan pulang zahra dan ommar juga terlihat diam.
Ommar, mengantarkan mereka sampai depan asrama, pria itu mengangguk manis, ketika zahra ijin turun.
"jadi gimana ra?" akhirnya adiba bertanya juga, rasa penasarannya sudah sampai ubun-ubun.
Zahra berjalan gontai, matanya masih sembab. Ia hanya menggeleng, peringatan ommar tadi membuatnya bingung.
"jangan bilang kamu galau lagi, kamu bingung lagi, iya raa?"
Zahra menatap mata indah adiba lekat, gadis tunisia itu terlihat sedikit marah.
"nggak bisa kek gini, biar aku yang ngomong sama pangeran ommar"
Zahra mencekal tangan adiba yang hendak berbalik, matanya menatap sedih.
"bantu aku melarikan diri, adiba"
Mata adiba membelalak sempurna, mulutnya ternganga lebar terkejut mendengar ucapan zahra.
"aku perempuan bodoh adiba, aku menerima lamaran pangeran ommar" suara zahra mulai terisak, bahunya terguncang. Adiba menatap ke sekeliling, dengan cepat ia merengkuh bahu zahra, membawanya berjalan menuju kamar mereka.
"jangan nangis raa, tenangkan dirimu"
Adiba mendudukkan zahra di tepian ranjang, sementara gadis manis bermata bola itu, duduk mencangkung di hadapan zahra yang masih menangis.
"aku beneran gadis bodoh adiba, aku tak mampu menolak pria itu"
Adiba mendesahkan nafasnya yang berat, mata bolanya itu terlihat iba.
"kalau begitu, kamu harus mulai belajar bagaimana menjadi madu yang baik, untuk putri latifa dan amira, raa"
Air mata zahra semakin deras berjatuhan di pipinya, tak ada sahutan dari mulutnya. Zahra mendadak merasa menjadi wanita terjahat yang pernah ada di muka bumi ini.
#######
Terbangun pagi itu, saat azan subuh berkumandang syahdu. Zahra tidak bangun dari tidur-tidur ayamnya, kebetulan zahra tak salat, sudah 3 hari ia kedatangan tamu bulanannya.
Mata sembab zahra mengamati semua gerakan adiba, sejujurnya ia merasa sedikit tak enak hati. Ada rasa bersalah menyelusup ke dalam hatinya, zahra menutupi sesuatu dari adiba.
Zahra menghela nafasnya, helaan itu terdengar berat. Mengapa ia lebih mendengar ommar dari pada temannya sendiri.
"raa, kamu nggak kemana-kemana kan?, nggak apa-apa jika kutinggal sendirian kan?"
Adiba yang ternyata sudah selesai salat subuh, duduk di meja belajar zahra, matanya yang besar menatapnya lekat.
Zahra bangun, seraya memeluk bantal ia beringsut menyandarkan tubuhnya ke dinding, mata indah zahra mengerling indah.
"emangnya kamu mau kemana?"
"hari ini dan besok ada acara di kedutaan tunisia, para mahasiswa disuruh harus hadir membantu mensukseskan acara tersebut"
Zahra mengangguk paham, ia tersenyum lembut menatap adiba.
"aku nggak kemana-kemana kok, pergilah"
Adiba mengangguk, gadis tunisia itu langsung berdiri. Menyambar handuk, dan menuju kamar mandi. Namun sebelum masuk, gadis cantik itu menoleh kembali menatap zahra serius.
"kalau ada apa-apa, telpon aku cepat yah, kalau ada yang ngajak kamu ketemuan, kabari aku" lagi-lagi zahra mengangguk, dengan senyuman manis menenangkannya.
########
Mata zahra terbeliak terkejut, tangannya bergetar menggulir pesan dari istri kedua ommar itu.
[hhhehhhh, ternyata kamu perempuan munafik yah zahra, kamu bilang nggak punya hubungan apapun dengan suamiku. Tapi kalian kemarin ketemuan di perpustakaan umum kan?]
Zahra menelan air ludahnya yang terasa seret di tenggorokan, ia tercekat. Tangannya sedang mengetikkan jawaban, ketika pesan baru dari amira masuk lagi.
[kamu palsu, zahra. Katanya nggak siap jadi istri ketiga, apakah karena itu kamu dan ommar sampai berpegangan tangan semesra itu?, ingin memastikan kalau kamu mau menjadi istri ommar?]
Mata zahra membeliak lebar, pesan yang di iringi dengan foto dirinya dan ommar yang sedang berpegangan tangan, membuatnya hampir terlonjak dari duduknya.
'aku bisa jelasin putri' ketik zahra cepat, nafasnya terasa sesak mendadak.
[hahahah, apa yang mau kamu jelasin?, tangisanmu pada ommar?pegangan mesra kalian?atau kemunafikanmu?]
Zahra menelan salivanya susah payah, pesan dari amira terasa semakin tajam dan sinis.
[kamu bisa jelasin langsung ke aku nggak?, kalau hanya lewat pesan seperti ini, aku kurang percaya]
'bisa..' tulis zahra secepat kilat,
'share saja di mana kita bisa ketemu'
[oke..] jawaban singkat amira, membuat zahra sedikit merasa lega.
"mudah-mudahan amira bisa menolongku, mungkin kalau aku cerita pada istri ommar langsung, putri itu bisa menyelamatkan aku dari kemelut ini" gumam zahra lembut penuh harap, wajah cantiknya terlihat berseri-seri.
"semoga amira mau menolongku bagaimanapun, sesuka apapun aku pada ommar, aku tetap tak boleh egois, tak mungkin ommar mengorbankan banyak hal demi aku, aku tidak selayak itu" gumamnya lagi seraya menggeleng sendu, zahra masih termenung ketika notif pesan di ponsel mengagetkannya.
Zahra membacanya dengan tenang, pesan dari amira itu menunjukkan tempat dimana putri itu mengajaknya bertemu.
Zahra bangun, menyambar handuknya. Ia ingin mandi terlebih dahulu, ponselnya di letakkan di atas ranjang. Dengan lincah zahra melangkah riang menuju kamar mandi, sekelumit harapan tebersit di hatinya, berharap bahwa putri amira bisa menolongnya.
Bersambung...