Demi menghindari bui, Haira memilih menikah dengan Mirza Asil Glora, pria yang sangat kejam.
Haira pikir itu jalan yang bisa memulihkan keadaan. Namun ia salah, bahkan menjadi istri dan tinggal di rumah Mirza bak neraka dan lebih menyakitkan daripada penjara yang ditakuti.
Haira harus menerima siksaan yang bertubi-tubi. Tak hanya fisik, jiwanya ikut terguncang dengan perlakuan Mirza.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemal
Di pulau kalimantan, Indonesia. Tujuh tahun kemudian
Di rumah kecil yang terbuat dari kalsibot dengan atap menghitam itu, Ketukan pintu memburu mengejutkan Haira yang sedang membuat adonan kue. Ia juga mendengar suara seorang wanita yang tak asing sedang mengomel di depan pintu.
"Ngapain lagi bu Jamilah ke sini?"
Haira meletakkan mixer lalu mengambil sedikit adonan di cetakan dan membawanya keluar. Menyiapkan senjata untuk mengusir wanita itu jika berani mengoloknya.
Menyembunyikan satu tangannya ke belakang, sedangkan yang satunya lagi memutar knop.
Nampak seorang wanita yang bertubuh langsing serta wajah dipenuhi jerawat itu mematung di teras rumahnya. Ia mencengkeram dengan kuat bocah laki-laki yang baru berusia enam tahun. Itu adalah putra Haira yang bernama Kemal.
Matanya melotot seolah-olah menunjukkan kemarahan yang amat besar.
Kali ini kesabaran Haira pun sudah habis saat melihat putranya meneteskan air mata dengan dada yang kembang kempis. Ia menarik Kemal hingga bocah itu berada di belakangnya. Kemudian menutup pintu.
"Kamu tidak pernah mendidik anakmu?" Bu Jamilah berbicara dengan kedua tangan bersedekap. Seakan dirinya sudah lebih baik dari Haira.
"Memangnya apa yang dilakukan anakku, apa dia mencuri di rumahmu?" tanya Haira yang tak kalah ketus.
"Bukan mencuri, lebih tepatnya merampok."
Seketika itu juga Haira mengusap wajah Bu Jamilah dengan adonan kue yang ia bawa. Meratakan hingga seluruh wajahnya tak nampak sedikitpun.
Campuran tepung dan telur juga gula itu menghiasi wajah Bu Jamilah seperti topeng.
Bu Jamilah yang merasa matanya tertutup itu pun menjerit. Tangannya meraba ke arah dinding untuk bersandar.
"Dasar wanita gila, berani-beraninya kamu melakukan ini padaku." Berusaha menunjuk ke arah Haira. Namun, ia malah menunjuk pak RT yang baru datang.
"Awas ya, nanti aku adukan ke suamiku."
"Silakan saja, kalau suamimu ke sini aku tinggal ajak dia ke kamar, pasti dia tidak menolak," ancam Haira. Dan itu pun sering diucapkan pada mereka yang selalu membullynya.
Wajahnya yang sangat cantik membuat warga kampung menyukainya, termasuk para lelaki yang sudah beristri. Apalagi pak Salim, suami Bu Jamilah itu bahkan sering menggodanya yang membuat Haira jijik. Namun, ia merasa menang karena bisa memperalat mereka saat istrinya memarahinya dan juga Kemal.
"Dasar wanita murahan, pantas saja punya anak bule, pasti itu hasil dari hubungan gelap," Imbuhnya tak mau kalah.
Pak RT hanya menahan tawa melihat wajah Bu Jamilah yang sangat lucu. Namun, juga kasihan melihat Haira yang terus menjadi bulan bulanan warga dengan statusnya yang tidak jelas.
Selama tinggal di tempat itu. Haira tidak pernah memberikan keterangan atau apapun tentang dirinya. Bahkan ia menyembunyikan nama ayah Kemal yang membuat warga menggunjingkannya.
"Terserah kata ibu, yang penting anakku lebih tampan daripada Toni, badannya gendut, hitam, rambutnya keriting, aku jadi nggak yakin kalau itu anak pak Salim, jangan-jangan ibu selingkuh ya."
Haira tak kehabisan akal. Ia selalu bisa membuat semua orang itu geram padanya. Meskipun terkadang rapuh, tetap saja ia memaksa kuat demi Kemal.
Bu Jamilah menghentak-hentakkan kakinya lalu pergi dengan hati yang lebih kesal.
Haira menatap pak RT dengan tatapan sinis. Sebab, istri pria yang berdiri di depannya itu pun sering melabraknya karena alasan yang tak jelas.
