Widuri Azzahra, seorang gadis cantik yang lahir di Cianjur tepatnya di sebuah desa di kabupaten cianjur, namun saat ia sudah berusia 15 tahun Widuri di bawa pindah ke Bandung oleh kedua orang tuanya, Widuri tumbuh menjadi gadis cantik, saat ia menginjak sekolah menengah atas, Widuri bertemu dengan Galuh, selang beberapa bulan mereka berpacaran, namun salah satu pihak merugikan pihak yang lain, ya sayang sekali hubungan mereka harus kandas, karena Galuh yang kurang jujur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuli Yanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Perjalanan Menuju Impian
Malam itu, Widuri merenung di kamarnya. Dia merasa hidupnya semakin mendekati apa yang selalu dia impikan. Meski jalannya tidak selalu mulus, setiap langkah yang dia ambil membuatnya semakin kuat dan dewasa.
"Terima kasih, Tuhan," bisiknya, menatap langit malam melalui jendela.
---
Hari-hari setelah lomba seni nasional menjadi titik balik besar bagi Widuri. Meskipun tidak membawa pulang trofi juara, pengalaman yang ia dapatkan mengajarkannya banyak hal. Ia semakin yakin bahwa dunia seni adalah bagian dari hidupnya yang tidak bisa dipisahkan.
"Bu Guru, saya ingin mencoba mendaftar beasiswa seni ke universitas," kata Widuri dengan penuh tekad saat berkonsultasi dengan salah satu guru pembimbing di sekolah.
Guru Seni, Ibu Santi, tersenyum bangga. "Kamu punya potensi besar, Widuri. Kalau ini jalan yang kamu pilih, ibu akan bantu sebaik mungkin."
Proses pendaftaran beasiswa tidaklah mudah. Widuri harus menyiapkan portofolio, membuat esai tentang perjalanan hidupnya, dan tentunya menghadiri wawancara dengan para juri. Meski merasa gugup, ia berusaha memberikan yang terbaik.
Di salah satu esainya, Widuri menulis:
"Seni adalah caraku berbicara pada dunia. Lewat setiap goresan, aku menemukan diriku sendiri. Aku ingin menginspirasi orang lain untuk menemukan kebebasan mereka, seperti seni yang telah membebaskanku dari rasa ragu."
Sementara itu, Damar terus berada di sisinya, memberikan dukungan tanpa henti.
"Kamu pasti bisa, Wid. Aku percaya sama kamu," katanya suatu sore saat mereka duduk di kantin sekolah.
Widuri hanya bisa tersenyum. Kehadiran Damar benar-benar membuatnya merasa tidak sendirian.
Namun, di tengah semangatnya mengejar beasiswa, Galuh kembali muncul di hidupnya.
Suatu pagi, Widuri menemukan sebuah surat di dalam laci mejanya. Surat itu tidak bertanda nama, tetapi dari tulisan tangan yang ia kenali, ia tahu itu dari Galuh.
"Widuri, maafkan aku. Aku tahu aku sudah terlalu banyak menyakiti kamu, dan aku nggak punya hak untuk meminta apa pun. Tapi aku ingin kamu tahu, aku bangga dengan apa yang sudah kamu capai. Kamu pantas mendapatkan semua kebahagiaan di dunia ini."
Widuri membaca surat itu dengan campuran perasaan. Sebagian dari dirinya merasa lega, tetapi sebagian lagi merasa lelah.
"Aku nggak butuh kata-kata lagi darinya," pikirnya sambil meremas surat itu dan membuangnya ke tempat sampah.
Namun, Galuh tidak menyerah. Dia mulai mencoba mendekati Damar, berpura-pura ingin menjadi temannya.
"Dam, gue cuma mau ngobrol. Gue nggak ada niat buruk," kata Galuh suatu hari.
Damar menatap Galuh dengan tatapan datar. "Kalau lu mau ngomongin Widuri, sebaiknya nggak usah. Gue nggak mau ikut campur."
"Tapi, Dam, gue cuma mau minta lu bantu gue balikin hubungan gue sama dia," pinta Galuh.
Damar menghela napas panjang. "Gue rasa Widuri udah cukup jelas dengan keputusannya, Gal. Kalau lu bener-bener peduli sama dia, lu harus belajar untuk menghormati apa yang dia mau."
Perkataan Damar membuat Galuh terdiam. Dia tahu Damar benar, tapi sulit baginya untuk benar-benar melepaskan Widuri.
Sementara itu, Widuri semakin fokus pada persiapan beasiswanya. Ia menghabiskan waktu berjam-jam di ruang seni, menyempurnakan karya-karyanya.
"Kamu nggak capek, Wid?" tanya Damar suatu malam ketika ia menemani Widuri.
"Capek sih, tapi aku nggak mau setengah-setengah, Dam. Kalau aku gagal, aku mau itu karena aku sudah mencoba segalanya," jawab Widuri sambil tersenyum kecil.
Melihat semangat Widuri, Damar merasa semakin kagum padanya. "Kamu itu inspirasi banget, Wid," katanya pelan.
Widuri hanya tertawa kecil. "Ah, kamu ini lebay."
Hari pengumuman hasil seleksi beasiswa akhirnya tiba. Widuri membuka emailnya dengan tangan gemetar, ditemani Damar di ruang seni.
Saat membaca baris pertama, matanya melebar. "Aku... aku diterima!" serunya dengan penuh semangat.
Damar langsung memeluknya. "Aku tahu kamu bisa, Wid! Selamat!"
Air mata kebahagiaan mengalir di pipi Widuri. Ini adalah salah satu momen paling membahagiakan dalam hidupnya.
Namun, di sudut lain kota, Galuh yang mendengar kabar itu merasa semakin menyesal. Dia sadar bahwa Widuri benar-benar telah melangkah maju, meninggalkannya di masa lalu.
Malam itu, Widuri duduk di balkon rumahnya, merenungkan perjalanan panjang yang telah ia lalui.
"Dari semua rasa sakit, aku berhasil menemukan sesuatu yang lebih besar dari diriku sendiri," bisiknya sambil memandang bintang-bintang di langit.