Agnes menjalani kehidupan yang amat menyiksa batinnya sejak kelas tiga SD. Hal itu terus berlanjut. Lingkungannya selalu membuat Agnes babak belur baik secara Fisik maupun Psikis. Namun dia tetap kuat. Dia punya Tuhan di sisinya. Tapi seolah belum cukup, hidupnya terus ditimpa badai.
"Bagaimana bisa..? Kenapa Kau masih dapat tersenyum setelah semua hal yang mengacaukan Fisik dan Psikis Mu ?" Michael Leclair
"Apa yang telah Dia kehendaki, akan terjadi. Ku telan pahit-pahit fakta ini saat Dia mengambil seseorang yang menjadi kekuatanku. Juga, Aku tetap percaya bahwa Tuhan punya rencana yang lebih baik untukku, Michael." Agnes Roosevelt
Rencana Tuhan seperti apa yang malah membuat Nya terbaring di rumah sakit ? Agnes Roosevelt, ending seperti apa yang ditetapkan Tuhan untuk Mu ?
Penasaran ? Silakan langsung di baca~ Only di Noveltoon dengan judul "Rencana Tuhan Untuk Si Pemilik Luka"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ATPM_Writer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Wanita yang berada di situasi tidak berdaya itu menangis. Bukan karena ancaman barusan, melainkan fakta bahwa tubuhnya menikmati sentuhan Charles. Dia sadar betul, sedikit lagi logikanya akan dilahap oleh hawa naf*su.
BRAK!!
Atensi Charles tertuju ke arah pintu, diikuti atensi Agnes yang bergerak lambat.
“??” Agnes bertanya-tanya siapa yang mendobrak pintu.
Penglihatan nya tidak jelas karena terpaut jauh dari pintu.
“Ya Tuhan... Semoga itu sekutu, bukan musuh.” Batin Agnes pasrah.
Dia sudah sangat pasrah pada situasi ini untuk beberapa saat kedepan. Dia sudah tidak kuat lagi mempertahankan kewarasan.
Tubuh tinggi dan berotot yang mendobrak pintu tadi tengah berdiri dengan nafas ngos-ngosan. Dia Michael. Michael Lecllair.
Dia dan Agnes terpisah jarak, namun penampilan wanita itu terlihat jelas oleh Michael.
Wajah yang penuh air mata, Bibir yang tampak berdarah, Nafas yang tidak stabil, iris mata yang kehilangan fokus, tangan terikat, serta tubuh yang terkulai lemah. Di tambah kancing baju nya yang tak lagi bertautan. Yang membuat rahang Michael semakin mengeras adalah jejak kemerahan yang sudah tertoreh di tubuh Agnes.
“Siapa Kau ?!” Teriak Charles penuh emosi.
Michael tidak menjawab. Dia merangsek dengan langkah lebar, memotong jarak antara kedua nya dalam sekejap dan langsung meluncurkan satu bogem mentah ke arah wajah Charles.
“Uhuukk.!!” Charles mengeluarkan darah yang tercipta dari gusi.
“Bajingan!!“ Umpatnya dan menerjang tubuh Michael.
Bukh!
Michael biarkan tinju itu mengenai wajah nya, kemudian membuang ludah ke arah samping
“Hanya ini kekuatan Mu ?”
Bukkhh!
Michael menerjangkan tinju yang lebih kuat, membuat Charles mengeluarkan darah lagi.
“Cuih! Kau tidak memiliki banyak kekuatan, tapi memiliki keberanian untuk melakukan hal ini pada Nya ? Bedebah Sialan.!”
Michael dan Charles terjun dalam perkelahian.
Michael terus mengeluarkan caci maki pada Charles, dan tidak membiarkan mulutnya memiliki kesempatan untuk balas mengumpat.
“...Suara itu, Michael ?” Ucap Agnes perlahan mengangkat pandangan. Dia beberapa kali berkedip untuk memperjelas penglihatan.
“Ah.. Syukurlah.. Syukurlah Dia datang..” Tutur Agnes tersenyum dengan air mata bahagia. Kembali Dia gigit bagian Bibir yang belum berdarah untuk mempertahankan kesadaran.
