Widuri memilih kabur dari rumah, pergi jauh dari keluarga kakeknya yang tiba tiba menjodohkannya dengan sesosok pria yang bahkan tidak dia kenal.
Akibat perbuatannya itu sang kakek murka, tidak hanya menarik uang sakunya yang fantastis, sang kakek juga memblokir kartu kredit, mobil bahkan kartu kartu sakti penunjang hidup dan modal foya foya yang selama ini Widuri nikmati.
Akankah Widuri menyerah ataukah bersikeras pada pendiriannya yang justru membuatnya semakin terjerumus masalah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kaa_Zee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 03
Melihat beberapa orang berdiri didepan resepsionis membuat Widuri menghentikan langkahnya sejenak. Dia harus waspada jika mereka orang suruhan Handoko dan akan membawanya pulang ke rumah.
"Tidak... Tidak... Aku tidak mau!" cicit Widuri, memilih berbalik ke arah berlainan. "Aku harus pergi, persetan dengan sarapanku. Aku bahkan tidak sempat mencuci muka!" katanya lagi mempercepat langkahnya.
Widuri terus berlari kecil, menjauh dari hal-hal mencurigakan adalah pilihan tepat. Termasuk orang orang dengan seragam yang sama dan terlihat berjaga-jaga tadi yang mungkin saja akan menangkapnya. Namun Widuri justru semakin masuk ke area belakang hotel, dimana hanya orang yang berkepentingan khususnya petinggi petinggi hotel saja yang bisa masuk ke dalam sana.
"Sebentar lagi rapat akan mulai, Pak."
"Para staff juga sudah menyerahkan laporan mereka selama satu bulan ini."
Dua orang manusia tinggi berjalan sejajar, pakaian mereka serupa namun tak sama, salah satunya lebih elegan dan juga mewah. Kemungkinan mereka adalah atasan dan asistennya. Berjalan cepat dan sangat gesit menandakan mereka adalah orang yang sangat sibuk dan hampir saja bertabrakan dengan Widuri yang tengah berlari lari kecil sambil terus menengok kebelakang. Mencurigakan.
"Uppsss... Sorry!"
Widuri menarik topi hingga menutupi setengah wajahnya seraya terus menundukkan kepala, entah kenapa setelah memutuskan kabur dia jadi takut bertemu manusia lain. Dia segera menyingkir, menghimpitkan tubuhnya kearah tembok dan membiarkan dua manusia tinggi itu melewati dirinya.
Namun tidak ada pergerakan dari dua orang pria itu, mereka justru mematung dengan penuh heran melihat orang lain berada disana. Sedangkan Widuri diam-diam menatap keduanya dengan ekor matanya seraya menunggu.
"Fer... sejak kapan area ini dipakai untuk umum!?"
Ferdy, Widuri diam diam memperhatikan, menatap pria dengan tulisan Ferdian tercetak jelas di nametag yang menggantung dijas hitamnya. Terlihat pria itu segera menganggukkan kepala, lalu merogoh ponsel dibalik jasnya.
"Maaf Pak, sepertinya ada kesalahan! Aku akan meng---"
Belum juga selesai bicara, pria yang lebih tegap kembali berjalan tanpa acuh, langkahnya begitu tegas, setegas pancaran wajahnya yang datar tanpa expresi, melewati Widuri tanpa melirik sedikitpun. Gadis itu sampai bergidik, aura dingin terasa sampai ke kulit ari. Rasanya bulu kuduk ikut meremang.
"Bereskan!!" ucapnya begitu angkuh.
Widuri kembali bergidik, seolah mengingatkannya pada ke otoriteran sang kakek, lalu beralih menatap pria bernama Ferdi yang menatapnya tajam hingga Widuri kembali menundukan kepalanya.
Alih-alih mengikuti bosnya, Ferdy justru mendekati Widuri, secepat kilat pria berkaca mata itu menyambar topi yang dikenakan Widuri sampai gadis itu terkesiap kaget. Tak sampai situ, Ferdy langsung menarik tangannya hingga tubuh tak seberapa ramping itu terhuyung.
"Ayo ikut! Apa seniormu tidak memberitahukan tata tertib dan peraturan hotel?"
Widuri jelas meronta-ronta, namun tenaganya tidaklah seberapa dibandingkan pria bernama Ferdy itu. Tubuhnya terhuyung-huyung tak jelas, berteriak walau tidak didengar saat Ferdy membawanya terus melewati koridor. "Tapi... tapi... aku bisa menjelaskannya! Aaahhh... Sakit tahu!"
"Sudah jelaskan nanti dikantor saja!"
Widuri kini duduk di sebuah kursi, menggosok pergelangan tangannya yang memerah. Didepannya terdapat meja dengan papan bertuliskan kepala personalia bagian umum. Dan duduklah Ferdi disana.
