NovelToon NovelToon
CINTA RAHASIA PAK DOSEN

CINTA RAHASIA PAK DOSEN

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dosen / CEO / Cinta Beda Dunia / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Dalam keheningan, Nara Wibowo berkembang dari seorang gadis kecil menjadi wanita yang mempesona, yang tak sengaja mencuri hati Gala Wijaya. Gala, yang tak lain adalah sahabat kakak Nara, secara diam-diam telah menaruh cinta yang mendalam terhadap Nara. Selama enam tahun lamanya, dia menyembunyikan rasa itu, sabar menunggu saat Nara mencapai kedewasaan. Namun, ironi memainkan perannya, Nara sama sekali tidak mengingat kedekatannya dengan Gala di masa lalu. Lebih menyakitkan lagi, Gala mengetahui bahwa Nara kini telah memiliki kekasih lain. Rasa cinta yang telah lama terpendam itu kini terasa bagai belenggu yang mengikat perasaannya. Di hadapan cinta yang bertepuk sebelah tangan ini, Gala berdiri di persimpangan jalan. Haruskah dia mengubur dalam-dalam perasaannya yang tak terbalas, atau mempertaruhkan segalanya untuk merebut kembali sang gadis impiannya? Ikuti kisahnya dalam cerita cinta mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

2 DUA

Hujan belum juga reda, langit terus menggumamkan suara gemuruh yang menakutkan. Tangan Nara semakin erat mencengkram lengan Gala, setiap kali kilat menyambar menunjukkan kecemasannya yang menghantuinya.

Gala, yang merasa bertanggung jawab, segera menghubungi Bara melalui ponsel yang bergetar di tangannya.

"Aku masih terjebak dalam kemacetan, Ga. Aku belum bisa pulang," sahut Bara dengan suara berat dan letih terdengar dari sambungan telepon. Gala menghela nafas panjang, tatapannya menerawang ke jam dinding yang seolah berdetak lebih lambat dari biasanya, menunjukkan sudah pukul sebelas malam, dan Bara masih terperangkap jauh di luar sana.

"Nara semakin ketakutan, setiap kali suara petir menggelegar," Gala mengabarkan kondisi Nara dengan nada suara penuh kekhawatiran. Raut wajah Gala semakin frustasi. Bara mendesah panjang, suaranya serak.

"Ya, dia memang trauma dengan hujan dan suara petir. Tolong, jagalah dia. Tetaplah di sampingnya hingga aku bisa pulang," pintanya dengan suara yang mendesak dan putus asa. Gala, meski merasa canggung dan berada dalam situasi yang sulit, hanya bisa mengangguk lemah.

"Hem, baik lah," ucapnya seraya menyimpan segala keraguan. Menantikan kedatangan Bara, Gala berusaha menenangkan Nara yang berada dalam pelukannya, berharap hujan segera reda, memberi tanda kepada hati kecil mereka bahwa badai akan berlalu dan cahaya akan menyinari mereka kembali.

Di malam yang dilanda gemuruh, wajah Nara yang pucat pasi tampak semakin mencengkeram jiwa Gala. Dengan tangan besarnya Gala menyeka butiran keringat dingin yang bermunculan di dahi gadis kecil itu.

Secara hati-hati, ia membaringkan tubuhnya, mengapit sang bidadari kecil yang bergetar di sebelahnya. Dalam pelukan yang menenangkan, Gala terus berjaga sepanjang malam, mencoba meredam ketakutan Nara yang tampaknya dilanda teror setiap kali guruh menggelegar dan hujan turun membabi buta.

"Ada apa gerangan denganmu,Dek? Mengapa suara petir dan rintik hujan bisa begitu menakutkanmu?" Gala menggumamkan pertanyaan tersebut dalam hati, tetapi hanya angin malam yang menjawab kerisauannya.

Pagi itu fajar menyingsing, membawa cahaya yang menyingkap mimpi buruk. Nara terbangun dari genggaman malam, tersentak dan terkesiap, seraya menutup mulutnya yang terbuka.

"Ya Tuhan... apa yang telah aku alami?" bisik Nara lembut, sambil mengucek matanya yang masih basah oleh mimpi. Di sebelahnya, Gala terjaga, matanya perlahan terbuka, menyambut raut wajah Nara yang masih tersimpan ketakutan.

"Kamu sudah bangun?" suara Gala memecah keheningan pagi, sambil ia perlahan mendudukkan tubuhnya di sisi ranjang. Nara menatapnya tajam, menelan ludah dengan kesulitan. Jantungnya berdegup kencang, sadar akan aturan yang menentangnya tidur seranjang dengan seorang pria dewasa, apalagi di usianya yang baru menginjak SMP.

"Kenapa Mas Gala tidur di sini?" suaranya bergetar, wajahnya pucat pasi, mengetahui dirinya tidur seranjang,dengan pria di hadapannya itu.

"Tenang, aku di sini untuk menjagamu," Gala berkata sambil perlahan turun dari ranjang, mencoba menenangkan dirinya sendiri dan gadis kecil di hadapannya itu.

