Elora percaya bahwa cinta adalah segalanya, dan ia telah memberikan hatinya sepenuhnya kepada Nolan, pria penuh pesona yang telah memenangkan hatinya dengan kehangatan dan perhatian. Hidup mereka terasa sempurna, hingga suatu hari, Nolan memperkenalkan seorang teman lamanya, kepada Elora. Dari pertemuan itu, segalanya mulai berubah.
Ada sesuatu yang berbeda dalam cara mereka bersikap. Perhatian yang terlalu berlebihan, dan senyuman yang terasa ganjil. Perlahan, Elora mulai mempertanyakan kebenaran hubungan mereka.
Apakah cinta Nolan kepadanya tulus, atau ada rahasia yang ia sembunyikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose Skyler, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Koki Tampan
Pagi itu, Alden berjalan cepat menuju kamar tempat Elora dirawat. Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara berisik dari dalam kamar.
"Saya sudah merasa baik-baik saja, Bu Perawat. Jadi izinkan saya pulang!" suara Elora terdengar tegas, dan sedikit kesal.
"Maaf mbak Elora, tapi anda harus menunggu persetujuan dari wali anda,"
"Wali? saya rasa itu tidak perlu, saya sudah dewasa dan saya bisa membayar sendiri biaya perawatan ini,"
"Maaf mbak, tapi lebih baik anda menghubungi dulu wali anda,"
Alden membuka pintu perlahan, pemandangan di dalam langsung membuatnya menghela napas panjang. Elora berdiri di samping ranjang dengan wajah memerah karena emosi, tangannya memegang tiang infus yang masih terpasang.
"Apa yang terjadi di sini..?" Elora dan perawat itu sontak menoleh bersamaan.
"Kebetulan wali anda sudah datang," ujar perawat yang membuat Elora mengerutkan alisnya
"Dia, waliku?" tanya Elora dengan bingung, menunjuk pada Al
"Iya, beliau yang membawa anda kemari dan bertanggung jawab kepada anda, maka dari itu beliau yang bisa memutuskan,"
Elora menatap Alden dengan tatapan memohon. "Aku ingin pulang pak, aku nggak suka di sini. Aku nggak bisa istirahat dengan nyaman di sini,"
"Kamu yakin sudah sehat?" tanyanya dengan nada tenang tapi tegas. Elora sontak mengangguk dengan mantap
"Baiklah. Jadi apakah dia sudah boleh pulang?" tanyanya pada perawat
"Kondisinya sudah membaik dan menurut dokter sudah diizinkan pulang. Tetapi mbak Elora masih tetap harus istirahat dengan baik di rumah," jawab perawat tegas
Elora mengangguk cepat, seperti anak kecil yang dijanjikan hadiah. "Tentu saja! Saya janji akan istirahat dengan baik,"
Namun, Alden memandangnya dengan tatapan skeptis. "Aku nggak yakin kamu bisa memegang janji itu," katanya dengan tersenyum miring
Elora hanya mendengus pelan, dan menatapnya sambil menggerutu.
Setelah menyelesaikan administrasi rumah sakit, Alden mengantarnya pulang.
"Mau pulang ke mana?"
"Tentu saja ke apartemen. Aku nggak mungkin pulang ke rumah, mama pasti akan ngomel panjang lebar, sampe telingaku sakit."
"Tapi, setidaknya ada yang menemani dan melayani mu kalau di rumah," ucap Al, namun Elora tetap kukuh menolak
Alden menemaninya dan membantu membawa barang-barangnya sampai ke apartemen.
"Kalau kau mau, aku bisa mencari seseorang untuk membantumu di sini. Setidaknya sampai kau benar-benar pulih."
Elora mengerutkan kening, jelas tidak menyangka dengan tawaran itu. "Mencari seseorang? Maksudnya seperti asisten rumah tangga?" Alden mengangguk pelan
Elora sontak terkekeh, "Pak Al, aku bukannya tidak mampu mengurus diriku sendiri. Aku hanya butuh waktu untuk istirahat."
"Mengurus diri sendiri? Kau bahkan tidak bisa memasak, bagaimana kau akan mengurus diri sendiri?"
"Ck, memangnya pak Al bisa masak? Lagi pula, aku kan bisa memesan makanan, nggak perlu masak."
"Tentu saja aku bisa, aku berbeda denganmu," kata Alden, membuat El langsung mendesah kesal
"Halah, paling banter masak mi instan, kalo cuma itu aku juga bisa," ucap El dengan senyum miring
Alden menatap Elora dengan pandangan penuh tantangan. "Baiklah, kalau begitu aku akan memasak untukmu sekarang," katanya tegas, melepaskan jasnya dan meletakkannya di sofa
Elora terbelalak, tidak menyangka, "Pak Al serius mau masak?"
Alden hanya mengangguk di pun berjalan ke arah dapur, melonggarkan dasinya, lalu menggulung lengan kemejanya hingga siku.
Elora menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan senyum yang tiba-tiba muncul tanpa izin. Matanya terpaku pada Alden yang tengah sibuk di dapur, dengan lengan kemejanya yang tergulung rapi, dasi yang melonggar, dan ekspresi serius saat dia memotong sayuran.
"Sial," umpat Elora dalam hati, "kenapa dia kelihatan sangat... sexy seperti ini."
Tidak ada jejak pria dingin dan menyebalkan yang biasa ia lihat. Setiap gerakannya, yang terampil meskipun sederhana, membuat El tanpa sadar terpaku lebih lama.
Elora menggeleng pelan, mencoba mengusir pikiran aneh yang mulai mengganggu kepalanya. "Lo udah gila El! jangan mikir yang macem-macem."
