NovelToon NovelToon
Rissing Sun

Rissing Sun

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Epik Petualangan / Dunia Lain / Penyeberangan Dunia Lain / Fantasi Wanita / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:573
Nilai: 5
Nama Author: Vidiana

Ketegangan antara Kerajaan Garduete dan Argueda semakin memuncak. Setelah kehilangan Pangeran Sera, Argueda menuntut Yuki untuk ikut dikuburkan bersama suaminya sebagai bentuk penghormatan terakhir. Namun, Pangeran Riana dengan tegas menolak menyerahkan Yuki, bahkan jika itu berarti harus menghadapi perang. Di tengah konflik yang membara, Yuki menemukan dirinya dikelilingi oleh kebohongan dan rahasia yang mengikatnya semakin erat pada Pangeran Riana. Setiap langkah yang ia ambil untuk mencari jawaban justru membawanya semakin jauh ke dalam jebakan yang telah disiapkan dengan sempurna. Di sisi lain, kerajaan Argueda tidak tinggal diam. Mereka mengetahui ramalan besar tentang anak yang dikandung Yuki—anak yang dipercaya akan mengubah takdir dunia. Dengan segala cara, mereka berusaha merebut Yuki, bahkan menyusupkan orang-orang yang berani mengungkap kebenaran yang telah dikubur dalam-dalam. Saat pengkhianatan dan kebenaran saling bertabrakan, Yuki dihadapkan pada pertanyaan terbesar dalam hidupnya: siapa yang benar-benar bisa ia percaya? Sementara itu, Pangeran Riana berusaha mempertahankan Yuki di sisinya, bukan hanya sebagai seorang wanita yang harus ia miliki, tetapi sebagai satu-satunya cahaya dalam hidupnya. Dengan dunia yang ingin merebut Yuki darinya, ia berjuang dengan caranya sendiri—menyingkirkan setiap ancaman yang mendekat, melindungi Yuki dengan cinta yang gelap namun tak tergoyahkan. Ketika kebenaran akhirnya terbongkar, akankah Yuki tetap memilih berada di sisi Pangeran Riana? Atau apakah takdir telah menuliskan akhir yang berbeda untuknya? Dalam Morning Dew V, kisah ini mencapai titik terpanasnya. Cinta, pengkhianatan, dan pengorbanan saling bertarung dalam bayang-bayang kekuasaan. Di dunia yang dipenuhi ambisi dan permainan takdir, hanya satu hal yang pasti—tidak ada yang akan keluar dari kisah ini tanpa luka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vidiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

5

Saat Pangeran Riana mulai membuka pakaiannya, tubuhnya menegang, tetapi dia tidak berani bergerak. Pangeran Riana tahu itu. Dia bisa merasakan ketakutan Yuki, tetapi dia juga tahu bahwa gadis itu tidak akan melawan.

“Aku tidak akan menyakitimu,” katanya, nadanya sedikit melembut, tetapi tetap tidak memberi ruang untuk penolakan. “Jangan melawan.”

Yuki menutup matanya erat-erat. Dia bisa merasakan jari-jari Pangeran Riana menyentuh kulitnya, membantu membersihkan tubuhnya dengan tenang, tapi juga penuh kendali.

Tidak ada ruang untuk protes. Tidak ada jalan untuk melarikan diri.

Yuki menundukkan wajahnya, berusaha menyembunyikan rona merah yang semakin membakar pipinya. Tangannya mencengkeram ujung pakaian yang baru saja dikenakan Pangeran Riana padanya, seolah mencari pegangan di tengah perasaan canggung yang melandanya.

Pangeran Riana memperhatikannya dengan tatapan penuh arti. Ekspresi Yuki saat ini begitu familiar baginya—kikuk, malu-malu, seperti saat dirinya masih gadis belia berusia lima belas tahun. Dahulu, Yuki bahkan tidak tahu bagaimana cara berciuman dengan benar.

Dan Riana-lah yang mengajarinya segalanya.

Bukan orang lain. Bukan seorang guru atau pelayan istana yang akan menjelaskan tata cara dan etika di ranjang seorang istri bangsawan. Riana menolak gagasan itu sejak awal. Jika ada seseorang yang berhak membentuk Yuki, mengajari dan memilikinya sepenuhnya, maka orang itu adalah dirinya sendiri.

“Para pelayan akan mengantar makanan sebentar lagi,” katanya akhirnya, suaranya kembali dingin dan terkendali, seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.

Yuki mengangkat kepalanya perlahan, masih terlihat kebingungan, masih berusaha memahami situasi di sekelilingnya. Namun, saat matanya bertemu dengan mata Pangeran Riana, ada sesuatu yang membuatnya terdiam.

Sebuah kebenaran yang samar—bahwa sejak dulu hingga sekarang, dirinya selalu berada dalam genggaman pria ini.

