Sandra, gadis yang hidup sengsara di keluarga kaya Hartawan. Sejak kecil, ia diperlakukan kejam oleh orang tuanya, yang sering memukul, menyalahkannya, dan bahkan menjualnya kepada pria-pria tua demi uang agar memenuhi ambisi keuangan orang tuanya. Tanpa Sandra ketahui, ia bukan anak kandung keluarga Hartawan, melainkan hasil pertukaran bayi dengan bayi laki-laki mereka
Langit, yang dibesarkan dalam keluarga sederhana, bertemu Sandra tanpa mengetahui hubungan darah mereka. Ketika ia menyelidiki alasan perlakuan buruk keluarga Hartawan terhadap Sandra, ia menemukan kenyataan pahit tentang identitasnya. Kini, Langit harus memilih antara mengungkapkan kebenaran atau tetap bersama Sandra untuk melindunginya. Sementara Sandra, cinta pertamanya ternyata terikat oleh takdir yang rumit bersamanya.
#foreducation
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Littlesister, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga Bulan Kerja
Kantin Universitas Indonesia. Sandra sedang berdiri di belakang meja kasir, melayani mahasiswa dengan sopan. Sekelompok pria yang tampilannya seperti preman memasuki kantin dan membuat kebisingan. Damar masuk bersama teman-temannya, tertawa keras, dan langsung mendekati meja kasir.
"Halo, Mbak cantik! Baru kerja di sini, ya? Siapa nama lo? Nama gue Damar. Jangan lupa nama gue, soalnya gue bakal sering ke sini." sapa Damar, ia tersenyum lebar, mencoba menarik perhatian Sandra.
"Iya, Mas. Maaf, ada yang mau dipesan?" Sandra mengacuhkan tetap fokus menghitung uang, tidak terlalu memedulikan.
"Jangan panggil gue 'Mas'. Panggil aja Damar. Biar lebih akrab. Lagian lo kerja di sini, siapa tahu nanti kita bisa sering ngobrol, kan?" rayu Damar.
"Totalnya Rp20.000, Mas. Silakan bayar di sini." Sandra tidak menanggapi. Ia tetap melayani dengan sopan dan profesional.
Damar menyerahkan uang sambil menatap Sandra dengan senyum menggoda. Tapi Sandra tetap fokus pada pekerjaannya, membuat Damar sedikit kesal karena merasa diabaikan.
"Ah, nggak seru banget. Lo dingin banget, Mbak. Lo nggak tahu siapa gue, ya? Gue tuh orang terkenal di kampus ini." Damar bersikap santai, tapi mulai merendahkan
"Maaf, Mas. Saya cuma penjaga kantin. Saya nggak tahu banyak tentang siapa yang terkenal di sini." Sandra tersenyum tipis, tapi nada suaranya tegas.
Damar terdiam, merasa tersinggung, tapi memilih tidak memperpanjang masalah. Ia kembali ke mejanya sambil tertawa kecil dengan teman-temannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sudah tiga bulan Sandra bekerja di kantin tersebut. Hubungan Sandra dan Langit menjadi semakin dekat, Langit sering datang ke kantin, tidak hanya untuk makan tetapi juga untuk berbicara dengan Sandra. Mereka mulai terlihat akrab. Langit bahkan sesekali membantu Sandra melayani mahasiswa.
"Udah kayak kerjaan sampingan gue aja nih. Kayaknya kalau gue nggak jadi dokter, gue bisa kerja di sini." sindir Langit.
"Kamu kayak nggak ada kerjaan lain, Langit, Bukannya harusnya kamu di kelas sekarang?" timpal Sandra.
"Kelas? Apa itu kelas? Kan di sini ada kamu, jadi lebih menarik daripada dosen di sana." Langit mengangkat bahu, dengan nada bercanda.
"Tapi beneran, aku cuma mau bantu kamu. Kamu kerja keras banget. Nggak apa-apa kan kalau aku sering ke sini?" sambung Langit.
"Asal nggak bikin kamu bolos kelas, aku sih nggak masalah." ucap Sandra seraya menghitung uang kembalian.
"Langit, saya lihat kamu sering banget di sini. Kamu nggak ada jadwal kuliah, ya? Jangan sampai kamu terlalu sering main di kantin ini sampai lupa tugas utama kamu di kampus." sahut Manajer Kantin.
"Nggak kok, Pak. Saya cuma mampir sebentar buat bantu-bantu." Langit tertawa kecil, mencoba santai.
"Ya udah, kalau cuma sebentar. Tapi jangan sampai keterusan, ya. Kamu itu mahasiswa kedokteran, tanggung jawabnya besar." Manajer Kantin mengangguk, tapi tetap tegas.
"Iya, Pak. Terima kasih sudah diingatkan." ucap Langit.
"Kayaknya aku bakal kena larangan resmi main ke sini kalau terus-terusan kayak gini" bisik Langit.
"Huss...Itu buat kebaikan kamu juga, Langit." ucap Sandra.
Sandra kembali melayani mahasiswa di kasir, sementara Langit duduk di meja dekat kasir dengan segelas jus di tangannya. Saat suasana kantin mulai sepi, Sandra menghampiri Langit dengan senyum kecil.