...***...
Sepuluh menit berlalu dengan cepat, namun Michael belum juga puas menghajar Charles. Walaupun keadaan Nya saat ini sudah pingsan karena Michael tidak sengaja meluncurkan satu pukulan ke ulu hati.
“Sini Ku bantu mengeluarkan darah gatal yang terpelihara dengan baik di dalam tubuh Mu,” cetus Michael dan mempersiapkan pukulan.
“Arrhhhkk.!!”
Teriakan Agnes berhasil menarik atensi nya dalam sekejap. Michael pun mendekati Agnes. Butuh waktu beberapa menit untuk membuka tali yang mengikat tangan wanita itu.
Nafas Agnes semakin tidak terkendali. Tubuhnya bagai terbakar.
“Hahh.. Haah.. Menjauh lah..” Bisiknya pelan sambil memberikan dorongan tidak bertenaga.
“Tunggu, reaksi Mu— Bajingan itu!” Michal kembali melempar tatapan tajam pada Charles. Rasa benci semakin menguasainya saat tau apa yang Charles masukkan kedalam tubuh Agnes.
“Hei, tenanglah.. Atur nafas Mu. Ayah dan yang lain nya akan segera sampai. Mereka membawa dokter untuk mengantisipasi hal ini....”
Mata Agnes kehilangan fokus. Pendengaran nya tidak berfungsi dengan baik. Dia tidak tau lagi apa yang Michael katakan.
Kewarasannya berhasil dilahap hawa naf*su.
Penglihatan perlahan Agnes semakin jelas. Netra nya hanya tertuju pada jakun Michael yang bergerak naik turun, pada bibir tipis yang terletak di bawah hidung mancung, serta dadanya yang terpampang dengan jelas. Perkelahiannya dengan Charles tadi mengakibatkan tiga kancingnya terlepas.
Kini, tubuh Agnes di kendalikan oleh has*rat. Kaki nya sudah bisa digerakkan. Dia pun bergerak dan melingkarkan kedua tangan di leher Michael.
“..Tidak!” Lontar Michael sambil menutup mulut Agnes yang ingin mencium nya.“..Kau akan membenci diri Mu saat mendapati kesadaran kembali.”
“??” Tanda tanya tersirat, lalu Agnes menjilat telapak tangan Michael.
Micahel tersentak, namun tidak menarik tangannya. Dia menghela nafas panjang kemudian melepaskan kedua tangan Agnes yang melingkar di leher. Dia berusaha keras agar tidak menyakiti Agnes dengan tindakannya.
Michael menyandarkan Agnes di tembok, kemudian mencari remote Ac. Setelah menemukan benda itu, Michael menurunkan suhu menjadi 10 Derajat. Semenit kemudian, Dia datang dengan segelas air berisikan banyak es batu.
Udara yang semakin mendingin mulai menenangkan tubuh Agnes yang terasa terbakar, walau sedikit.
“Tuangkan air itu... Pada tubuh Ku.” Pinta nya dengan suara lemah.
Pelan, Michael menyodorkan gelas itu ke bibir Agnes yang terluka.
“Ini untuk di Minum.”
Agnes memalingkan wajah. Merasa tak sudi menerima barang-barang yang berasal dari Penthouse Charles.
“Tenanglah. Ini untuk menghindari dehidrasi.”
Patuh, Agnes meneguk air dingin yang Michael berikan. Enam tegukan, dan air habis.
Kini Michael duduk bersandar di tembok, namun menjaga jarak. Sekitar dua meter dari posisi Agnes yang terduduk lemah.
“Maaf... Aku terlalu buru-buru dan tidak memakai Jaket ataupun Blazer.”
“....” Agnes menggeleng pelan. Mengirim isyarat bahwa tidak apa-apa.
“Mau Ku carikan selimut di Penthouse ini ?”
Lagi, gelengan pelan terlihat.
“Aku sudah tau Kau akan menolak. Ku mohon bertahanlah, sedikit lagi pertolongan akan datang.”