...****************...

Terdengar lonceng berdentang nyaring dari atas menara, suaranya menggema ke seluruh penjuru istana. Suara yang berat dan suram, membawa serta gelombang kesedihan yang menggantung di udara.

Yuki yang duduk diam di dekat jendela refleks mendongak, matanya menangkap pemandangan rombongan kerajaan yang perlahan melintas di halaman. Derap kaki para prajurit bergema serempak, langkah-langkah mereka teratur dan penuh kewibawaan. Di tengah rombongan itu, sebuah peti mati dibawa dengan penuh kehormatan, diselimuti kain kebesaran yang menandakan status bangsawan yang tinggi.

Yuki menyipitkan mata, hatinya terusik oleh pemandangan itu. “Siapa yang meninggal?” tanyanya, nada suaranya penuh rasa penasaran.

Dua orang pelayan yang berdiri tak jauh darinya saling berpandangan sejenak, seolah ragu untuk menjawab. Salah satu dari mereka kemudian menundukkan kepala dan dengan lirih berkata,

“Itu adalah rombongan dari Argueda… Mereka membawa tubuh Pangeran Sera untuk dimakamkan di tempatnya.”

Pangeran Sera?

Deg.

Jantung Yuki berdetak keras, seolah ada sesuatu yang menghantam dadanya dengan kasar. Tubuhnya mendadak terasa dingin, sementara perasaan asing menyeruak dari dalam hatinya—perasaan yang seharusnya tidak ada.

Kesedihan yang begitu dalam.

Kemarahan yang membakar.

Dan rasa tidak berdaya yang membuatnya ingin menjerit.

Tapi kenapa?

Dia tidak mengerti. Nama itu… seharusnya asing baginya. Namun, saat mendengarnya, rasa sakit yang amat sangat menjalar ke seluruh tubuhnya, seakan ada sesuatu yang terkoyak di dalam dirinya.

Tangannya tanpa sadar meremas kain di dadanya, mencoba menahan rasa sesak yang mendadak menghimpit. Matanya tetap terpaku pada rombongan yang membawa peti mati itu, tetapi pikirannya terasa kosong, dipenuhi dengan gejolak emosi yang tak bisa dia pahami.

Yuki terhuyung, tubuhnya terasa limbung saat kesedihan yang tak bisa dia pahami mencengkeram dadanya dengan kuat. Napasnya memburu, dadanya naik turun seiring dengan rasa sesak yang menyesakkan paru-parunya.

Tanpa pikir panjang, dia bangkit dan berlari ke kamar mandi. Langkahnya terburu-buru, hampir tersandung karpet di bawah kakinya, tetapi dia tidak peduli. Tubuhnya bergerak mengikuti naluri—dorongan yang kuat untuk melarikan diri dari rasa sakit yang tiba-tiba menyerangnya tanpa ampun.

Begitu mencapai wastafel, Yuki langsung menunduk dan memuntahkan seluruh isi perutnya. Rasa asam menyengat tenggorokannya, tetapi tidak ada yang lebih menyakitkan daripada kepedihan yang menggerogoti hatinya.

Air matanya mengalir tanpa henti, membasahi pipinya. Tangannya mencengkeram tepi wastafel dengan erat, jari-jarinya gemetar. Dia menatap bayangannya di cermin—seorang gadis dengan wajah pucat, mata merah dan bengkak, serta ekspresi putus asa yang bahkan dia sendiri tidak mengerti.

Kenapa?

Kenapa dia menangis seperti ini?

Kenapa ada rasa sakit yang begitu dalam, begitu menyiksa, ketika mendengar nama Pangeran Sera?

Tubuh Yuki melemah, napasnya tersengal, dan pandangannya mulai kabur. Dunia di sekelilingnya berputar dengan cepat, menyisakan hanya warna-warna buram yang tak bisa dia pahami. Lututnya melemas, dan dalam hitungan detik, tubuhnya ambruk ke lantai.

Para pelayan menjerit panik. Salah satu dari mereka segera berlutut, mencoba menopang tubuh Yuki, sementara yang lain dengan cepat berlari keluar, berteriak memanggil prajurit untuk segera menghubungi Pangeran Riana.

Di tengah kegelapan yang menyelimuti kesadarannya, samar-samar Yuki mendengar namanya dipanggil. Suara-suara asing, penuh kecemasan, bergema di telinganya, tetapi tak ada satu pun yang benar-benar bisa dia pahami.

Dia merasa jatuh…

Jatuh ke dalam kehampaan yang pekat.

Tubuhnya melayang tanpa arah, terseret ke dalam kegelapan yang dingin dan menyiksa. Dia mencoba bergerak, tetapi tak ada yang bisa dia lakukan.