"Tunggu..." Nara berteriak, menghentikan langkah Gala yang hendak membuka pintu kamar. "Apa Mas Gala yakin tidak melakukan sesuatu padaku?" tanyanya dengan suara serak, matanya memancarkan ketakutan sementara tangannya refleks menutupi dadanya.

Gala hanya menyipitkan mata, tersenyum dengan geli melihat kekhawatiran yang tersirat jelas di wajah Nara.

"Hei... Sungguh di luar dugaanku, gadis kecil, kau berpikir sejauh itu?" Gala berkata dengan tawa yang penuh ejekan, menambah rasa malu di hati Nara.

Gadis itu lantas mendengus, dan dengan penuh kekesalan melemparkan bantal ke arah Gala. "Mas Galaaaa..." pekiknya dengan nada yang mencerminkan campuran kekesalannya.

Menggelengkan kepalanya, Gala beranjak meninggalkan kamar dengan gelak tawa yang masih tergantung di udara, sembari bersiap untuk memasak sarapan bagi mereka berdua. Setelah membersihkan diri, Nara keluar dari kamar mengenakan kemeja putih milik Gala yang terlalu besar baginya.

Sementara Gala yang baru datang dari arah dapur diiringi tatapan tercengangnya saat melihat kemeja miliknya digunakan oleh Nara.

"Hmm... Maaf, aku meminjamnya," ujar Nara dengan suara serak, saat sadar dengan tatapan Gala kearah kemeja yang ia kenakan, sambil terus menggulung lengan kemeja itu seakan mencari kenyamanan.

"Duduklah, ayo sarapan," ajak Gala dengan suara yang lebih lembut, sambil menarik kursi untuk Nara.

Di tengah kesunyian pagi yang menyeruak melalui jendela dapur, Nara dan Gala duduk berhadapan, menikmati sarapan yang Gala siapkan dengan penuh kelembutan. Kesenyapan itu hanya sesekali terputus oleh suara sendok dan garpu yang bersentuhan dengan piring.

Tiba-tiba, Gala memecah keheningan dengan pertanyaan yang mengejutkan untuk Nara hadapi.

"Apa yang membuatmu takut akan suara petir dan hujan deras, Dek?" Suaranya lembut namun penuh kekhawatiran. Nara, yang sedang menikmati kunyahan nasi, tiba-tiba terdiam. Dia terpaku, mencari-cari kata-kata yang tepat untuk menjawab, namun rasa sakit yang tiba-tiba muncul di kepalanya membuatnya terkejut.

Tanpa ia sadari, tangannya yang mungil mencengkeram gelas di hadapannya dengan begitu erat hingga gelas itu pecah berkeping-keping, serpihan kaca menorehkan luka di kulitnya yang halus dan mulai meneteskan darah.

Serangan panik itu membuatnya jatuh pingsan, tubuhnya melorot lemas dari kursi. Pada saat yang sama, Bara yang baru saja tiba untuk menjemput Nara, menyaksikan adik kesayangannya tergeletak tak sadarkan diri dengan tangan yang berdarah.

“Naraaa...” teriak Gala dan Bara serentak, penuh panik dan rasa takut. Di ranjang, Bara dengan hati-hati menopang tubuh Nara, sementara Gala dengan cekatan membalut luka yang terbuka. Dengan penuh perhatian, Bara memijat lembut telapak kaki Nara, berharap agar ia segera siuman dari mimpi buruk yang nyata itu. Ketegangan menggantung di udara, menunggu detik ketika Nara akan membuka matanya kembali.

Setelah Nara terbangun dari mimpi buruknya, Bara mengundang Gala untuk bertemu di taman belakang.

"Bar, apa yang sebenarnya terjadi pada Nara?" tanya Gala, matanya mencari jawaban dalam tatapan Bara,saat ini.

Bara menghela nafas berat, memandangi langit mendung yang bagai menggantung rendah di atas mereka, seolah memikul beban yang sama.

"Sejak kecil, Nara telah terbelenggu oleh trauma yang tak terungkap. Ketakutannya yang dalam itu... membuatnya rapuh. Setiap kali kita mencoba menggali lebih dalam, yang terjadi bukanlah pemulihan, melainkan penderitaan yang semakin menjadi,yang menggerogoti pikirannya" Bara berbicara dengan nada penuh kehawatiran.

Gala, tertunduk, sembari menyugar rambutnya, merasa bersalah. "Maaf, Bar. Aku tidak tahu bahwa pertanyaanku hari ini akan membuatnya kondisinya memburuk." Bara menepuk bahu Gala, memberi isyarat pengertian.

"Kamu tidak perlu minta maaf, Gala. Kamu belum tahu segalanya tentang Nara. Tapi sekarang, aku mohon, jangan pernah lagi mencoba menguak tentan ketakutannya. Kita harus menjaga dan melindunginya, bukan membuka lagi luka lamanya." ujar Bara lirih.

Gala mengangguk.

"Hem...kamu benar," sahut Gala mengerti akan kehawatiran yang Bara rasakan.

Di bawah langit mendung, kedua sahabat itu berdiri, berbagi beban kesedihan dan kepeduliannya untuk Nara, sambil bersumpah untuk menjadi pelindungnya gadis kecil itu.

1
Mira Hastati
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!