Agnes mengangguk. Berusaha keras menahan rasa dingin dan panas yang tengah bertengkar di dalam tubuh. Berusaha agar hawa naf*su yang tengah memberontak ingin keluar dari dalam tubuh tersekap dengan baik.
“....”
Hening.
Agnes melirik, Didapati lah tatapan teduh yang memandangnya dengan penuh kekhawatiran.
Agnes menarik garis senyum. Mencetak senyuman yang pernah Michael lihat saat pertemuan pertama Mereka. Netra dengan corak Hazel itu kini mengirimkan isyarat. Michael tau betul isyarat apa yang Agnes berikan. Isyarat mengucapkan kata ‘Terimakasih’ lewat penuturan mata dan cetakan senyum.
“!” Bagian lubuk hati terdalam Michael seolah tertikam. Semakin tak tega melihat wanita lemah itu tengah berjuang untuk melawan hasrat dengan bantuan suhu dingin yang entah sampai kapan akan bertahan.
“Hahh.. Haah.. Michael...” Panggilan yang mirip bisikan itu terdengar jelas di gendang telinga.
“Hm ? Apa Kau membutuhkan air dingin lagi ?”
“Aku... Tidur ... Boleh ?”
“Tidak... Tolong pertahan kan kesadaran Mu.”
“Ceritakan... Sesuatu...”
“Baiklah.. Em..” Pikiran Michael berantakan. Tidak tau ingin menceritakan apa. Dia tengah di landa kekhawatiran karena kondisi Agnes, otaknya tidak tau harus memilih apa untuk di ceritakan.
“...Alasan..”
“Hum ? Apa maksud—“
“Kenapa... Kau tidak... Melakukan hal.. itu ? Ini.. Kesempatan bagus..”
Tak butuh waktu sedetik pun untuk mencari jawaban. Usai Agnes bersuara, Michael langsung menjawab sambil membalas atensi Hazel eyes yang mengarah pada nya.
“Kau tau, Agnes ? Sejak pertemuan Kita di gereja dan pertemuan-pertemuan selanjutnya, entah kenapa sudah berhasil menciptakan ambisi menginginkan Mu. Aku menginginkan Mu, maka Aku pun berusaha untuk mendekati Mu. Ingat tangis Mu di depan Gua Maria ? Saat itu muncul lagi ambisi baru, Aku ingin melindungi Mu. Aku menghormati diri Mu dari atas kepala, sampai ujung kaki. Aku mendukung keputusan Mu yang ingin mengejar kebebasan dan membangun benteng kokoh pada lawan jenis. Aku mendukung semuanya, apapun itu, asalkan Kamu sudah memutuskan nya, maka Aku mendukung Mu. Kau ingat jalan-jalan Kita dengan motor malam itu ?”
Agnes mengangguk. Mana mungkin Dia tidak mengingatnya.
“...Aku suka mendengar tawa Mu. Aku tidak melihatnya saat itu, namun Aku yakin kamu memasang senyum yang sama saat membawa kembali Alkitab kedalam rengkuhan Mu. Aku bangga pada Mu, Agnes. Pada sosok yang entah memeluk luka masa lalu yang seperti apa, tetapi tidak terjun pada hal-hal negatif, bahkan justru semakin mendekatkan diri pada pencipta Mu. Pada Tuhan Mu...”
“...Bagaimana mungkin Aku mengambil kesempatan ini untuk menciptakan kenangan mengerikan yang akan membuat Mu sangat frustasi saat mendapati kesadaran keesokan hari nya ?” Tuntas Michael.
Mendengar perkataan Michael yang penuh ketulusan dan kejujuran itu, memberikan dampak pada debaran jantung Agnes. Jantung nya berdebar bukan lagi karena efek obat, tapi karena perkataan yang mengalun lembut di gendang telinga.
“Terimakasih...” Tutur Agnes pelan, lagi sambil menorehkan senyum yang Michael damba sejak pertemuan pertama.
Atensi kedua nya terus bertemu. Tidak pernah terputus kan sejak tadi. Suara langkah kaki dan keributan di bawah terdengar, namun keduanya masih fokus pada warna mata masing-masing.
...***...
Jangan lupa like dan komen, ya. Thank you so much Darling~♡