"Panggil mentormu kemari dan selesaikan secara diam- diam. Jangan ada keributan apalagi membuat Pak Marcel marah!"
"Dengar ya, Fer.. emmpphh..." Widuri ragu, mengatupkan kembali mulutnya, sesaat kemudian ia menegakkan bahunya. "Pak Ferdy yang terhormat. Aku tidak bekerja disini, dan aku tidak tahu kalau area ini tidak boleh dimasuki olehku!?" jelasnya.
"Oleh siapapun!"
"Ya... Ya... Oleh siapapun. Aku ini tamu hotel..." terang Widuri, "Yang kesasar!" katanya lagi.
Tatapan Ferdy menelisik, dari bawah sampai atas kepala Widuri. Lalu berdecih.
"Kau tahu. Posisiku ini sangat penting, aku juga sedang sibuk sekali jadi tolong jangan berulah. Kalau kau tidak sanggup bekerja dengan baik di hotel ini lebih baik mengundurkan diri saja!" Ferdy melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, masih ada waktu sedikit untuk menangani masalah kecil ini. Fikirnya.
"Astaga, sudah kubilang aku tidak bekerja disini. Perlu aku buktikan?"
Setelah bicara itu Widuri justru langsung terdiam. Bagaimana bisa ia membuktikan dirinya sesudah dirinya terusir dari kamar yang dipesannya. Widuri mengembuskan nafasnya kasar. Depositnya bahkan dibatalkan secara sepihak.
"Dari divisi mana?"
Ferdy tidak peduli penjelasan Widuri, dia memanggil seseorang melalui intercom yang berada di meja.
"Bukan begitu, .... Aduuhhhh...!" ucap Widuri mengacak rambutnya pelan.
Sampai terdengar seseorang mengetuk pintu, seorang wanita berambut pendek dengan tubuh sedikit berisi melangkah masuk. Wanita itu langsung mengarahkan tatapan tajam pada Widuri yang saat ini terlihat bak tahanan.
"Kau tahu apa kesalahanmu? Sudah kubilang jangan membuat masalah apalagi sampai pak Marcel sendiri yang turun tangan. Bereskan kekacauan ini atau gajimu ku potong!" ucap Ferdy sambil berdiri padanya
"Ya ampun, jangan dong Ferdy. Bulan ini pamanmu harus kontrol ke dokter!"
"Kau fikir hanya gajimu yang dipotong! Aku juga..."
"Tapi...," terdengar wanita itu mendengus kasar.
Tatapannya beralih pada Widuri yang sejak tadi hanya diam menatap keduanya secara bergantian.
"Kau. Dari divisi mana? Ayo ke ruanganku!" titahnya.
"Astaga, apalagi ini..." Gumam Widuri memijit pelipisnya pelan tanpa mereka dengar. "Dengar ya Ibu... Bapak... Aku sudah katakan berkali-kali kalau aku itu tidak bekerja disini, aku bukan pegawai hotel. Aku ini tamu..." terang Widuri penuh penekanan.
Berkali-kali Widuri menjelaskan tapi mereka sama sekali tidak ada yang peduli. Mereka terus saja menekan Widuri hingga gadis itu emosi.
"Jangan-jangan kau orang suruhan dari kompetitor kita, bukan begitu Ferdy?" tuduh wanita itu menatap Ferdy.
Ferdy diam sejenak lalu mengangguk-anggukan kepalanya. Ucapan Bibinya masuk akal juga. Siapa yang nekat masuk mengendap-ngendap ke dalam ruangan khusus petinggi hotel jika tidak ada maksud terselubung bukan.
Mereka bahkan menginterogasi Widuri dengan berbagai macam pertanyaan yang bahkan Widuri tidak mengerti, selain bentakan dan juga tuduhan yang semakin tidak masuk akal tanpa mendengarkan sedikitpun penjelasannya.
Tidak tahan dengan tuduhan yang dilayangkan bertubi-tubi, emosi Widuri akhirnya memuncak, ia yang awalnya santai kini berdiri seraya menggebrak meja. "Sudahlah, biarkan aku pergi dan masalah ini kita anggap selesai. Lagipula aku hanya kesasar kok. Tidak ada maksud lainnya apalagi maksud terselubung seperti yang kalian tuduhkan. Aku ini cucu orang terpandang, aku orang kaya, aku bahkan bisa menyuruh kakekku membeli hotel ini!" terangnya dengan sekali nafas.
Mereka berdua justru tertawa, mencemooh ucapan Widuri. Siapa pun mungkin juga tidak akan percaya jika melihat penampilannya saat ini, rambut acak-acakan, riasan ah sudahlah. Membayangkannya saja akan sangat sulit.
"Astaga... Sudah kabur dari rumah tapi tetap menggunakan nama besar kakek. Mau ditaruh dimana mukaku ini jika kakek tahu! Widi kau ceroboh sekali"
cus lah update k. yg banyak