Terjerat DUDA Mafia

Terjerat DUDA Mafia

Bab 1: Pertemuan Terburuk

Malam itu, Hawa Harper merasa tubuhnya lelah setelah shift panjang di rumah sakit. Hujan gerimis turun pelan, menciptakan suasana sepi di jalan yang ia lewati. Setelah seharian berhadapan dengan pasien yang datang silih berganti, kelelahan mulai menghantui langkahnya. Ia melajukan mobil dengan santai, sesekali memejamkan mata, berusaha menikmati keheningan malam. Beberapa menit lagi, ia akan sampai di rumah. Hawa menyalakan radio, berharap suara musik yang lembut bisa sedikit menenangkan pikirannya yang penat.

Brakkkk!!!

Buuugggg!!!

Hantaman keras di depan mobil Hawa jelas sekali dilihatnya. Keheningan itu tiba-tiba pecah. Sebuah suara keras yang mengguncang udara, suara mobil menabrak pohon besar di sisi jalan yang gelap. Hawa terkejut dan langsung menepikan mobilnya. Jantungnya berdegup cepat, rasa cemas mulai menghantui. Dengan tangan gemetar, ia keluar dari mobil dan berlari menuju sumber suara.

Di sana, sebuah mobil mewah terbalik, tergeletak di atas jalan. Asap mengepul dari kap mesin yang remuk, dan Hawa bisa melihat dua sosok di dalamnya. Seorang pria gagah dan kekar tergeletak tak berdaya di kursi kemudi, sementara di sebelahnya, seorang gadis kecil terbaring tak bergerak, darah mengalir deras dari kepala kecilnya.

"Ya Tuhan!!!" Teriak terkejut Hawa.

Hawa berlari menuju mobil dengan cepat, tanpa berpikir panjang. “Tuan! Anak ini—dia terluka parah, kita harus segera membawanya ke rumah sakit!” teriak Hawa, suaranya gemetar karena ketakutan. Namun, begitu ia mendekat dan melihat pria itu, ia terkejut. Pria itu membuka matanya, menatapnya dengan tatapan tajam yang penuh amarah.

“Jangan sentuh aku!” suaranya serak, namun penuh ancaman. “Kau tidak tahu siapa aku!”

Hawa terdiam sejenak. Pria ini jelas terluka, namun tidak ada rasa terima kasih dalam tatapannya, hanya ancaman yang memancar dari matanya. Namun, anak itu... Hawa tidak bisa membiarkan gadis kecil itu terbaring begitu saja. “Tuan, anak ini membutuhkan pertolongan segera. Kalau tidak, kita semua akan menyesal. Aku seorang perawat. Aku bisa membantu. Tolong biarkan aku membantu,” kata Hawa, suara penuh kepastian meski hati kecilnya bergetar.

Pria itu menarik napas dalam, sesak. “Tidak! Tidak ada yang boleh tahu siapa aku! Pergi!!!” Ia berusaha mengangkat tangan, meski gerakannya terbata-bata karena rasa sakit yang luar biasa. “Kau bisa membantu anakku, tapi jangan bawa kami ke rumah sakit! Jangan panggil ambulans! Aku tidak ingin masalah ini sampai ke telinga orang-orang! Dan satu hl lagi rahasiakan keberadaan kami.”

Hawa tercengang. “Tuan, Anda sedang sekarat! Anak ini juga dalam kondisi kritis! Kita tidak punya banyak waktu! Mengapa Anda menolak pertolongan dari rumah sakit?”

Pria itu menatapnya dengan wajah penuh kebencian, namun kemudian suara seraknya terdengar lagi. “Aku hanya ingin hidup. Tapi aku tak bisa membiarkan siapapun tahu siapa aku. Jika orang-orang tahu, bukan hanya aku yang akan mati, tapi kau juga!” matanya berkilat, seperti menantang Hawa.

Hawa merasa tercekik oleh ketakutan yang menggerogoti. Apa yang sedang dia hadapi? Siapa pria ini? Mengapa dia begitu takut untuk dikenal? Namun, Hawa tahu, jika ia meninggalkan mereka di sini, ini akan menjadi sebuah keputusan yang mengerikan. Jika ada satu hal yang bisa ia lakukan, itu adalah membantu menyelamatkan hidup mereka.

