Kecelakaan yang menimpa Nasya bersama dengan calon suaminya yang menghancurkan sekejap kebahagiaanya.
Kehilangan pria yang akan menikah dengan dirinya setelah 90% pernikahan telah disiapkan. Bukan hanya kehilangan pria yang dia cintai. Nasya juga kehilangan suaranya dan tidak bisa berjalan.
Dokter mengatakan memang hanya lumpuh sementara, tetapi kejadian naas itu mampu merenggut semua kebahagiaannya.
Merasa benci dengan pria yang telah membuat dia dan kekasihnya kecelakaan. Nathan sebagai tersangka karena bertabrakan dengan Nasya dan Radit.
Nathan harus bertanggung jawab dengan menikahi Nasya.
Nasya menyetujui pernikahan itu karena ingin membalas Nathan. Hidup Nasya yang sudah sepenuhnya hancur dan juga tidak menginginkan Nathan bisa bahagia begitu saja yang harus benar-benar mengabdikan dirinya untuk Nasya.
Bagaimana Nathan dan Nasya menjalani pernikahan mereka tanpa cinta?
Lalu apakah setelah Nasya sembuh dari kelumpuhan. Masih akan melanjutkan pernikahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Kenyataan Yang Di Perlihatkan.
Setelah melakukan perjalanan yang akhirnya mereka berdua sampai rumah. Nasya yang malah tampak menghindar yang begitu keluar dari mobil langsung memasuki mobil dan masuk ke dalam kamarnya. Nathan cukup heran dengan perubahan sikap Nasya dan juga tidak mencoba untuk mengajak berbicara.
Nathan yang merasa begitu sangat lelah malam ini dengan banyak sekali yang terjadi dan bahkan tubuhnya juga hampir remuk dengan beberapa pukulan yang sakitnya baru terasa saat ini, belum lagi tangannya masih terasa nyut-nyutan walau sudah diobati oleh Nasya. Nathan juga memilih untuk masuk ke kamarnya.
*****
Malam yang sudah berakhir dan kembali pagi. Nasya yang keluar dari kamar yang mana tadi malam mereka tidak satu kamar. Nasya ke dapur dan melihat Bibi yang sedang menata sarapan di atas meja makan.
"Nona Nasya sudah bangun!" sapa Bibi yang menyadari kehadiran Nasya membuat Nasya menganggukkan kepala.
"Ayo sarapan Nona," ucap Bibi. Nasya mengangguk, kemudian menarik kursi dan langsung duduk.
"Apa Nathan sudah bangun?" tanya Nasya.
Bibi tampak terkejut mendengar Nasya dengan mata melotot.
"Ada apa, Bi?" tanya Nasya heran.
"No-Nona, sudah bisa berbicara?" tanya Bibi yang memang tidak mengetahui hal itu. Karena tadi malam Bibi juga sudah tidur.
"Alhamdulillah saya sudah bisa berbicara," jawab Nasya.
"Bibi senang sekali mendengarnya. Suara Nona ternyata begitu sangat indah. Nona sekarang bukan hanya bisa berjalan dan juga sekarang sudah berbicara. Nona sudah sembuh," ucap Bibi yang turut sangat bahagia.
"Makasih, Bi dan selama ini Bibi juga banyak membantu saya," sahut Nasya.
Bibi melakukan kepala dengan ekspresi wajahnya yang mengeluarkan senyum yang begitu sangat tulus.
"Bibi belum menjawab pertanyaan saya. Apa Nathan masih ada di kamarnya?" tanya Nasya.
"Iya Nona. Tuan Nathan masih berada di dalam kamar. Dia masih tertidur yang mungkin sebentar lagi akan keluar," jawab Bibi.
"Apa dia baik-baik saja dan apa tidak ingin dibawa ke rumah sakit. Aku takut lukanya tidak terobati dengan sempurna," batin Nasya dengan khawatir.
"Nona sarapan saja terlebih dahulu," ucap Bibi yang membuat Nasya menganggukkan kepala.
Nasya melihat Bibi tanpa membuat sarapan lagi dan sementara dirinya sudah dibuatkan nasi goreng kesukaannya.
"Untuk siapa itu?" tanya Bibi.
"Tuan Nathan," jawab Bibi.
"Bukankah Bibi sudah membuatkan nasi goreng dan kenapa membuat sandwich lagi?" tanya Nasya.
"Sejak kapan tuan Nathan menyukai nasi goreng. Beliau tidak pernah menyukai sejak kecil dan kalau sarapan selalu dengan roti bakar atau sandwich," jawab Bibi.
"Tidak suka. Jadi selama ini dia sarapan di rumahku dan memakan nasi goreng itu terpaksa?" batin Nasya.
"Dia melakukannya karena menghargai orang tuaku," Nasya benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilakukan Nathan yang lebih memilih diam daripada banyak protes.
Ceklek.
Nasya dikejutkan dengan suara pintu. Akhirnya laki-laki yang dia khawatirkan keluar juga dari kamar. Nathan yang sepertinya baru saja selesai mandi dan tangan itu masih diperban yang Nasya tidak tahu bagaimana Nathan bisa melakukan semuanya sendiri dengan luka yang ada di tangannya.
Nathan melihat Nasya yang berada di meja makan yang seketika membuat langkah Nathan terhenti. Mereka berdua saling melihat dengan tatapan yang sangat tidak bisa ditebak. Nasya yang seketika menjadi canggung.
"Nanti saja saya sarapannya," ucap Nasya yang salah tingkah dan berdiri dari tempat duduknya yang pergi begitu saja.
Nasya mungkin sangat gugup karena kejadian tadi malam yang akhirnya membuat dia tidak tahu harus berekspresi seperti apa di hadapan Nathan. Bibi juga heran dengan kepergian Nasya dan Nathan melihat istrinya itu kembali memasuki kamar.
"Tuan Nathan mau sarapan langsung apa nanti juga?" tanya Bibi.
"Bibi antar sarapan Nasya ke kamar!" titah Nathan yang dia sangat mengerti bagaimana suasana hati Nasya dan pasti merasa belum nyaman jika mereka berdua saling berhadapan dan apalagi berbicara dan Nathan juga tidak ingin Nasya tidak sarapan.
"Baik tuan," jawab Bibi.
*****
Nasya yang baru saja selesai mandi, dengan rambutnya yang basah. Nasya yang duduk di depan cermin yang melihat wajahnya, tangannya tiba-tiba memegang dadanya dengan jantungnya yang saat ini masih berdebar begitu kencang.
"Ada apa ini?" batinnya memejamkan mata dan justru dia membayangkan bagaimana dia dan Nathan berciuman waktu itu.
Setelah kejadian itu dia dan Nathan cukup saling menghindar satu sama lain dan sebenarnya Nasya yang menghindar. Dia seketika gugup dan tidak berani melihat Nathan.
Nasya langsung membuka mata dengan cepat, detakan jantungnya semakin kencang yang tidak mengerti dengan perasaannya.
"Apa mungkin aku menyukainya?" ucapnya tiba-tiba yang bisa menyimpulkan sendiri.
"Kenapa aku begitu saja menerima semuanya dan aku tiba-tiba menghindarinya. Apa yang sebenarnya terjadi denganku dan benarkah perasaanku sudah menjawab semuanya?"
Akhirnya dia kalah dengan semua dendam yang dia miliki dan dia yang pada akhirnya terjerat dalam semua rencananya.
Nasya berusaha untuk tenang yang berkali-kali menarik nafas dan membuang perlahan ke depan. Nasya berdiri dari tempat duduknya yang keluar dari kamarnya.
Nasya menuju dapur yang mengambil air putih lalu meneguknya, ini sudah malam dan bahkan terasa begitu lelah, tetapi matanya tidak bisa tidur. Mata Nasya yang tiba-tiba melihat ke arah kamar Nathan. Entah apa yang dia pikirkan dan seketika dia melangkah menuju kamar dengan pintu yang terbuka itu.
Tidak bisa bohong jika dia sangat mengkhawatirkan Nathan. Nasya yang berdiri di depan pintu dan melihat bagaimana Nathan yang kesulitan membuka kemejanya. Mungkin karena tangannya yang satu terluka dan apalagi Nathan juga belum memeriksakan tangan itu ke rumah sakit.
Nathan yang terus mencoba untuk melepaskan kemeja tersebut dan tiba-tiba saja merasa ada tangan yang membantunya yang membuat Nathan menoleh kan kepalanya dan ternyata Nasya sudah berdiri di belakangnya.
Nathan cukup kaget dengan kehadiran Nasya dan sampai akhirnya kemeja itu berhasil dilepas Nasya yang memperlihatkan tubuh kekar Nathan bak seorang atlet yang pertama kali dilihat Nasya tanpa memakai pakaian.
Tetapi bukan itu yang menjadi perhatian Nasya. Tiba-tiba saja matanya terfokus pada punggung tersebut yang terdapat luka begitu panjang dan tangan Nasya dengan perlahan memegang luka tersebut yang mengusapnya begitu lembut membuat Nathan sedikit kaget.
Nasya mengingat pada saat terjadinya kecelakaan, dengan sangat sadar dia berada di gendongan Nathan dan melihat bagaimana mobil itu meledak dan salah satu alat dari mobil itu mengenai punggung Nathan, mengingat jelas semua itu.
"Apa ini karena kecelakaan itu?" tanya Nasya dengan suara pelan yang terus saja menatap luka tersebut.
Nathan membalikan tubuh dengan menganggukkan kepala, "kamu benar! Ini karena kecelakaan itu," jawab Nathan.
Nasya terdiam yang tidak tahu mau berbicara apa lagi, dia seketika membisu dan menatap Nathan yang juga menatap dirinya. Bukan hanya dia saja yang mengalami luka, lumpuh dan juga tidak bisa berbicara dan Nathan juga mengalami luka parah dan bahkan sangat membekas.
"Kamu menyadari hal itu?" tanya Nathan.
"Jadi dia juga terluka pada saat kecelakaan itu menyebabkan luka itu membekas. Jika tidak menyelamatkan ku. Dia pasti tidak akan terluka," batin Nasya dengan raut wajah yang seperti menyesali sesuatu.
Nasya merasa dirinya sangat egois yang merasa menjadi korban sepenuhnya, tanpa dia sadari jika Nathan juga mengalami banyak hal dan bahkan sampai terluka karena hanya menyelamatkannya.
Bersambung......
untuk Nathan : ini pelajaran berharga jadi laki2 harus punya ketegasan kalau cinta bilang cinta jgn dibiarkan mengambang, perempuan butuh kepastian bukan sekedar janji. habis ini perjuangkan anak isteri kamu buktikan kamu sangat mencintai mereka.
untuk Nasya : semoga keputusan tidak membawa penyesalan untukmu. knpa tidak mencoba bersabar sdikit lagi meskipun bukan untukmu tapi untuk anakmu, Nathan sudah mmilihmu, perlakuannya juga sdah berubah ,yg artinya tinggal sdikit lagi untuk kata cinta terucap.