Elora mencoba mengalihkan pikirannya dengan membuka sosial media. Lalu, tanpa sengaja lewat video sekumpulan pria tampan dan sexy yang tengah memasak. Elora mengigit bibir bawahnya sambil sesekali terkekeh pelan, dia terus melihatnya.
Tiba-tiba Elora terlonjak kaget. Ia menoleh perlahan, dan mendapati Alden sudah berdiri di belakangnya, menunduk dengan jarak yang begitu dekat hingga ia bisa merasakan napasnya di dekat telinga.
"Kau suka melihat yang seperti ini?" tanya Alden dengan nada rendah, matanya melirik sekilas ke layar ponsel Elora yang menampilkan video para pria tampan tadi.
"Memangnya kenapa? Aku ini cewek normal, Pak Al. Kalau lihat pemandangan bagus, mana mungkin nolak."
Alden menatapnya dengan ekspresi santai. "Pantas saja kau begitu bodoh. Gara-gara kebanyakan lihat video tidak berguna," ucapnya dengan nada datar namun sengaja memancing.
Elora baru saja membuka mulut, siap meluapkan kekesalannya. Namun sebelum satu kata pun keluar, Alden memotongnya dengan nada tenang.
"Makan dulu. Masakannya sudah siap," ujarnya santai sambil berjalan ke meja makan, seolah tidak ada yang terjadi.
Elora terpaku sejenak, lalu memutar matanya dengan kesal. "Sial! bahkan gue nggak sempet membalasnya," gumamnya dalam hati sambil mengikuti Alden ke meja makan.
Elora mencicipi masakan itu, matanya sedikit membesar saat merasakan masakan Al yang sangat pas di lidahnya.
"Gimana?" tanya Alden, sudut bibirnya terangkat penuh percaya diri.
"Lumayan," jawabnya singkat, berusaha terdengar biasa saja meskipun dalam hati ia harus mengakui masakan itu lebih dari sekadar lumayan.
***
Di sebuah restoran mewah, Nolan duduk bersama beberapa rekan dokter setelah rapat yang berlangsung sepanjang hari. Suasana meja makan dipenuhi obrolan ringan, tawa, dan dentingan gelas.
"Rapat hari ini cukup berat, ya? Tapi sepertinya kamu tetap tenang seperti biasa, Nolan," kata Arin
"Aku sudah terbiasa dengan tekanan, jadi tidak terlalu terasa." jawab Nolan
"Ah, tapi kalau soal tenang, kau memang juaranya," timpal salah satu dokter lain
"Nolan! Kebetulan sekali bertemu di sini," ujar Celine sambil tersenyum lebar
Nolan menoleh, sedikit terkejut melihat Celine berdiri di sebelahnya. "Celine?"
"Siapa ini, Nolan?" Tanya Arin dengan penasaran
Celine tersenyum, memperkenalkan dirinya dengan anggun. "Celine. Kami berteman baik. Senang bertemu dengan Anda semua," ucapnya sambil melirik Nolan
"Apa kau mau bergabung dengan kami?" tawar salah satu rekan dokter Nolan
"Tentu saja," ujar Celine. Senyum manisnya tetap terjaga, namun mata Celine mengamati setiap interaksi dengan seksama.
Ketika percakapan berlanjut, salah satu rekan Nolan, Dr. Alif, tidak bisa menahan pujian ketika membicarakan Elora. "Ah, ngomong-ngomong, pacarmu itu cantik banget, Nolan. Dan baik hati juga, ya? Bener-bener sempurna!"
Celine yang semula tenang, tiba-tiba terdiam sejenak. Senyum di wajahnya mulai memudar. "Elora lagi," batinnya
Rekan-rekan Nolan tidak menyadari perubahan sikap Celine dan malah terus melanjutkan pujian mereka. Celine yang sudah mulai merasa tidak nyaman, mengubah topik dengan cepat.
"Oh, jadi Elora sangat terkenal ya di kalangan kalian? Hebat sekali," ujarnya, kali ini dengan sedikit nada sindiran
Celine yang merasa kesal dengan percakapan yang terus berfokus pada Elora akhirnya memutuskan untuk pergi.
Rekan-rekannya tampak saling pandang, beberapa merasa canggung dengan kepergian Celine yang begitu mendadak.
"Nolan, apa ada yang salah? Sepertinya dia agak emosional tadi." tapi Nolan hanya bisa menggelengkan kepala
Tidak lama ia berpamitan dengan alasan ke toilet, namun sebenarnya dia ingin menemui celine.
"Nolan, kau akhirnya datang." ucapnya yang langsung menghambur ke pelukan Nolan
"Kenapa kau kesini?" tanya Nolan dengan nada datar
"Aku ada urusan dengan seseorang,".
"Jangan bohong!"
Celine mendesah pelan, "aku merindukanmu, aku hanya ingin selalu bersamamu. Tapi aku kecewa, semua orang malah memuji Elora, memangnya apa hebatnya dia?"
"Dia adalah kekasihku! dan semua orang tahu itu, mereka semua kenal baik dengan El."
"Lalu, bagaimana denganku?"
"Kita sudah selesai Cel, jadi aku mohon kau jangan bersikap seperti ini lagi. Sekarang aku memiliki Elora, wanita yang aku cintai."
Celine tersenyum sinis. "Perkataanmu tidak sesuai dengan hatimu. Aku tahu kau masih memiliki perasaan terhadapku, tapi kau tidak tega meninggalkan dia."
Nolan hanya terdiam, Celine menyentuh wajahnya dan menatapnya lekat. "Aku lebih bisa memahamimu Nolan, aku juga lebih mengerti kebutuhanmu. Dia hanya seorang gadis yang kekanak-kanakan, jadi tinggalkan saja dia, dan kita kembali seperti dulu,"
*
*