"Gila!!" batin Hawa. "Pria tidak waras, kondisi sekarat masih bisa bisanya mengancam. Jika saja aku bukan perawat, mungkin masih bisa aku abaikan."

Hawa menatap pria itu dengan serius. “Kalau begitu, aku akan bawa Anda ke rumahku. Tapi, kita harus kembali ke klinik temanku sebentar untuk mengambil peralatan medis yang akan aku pinjam untuk kebutuhan kalian. Rumahku tidak memiliki perlengkapan yang memadai untuk menangani cedera berat seperti ini,” kata Hawa, suaranya penuh ketegasan meski tangan dan tubuhnya masih gemetar.

Pria itu menatapnya tajam, seolah mencoba menilai apakah Hawa serius. Setelah beberapa detik yang terasa sangat lama, dia akhirnya berkata, “Baiklah. Tapi hanya di rumahmu. Tidak ada rumah sakit, tidak ada ambulans. Aku akan mati jika kau memaksaku ke sana.”

“Ini keputusan yang berbahaya, Tuan. Anda harus tahu, aku tidak bisa menjamin semuanya akan berjalan dengan aman tanpa alat yang tepat,” jawab Hawa, mencoba menimbang setiap kata. “Tapi saya akan bantu. Itu janji saya.”

Pria itu mengangguk perlahan, lalu suara kasar terdengar lagi. “Cepat. Aku tidak punya banyak waktu.”

Hawa menggigit bibirnya, menghindari rasa takut yang menggerogoti dirinya. Ia membuka pintu mobil pria itu dan dengan hati-hati membantunya keluar, meskipun tubuhnya gemetar. Tangan Hawa menyentuh tubuh pria itu, darah hangat mengalir dari luka-luka di tubuhnya. “Kita harus cepat,” katanya sambil memapah pria itu ke mobil.

Selama perjalanan menuju klinik, Hawa berusaha menjaga konsentrasi, meskipun suasana di dalam mobil terasa tegang dan mencekam. Pria itu terdiam, hanya sesekali mengeluarkan keluhan dari rasa sakit yang luar biasa. Hawa bisa merasakan ketegangan yang begitu pekat di antara mereka, dan dia tahu bahwa ia baru saja melangkah ke dalam dunia yang lebih berbahaya daripada yang ia bayangkan.

Sesampainya di klinik, Hawa memarkir mobil dengan terburu-buru. “Tunggu di sini,” katanya, lalu dengan cepat berlari menuju pintu belakang klinik. Untungnya, saat itu malam sudah larut, hanya ada beberapa staf yang sedang berjaga. Hawa mengambil beberapa peralatan medis yang diperlukan, merasa seperti seorang pencuri yang mengambil barang yang bukan miliknya, meskipun dia tahu ia tidak punya pilihan lain.

"Jan, aku pinjam alat medismu di klinik. Aku butuh, penting!" Hawa kirimkan pesan pada pemilik klinik yang tidak lain temannya.

Ia kembali ke mobil dengan hati-hati, berusaha tidak menarik perhatian. “Kita pergi sekarang,” Hawa berkata saat memasuki mobil dan menyalakan mesin.

Pria itu menatapnya dengan pandangan yang sulit dibaca, penuh kewaspadaan dan kebingungan. “Ini bukan akhir dari semuanya, kau tahu? Jika kau bantu aku, kau akan terjebak. Tidak ada jalan keluar dari ini.”

Hingga sampai di rumahnya, Hawa masukkan mobilnya ke garasi bagian belakang, bukan di tempat biasa.

"Tuan, tunggu dulu. Aku akan membawa anak Anda lebih dulu." pinta Hawa yang menggendong anak perempuan yang bersimbah darah banyak. Masuk ke dalam ruangan yang biasa di buat praktek Hawa, hanya ia yang mempunyai kuncinya. Masuk dan membaringkannya. Lalu kembali lagi keluar, memapah lelaki kekar untuk masuk keruangan yang sama.

"Tuan, anda masih kuat untuk bertahankan. Aku akan membantu anakmu lebih dulu." kata Hawa lagi.

Hawa dengan cekatan memasangkan semua yang di butuhkan oleh anak kecil itu. