Pernikahannya dengan Serka Dilmar Prasetya baru saja seminggu yang lalu digelar. Namun, sikap suaminya justru terasa dingin.
Vanya menduga, semua hanya karena Satgas. Kali ini suaminya harus menjalankan Satgas ke wilayah perbatasan Papua dan Timor Leste, setelah beberapa bulan yang lalu ia baru saja kembali dari Kongo.
"Van, apakah kamu tidak tahu kalau suami kamu rela menerima Satgas kembali hanya demi seorang mantan kekasih?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Siapa Sidik Zamzami?
Bathtub itu berubah warna menjadi merah. Dilmar dan Vanya sama-sama terkejut.
"Dek, kamu berdarah? Padahal abang belum apa-apain?" herannya tidak habis pikir.
Vanya segera keluar dari dalam bak mandi seraya menutupi dadanya yang sudah terbuka. Vanya memeriksa apakah dirinya saat ini sedang kedatangan tamu bulanan atau tidak.
"Maaf, sepertinya Vanya sedang halangan," ujarnya penuh dengan rasa bersalah. Dilmar terlihat sangat kecewa, dua kali ia kecewa. Dulu saat akan pergi ke Papua dan kini setelah ia sembuh dari sakit akibat sang papa.
Dilmar tampak kecewa berat, padahal barusan ia sangat ingin. Hasratnya juga tiba-tiba menggebu. Terpaksa dengan cara lain dia meminta Vanya untuk menyelesaikan hasratnya.
"Harus menunggu lagi seminggu," gerutunya seraya membilas rambut dan tubuhnya yang sudah digosok Vanya tadi. Mereka pada akhirnya sama-sama membersihkan diri dan keluar dari kamar mandi saling beriringan.
"Lalu bulan madu kita?" bahas Dilmar saat mereka sudah menggunakan baju setelah mandi. Vanya menatap pantulan wajah Dilmar dari cermin, raut wajahnya nampak kecewa.
Vanya sebetulnya tidak ingin membicarakan hal itu, tapi Dilmar membahas kembali rencana bulan madunya yang harus gagal gara-gara Dilmar kena musibah karena bogem mentah sang papa.
"Bukankah tiketnya sudah hangus, Bang?"
"Kita bisa rencanakan lagi bulan depan. Aku masih punya sisa cuti tahunan yang belum diambil," ujarnya.
Vanya menghembus nafas kasar, ia sebenarnya masih ragu dengan Dilmar tentang ketulusannya.
"Tentang perempuan itu, apakah Abang sudah ...."
"Jangan bahas itu dong, Dek. Abang sudah berusaha menguburnya. Iya, abang akui abang khilaf saat itu. Abang salah, dan akal sehat abang saat itu sedang tidak jalan. Wajar jika abang terperosok dalam kesalahan, tapi kalau saat ini abang mau melupakannya dan bertobat, apakah tidak boleh? Beri abang kesempatan. Abang tidak akan mengulanginya lagi," ujarnya seraya berdiri dan menghampiri Vanya. Merangkulnya dari belakang.
Vanya diam saja, hatinya belum puas betul untuk percaya sepenuhnya dengan Dilmar.
"Abang sudah separah ini oleh papa dipukuli, kalau abang mengulang perbuatan itu lagi, bisa-bisa nyawa abang melayang. Abang kapok," ujarnya lagi seraya mengelus pipi Vanya lalu mengecupnya.
"Kapok sambel," ejek Vanya.
"Kamu kasih kesempatan untuk abang sekali ini saja, jika abang mengulang lagi perbuatan itu lagi, kamu boleh tinggalkan abang."
Vanya tidak menyahut, ia kembali fokus dengan dirinya di meja rias. Setelah itu, Vanya berdiri, pagi ini aktifitas biasa akan ia lakukan. Yaitu membuat sarapan untuk Dilmar.
"Vanya mau bikin sarapan dulu untuk Abang," ujarnya seraya bergegas keluar kamar lalu menuju dapur. Dilmar menatap kepergian Vanya yang sikapnya belum berubah. Dilmar belum bisa mengembalikan sikap Vanya yang ceria seperti dulu, sebelum ia pergi meninggalkannya satgas di Papua.
Kembali terbayang, tingkah Vanya yang ceria dan genit, bahkan demi membuatnya bahagia sebelum pergi satgas, Vanya saat itu berusaha merayunya untuk mengarungi malam pertama mereka setelah bersih dari halangan. Sayang, kala itu bayang Sela tiba-tiba masuk ke dalam otak Dilmar, sehingga Dilmar tidak mempedulikan Vanya.