"Langit, kamu sering banget ke sini bawa jus. Aku penasaran, itu jus dari mana sih? Kok kayaknya enak banget?" tanya Sandra penasaran
"Oh, ini? Dari kedai jus langganan aku. Baru buka beberapa bulan, tapi sekarang mulai rame" Langit tersenyum kecil, menatap gelas jusnya.
"Wah, kedai jus kamu langganan? Nama tempatnya apa? Aku jadi pengen coba juga!" Sandra antusias.
"Ah, nggak penting nama tempatnya. Yang penting, jusnya sehat dan segar. Kamu harus coba suatu waktu."
"Iya, aku pasti coba nanti. Tapi kamu kok sering bawa jus dari sana? Sampai setiap hari. Apa kamu kenal pemiliknya?" Sandra mengangguk, tetapi masih penasaran.
"Kenal banget, malah." Langit tersenyum penuh arti, mengerjai Sandra.
"Loh, segitu seringnya kamu ke sana, pasti pemiliknya ramah banget, ya. Hebat, deh. Berarti dia punya pelanggan setia kayak kamu." puji Sandra.
"Yah, bisa dibilang aku lebih dari sekadar pelanggan setia." sambung Langit.
"Loh, maksud kamu apa? Jangan bilang kamu ada hubungan khusus sama pemiliknya?" Sandra menyipitkan mata, mulai curiga.
"Nggak gitu, Sandra. Aku pemiliknya." Langit tertawa keras, menggeleng.
"Serius? Kamu yang punya kedai jus itu?!" Sandra terkejut.
"Iya, aku buka kedai itu beberapa bulan lalu. Awalnya kecil, cuma buat nambah pengalaman bisnis aja, tapi sekarang lumayan rame." Langit mengangguk santai.
"Kamu beneran pemiliknya? Aku nggak nyangka! Kamu mahasiswa tapi bisa buka bisnis kayak gitu? Hebat banget!" kagum Sandra.
"Aku cuma coba-coba aja, kok. Lagi pula, aku nggak mau ngandelin uang orang tua terus. Aku pengen mandiri." ucap Langit
"Kamu beda banget, Langit. Nggak banyak orang yang seberani kamu. Apalagi buka bisnis sambil kuliah. Apa nggak capek?" Sandra sangat bangga pada Langit.
"Capek sih, pasti. Tapi aku nikmatin aja. Kalau kamu suka apa yang kamu lakuin, capeknya jadi nggak kerasa." timpal Langit.
"Kalau gitu, aku doain kedai jus kamu makin rame, ya. Nanti aku juga mau mampir ke sana" antusias Sandra dengan bisnis Langit.
Dalam hati, ia semakin kagum pada Langit yang tidak hanya ramah, tetapi juga rendah hati meski memiliki usaha sendiri. Namun, ia belum tahu bahwa Langit adalah mahasiswa kedokteran, yang seharusnya memiliki jadwal sangat padat.
Di meja kantin, teman Damar, Dimas, melihat Langit dan Sandra berbicara dengan akrab di kasir. Ia mulai curiga dan mendekati Damar yang sedang sibuk memainkan ponselnya.
"Mar, lo tahu nggak kenapa penjaga kantin itu dingin banget sama lo?" bisik Dimas.
"Kenapa emangnya? Dia sok jual mahal, ya?" Damar mengangkat alis, menatap Dimas dengan penasaran.
"Bukan jual mahal, Mar. Kayaknya dia deket sama Reyhan, tuh junior lo yang sering nongkrong di sini" elak Dimas.
"Langit? Serius lo? Masa iya dia deket sama penjaga kantin kayak gitu? Gue nggak percaya." Damar terkejut, lalu tertawa sinis.
"Lihat sendiri tuh. Dia sering banget bantuin si cewek itu. Kayaknya lebih dari sekadar mampir biasa, deh." Dimas mengangguk, menunjuk ke arah Langit dan Sandra.
Damar memandang ke arah Langit dan Sandra yang sedang bercanda di kasir. Wajahnya berubah dingin, menunjukkan kemarahan yang mulai muncul karena mengingat Sandra yang acuh padanya. Namun, ia memilih untuk tidak bereaksi langsung.
"Kalau bener dia deket sama Langit, gue bakal kasih pelajaran ke dua-duanya. Lihat aja nanti."
ucap Damar dengan nada dingin.
Dimas hanya tertawa kecil, sementara Damar terus memandang Langit dan Sandra dengan tatapan penuh rencana.
"Siapa sih namanya?" tanya Damar penasaran.
"Namanya Sandra" jawab Dimas.
"Oke, mangsa baru, cantik dan badannya juga bagus sesuai kriteria gue. Tapi sayang dia cuma seorang penjaga kantin, levelnya jauh lebih rendah dari gue. Tapi gapapa, gue bakalan coba rebut Sandra dari Langit, kayak gak tau gue aja sih. Lumayan buat mainan gue, siapa sih yang gak suka sama gue? Soalnya dia sok jual mahal sih, harga diri gue rasanya kayak diinjek-injek" Damar percaya diri bisa merebut Sandra dari Langit.
Misal.
"Aw, rasanya nyeri sekali. Walaupun ini bukan yang pertama kali, tetap saja rasanya sakit. Dia terlalu kasar di atas ranjang," ucap Sandra bla bla bla.
mmpir juga ke ceritaku yg "Terpaksa dijodohkan dengan seorang dosen"
tolong mampir lah ke beberapa novel aku
misal nya istri kecil tuan mafia