"Ada apa pak RT ke sini?" tanya Haira mengelap tangannya yang masih terdapat sisa tepung.
"Saya cuma mau bilang, kalau pemilik tanah di sini akan menggusur semua bangunan, termasuk rumah kamu."
Seketika itu mata Haira membulat sempurna. Lidahnya terasa kelu dan tak bisa mengucap apapun. Ucapan pak RT bak petir yang menyambar membuat sekujur tubuh Haira mati.
"Besok pemilik tambang batu bara itu datang ke sini. Dia akan mengecek lokasi nya lagi."
Ini tidak boleh dibiarkan, kasihan Kemal.
"Tapi, Pak. Bagaimana dengan saya dan Kemal?" tanya Haira dengan mata berkaca.
Bagi dirinya, tidur di bawah kolong jembatan maupun di bawah pohon tak masalah, namun ia tak mungkin membiarkan Kemal merasakan seperti yang ia rasakan beberapa tahun yang lalu.
Pak RT menghembuskan napas dengan berat. Ia tak mungkin menampung Haira dan Kemal di rumahnya yang pasti akan terjadi perang badar. Namun, ia harus menyampaikan apa yang harus disampaikan.
"Maaf, Ra. Saya hanya menjalankan tugas. Permisi."
Haira menatap punggung pak RT yang mulai menjauh. Tetes demi tetes air matanya luruh membasahi pipi.
"Apa yang harus aku lakukan? Tidak mungkin aku membawa Kemal pergi dari sini, bagaimana kalau tuan Mirza tahu keberadaanku. Aku tidak ingin ingkar janji padanya, tapi aku belum siap untuk berpisah dengan anakku."
Haira masuk ke dalam. Menatap Kemal yang duduk dengan kepala menunduk. Haira tahu jika putranya itu menahan takut yang luar biasa. Tangannya yang saling terpaut pun bergetar saat ia mendekatinya.
"Mommy," ucap Kemal ragu-ragu. Melirik Haira sekilas lalu menunduk lagi.
"Sekarang katakan! Apa lagi yang kamu ambil dari anaknya bu Jamilah?" tanya Haira dengan suara lembut. Meskipun dadanya sudah ingin meledak, tetap saja ia menahannya.
Kemal merogoh saku celananya dan menunjukkan sebuah mobil remot mini yang berwarna putih.
"Besok kembalikan, atau kamu tidak akan jajan selama satu bulan."
Kemal mengangguk tanpa suara. Meletakkan mobil-mobilan itu di atas meja, lalu memeluk lutut Haira dengan erat.
Maafkan mommy, Nak. Mommy janji akan membelikan mainan jika nanti kita punya uang. Mommy akan bekerja lebih keras lagi supaya kita bisa pulang ke rumah.
"Mommy, apa aku boleh bertanya?" tanya Kemal lirih. Mendongakkan kepalanya, menatap Haira yang sibuk mengusap air matanya.
"Boleh, memangnya Kemal mau tanya apa?"
Haira duduk di samping Kemal. Membawa bocah itu ke pangkuannya. Merapikan rambut yang menutupi keningnya.
"Apa aku nggak punya Daddy seperti Toni dan Rio. Mereka selalu dipeluk Daddy nya setiap hari, kenapa Daddy ku nggak pernah pulang?"
Haira terpaku. Apa yang harus ia katakan. Selama ini Haira sudah sering membohongi Kemal, dan rasanya ia tak sanggup lagi melakukan itu.
"Kemal tidak usah mengharapkan kehadiran Daddy. Sampai kapanpun, dia tidak akan pernah ada di antara kita. Jangan bertanya seperti itu lagi."
Kemal mengangguk mengerti.
Haira tak pernah melupakan kejadian di rumah Mirza. Meskipun sudah bertahun-tahun ia pergi menjauh, tetap saja ucapan pria itu masih terngiang-ngiang di telinganya. Pergi ke Indonesia dan meninggalkan Turki bukan tujuannya. Namun, takdir membawanya hingga kini ia bisa melihat putranya hadir ke dunia.
"Mommy, aku lapar?" Kemal mengelus perutnya yang mulai berbunyi.
Haira menggendong bocah itu menuju ruang makan. Membuka tudung saji lalu mendudukkan Kemal.
"Lauknya tempe lagi?" tanya Kemal malas.
Terdengar menyayat, namun Haira tetap tersenyum dan memberikan penjelasan yang masuk akal.
𝚑𝚎𝚕𝚕𝚘 𝚐𝚊𝚗𝚝𝚎𝚗𝚐 𝚜𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚔𝚗𝚕 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚊𝚞𝚗𝚝𝚢 𝚊𝚗𝚐𝚎𝚕𝚊 🤣🤣