"Selama seminggu ini Vanya sudah merawat aku dengan baik. Dia juga terlihat tulus, tapi kenapa sikapnya tidak ceria dan genit seperti dulu? Aku sangat merindukan tingkahnya itu? Apakah aku terlalu membuatnya parno, sehingga Vanya kini lebih jaga sikap?" gumamnya merasa bingung dengan sikap Vanya yang belum kembali seperti dulu.
"Mungkin Vanya masih belum percaya sama aku, sehingga dia bersikap seperti itu," pikirnya lagi sembari menghempas tubuhnya di ranjang.
Vanya mulai bergelut di dapur. Pagi ini dia bingung mau masak apa. Yang ada dipikirannya adalah hanya nasi goreng, karena selama seminggu ini Dilmar hanya makan nasi tim karena mulutnya sariawan akibat tamparan sang papa mertua. Kini mulut Dilmar sudah tidak sariawan lagi. Jadi, Dilmar sudah bisa makan nasi biasa.
Nasi goreng dengan toping telur dadar, kerupuk, dan timun itu sudah siap. Vanya menaruhnya di atas baki lengkap dengan air putih. Kali ini, Vanya sengaja membawa nasi goreng itu menuju ruang tengah agar Dilmar hanya tinggal beberapa langkah saja menuju ruang tengah.
Vanya meletakkan baki itu di atas meja di ruang tengah. Lalu ia berjalan menuju kamar untuk memanggil Dilmar.
Sementara itu, Dilmar kini sedang berada di balkon. Setelah mendapati Hp Vanya yang beberapa kali memperdengarkan notif WA, Dilmar merasa penasaran. Karena rasa ingin tahunya tinggi, Dilmar meraih Hp Vanya yang memang tidak menggunakan sandi apapun, sehingga Dilmar bisa bebas membuka Hp Vanya.
Dilmar membawa Hp Vanya keluar dari kamar, ia menuju balkon kamar itu. Membuka aplikasi WA. Dan beberapa chatan dari nomer baru berderet masuk. Dilmar tanpa rasa ragu membuka chatan itu satu persatu.
"Van, apa kabar? Masih ingat Aa tidak? Bisa kita bertemu?" Aa kangen, Van."
"Aa saat ini sudah berada di kota Bandung dan dipindah tugaskan di kota kita ini. Kalau kembali ke kota ini, Aa jadi ingat kamu dan ingat kisah kita yang belum usai."
"Masih adakah kesempatan itu, Van? Kita merenda kembali cinta yang terkikis karena jarak dan waktu?" Sidik Zamzami.
Tiga pesan WA dari lelaki yang mengaku bernama Sidik Zamzami sudah dibaca Dilmar penuh rasa cemburu. Hatinya tiba-tiba panas. Ia tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya terhadap Vanya. Tapi, pagi ini setelah ia baru saja sembuh dari luka bogem sang papa, dan menginsyafi perlakuannya terhadap Vanya, tiba-tiba saja ada orang lain yang ingin masuk dalam kehidupan Vanya.
Pria tampan dan berkulit bersih dengan usia jauh lebih muda dari Dilmar itu, bekerja di perusahaan Migas yang berada di Cepo, Blora, Jawa Tengah. Terlihat dari seragam yang dikenakannya.
"Apalagi ini, kenapa tiba-tiba muncul laki-laki ini, apakah ini mantan kekasih Vanya dahulu sebelum bertemu aku?" Dilmar dilanda cemburu ketika melihat kembali foto profil lelaki yang diperkirakan seumuran Vanya itu.
Kalau dibandingkan dengan Dilmar dari segi gaji dan usia, jelas menang Sidik. Dilmar saat ini seperti sedang membandingkan dirinya dan lelaki yang baru saja muncul di WA istrinya itu. Dia merasa kalah banyak.
Dilmar mengepalkan tangannya sampai terlihat memutih. "Lihat saja kalau lelaki ini berani menggoda Vanya?" kesalnya benar-benar membuat dada Dilmar sesak. Apalagi sekarang foto profil Vanya sudah diganti sejak dia masih di Papua, jadi pria bernama Sidik itu sepertinya tidak tahu kalau Vanya sudah menikah.
"Sialan, foto profil Vanya juga sudah berubah. Bukan lagi foto pengantin kami," sesalnya meninju udara.
"Abang, kenapa ada di sini? Vanya mencari Abang di kamar. Sekarang saatnya sarapan pagi. Ayo," ajaknya seraya melihat ke arah tangan Dilmar.
"Kenapa Hp Vanya ada di Abang?" Vanya hendak meraih Hp nya dari tangan Dilmar, tapi Dilmar segera menghindar.
"Siapa Sidik Zamzami?" tanyanya dengan tatap mata menusuk.