Sampai satu nama melintas di benaknya.

Sera…

Pangeran Sera…

Rasa sakit itu kembali datang. Menyesakkan. Mencabik-cabik hatinya tanpa ampun.

Tapi siapa dia?

Kenapa namanya terasa begitu akrab?

Kenapa saat memikirkannya, Yuki merasa kehilangan sesuatu yang sangat berharga?

Di antara pusaran kegelapan, Yuki ingin mengingat.

Namun semakin dia mencoba, semakin sakit yang dia rasakan.

Dan pada akhirnya, hanya keheningan yang tersisa.

...****************...

Ruangan itu dipenuhi ketegangan yang hampir bisa disentuh. Dokter Aurelian duduk di hadapan Pangeran Riana, menatap pria itu dengan ekspresi hati-hati. Di luar, langit senja mulai menggelap, bayangan pepohonan memanjang di dinding akibat cahaya lilin yang berkelip.

Yuki telah diperiksa dan diberi obat penenang. Tidurnya tampak damai, tetapi Dokter Aurelian tahu bahwa di balik kelopak matanya yang tertutup, batinnya masih bergejolak.

“Tampaknya hanya mendengar nama Sera saja sudah cukup untuk membuat Yuki hancur,” kata Dokter Aurelian dengan suara rendah. “Meskipun dia tidak mengingat siapa pria itu.”

Pangeran Riana tidak bereaksi. Dia hanya duduk diam di kursinya, matanya yang tajam menatap lurus ke arah dokter istana. Hanya rahangnya yang sedikit mengeras, menandakan bahwa dia tengah menahan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Dokter Aurelian menarik napas sebelum melanjutkan, “Kesedihan yang begitu kuat membuat alam bawah sadar Yuki menghapus ingatannya. Itu adalah mekanisme pertahanan, cara tubuhnya melindungi diri dari kehancuran. Kau tahu betul bagaimana Yuki melihat Sera. Dia menganggap pria itu sebagai belahan jiwanya.”

Kata-kata itu menggantung di udara, menusuk kesabaran Pangeran Riana.

Dokter Aurelian melanjutkan dengan hati-hati, “Kematian Sera pasti menghancurkan Yuki lebih dari apa pun.”

Sebuah suara samar terdengar—jari Pangeran Riana yang mengetuk permukaan meja kayu di depannya. Gerakan kecil itu mungkin tak berarti bagi orang lain, tetapi bagi Dokter Aurelian, itu adalah pertanda bahwa badai sedang berkumpul di dalam diri sang pangeran.

Pangeran Riana akhirnya membuka mulutnya. “Jadi apa yang sebaiknya kita lakukan?”

Dokter Aurelian menghembuskan napas panjang. “Tergantung. Jika kita memilih untuk diam dan tidak mengingatkan Yuki, dia hanya akan terus dihantui oleh ingatan-ingatan sepintas yang muncul tanpa konteks. Itu akan menyiksanya perlahan.” Dia berhenti sejenak, lalu menambahkan, “Tapi jika kita mencoba mengembalikan ingatannya, dia pasti akan mengalami depresi berat.”

Tatapan Pangeran Riana semakin tajam.

Dokter Aurelian melanjutkan dengan suara yang lebih rendah, lebih waspada, “Dan aku khawatir ini akan mempengaruhi kehamilannya.”

Ruangan itu terasa sunyi setelah kata-kata Dokter Aurelian menggantung di udara.

Pangeran Riana menegang. Matanya yang tajam, yang biasanya tak tergoyahkan, kini dipenuhi kegelapan yang sulit diartikan. Rahangnya mengeras, jemarinya mengepal di atas meja seolah berusaha menahan badai yang tiba-tiba mengamuk dalam dirinya.

“Ulangi.” Suaranya rendah, nyaris tak terdengar, tetapi mengandung ancaman yang mengerikan.

Dokter Aurelian menelan ludah, tetapi dia tetap mempertahankan ketenangannya. “Ya. Dari hasil pemeriksaan, Yuki sedang mengandung tiga minggu.” Dia berhenti sejenak sebelum melanjutkan, “Aku sudah mengecek lebih jauh. Riana… anak ini adalah anak Sera.”

Kursi Pangeran Riana bergeser kasar saat dia berdiri, menghempaskannya ke lantai. Tatapan matanya seperti lautan badai, gelap dan berbahaya.

Dada Pangeran Riana naik turun, amarah yang membara membuatnya hampir kehilangan akal sehat. Selama ini, dia telah merancang segalanya. Menjebak Yuki, membuatnya kembali ke sisinya, memastikan bahwa hanya dia yang akan memiliki perempuan itu. Namun, sekarang… Sekarang tubuh Yuki sedang mengandung sesuatu yang bukan miliknya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!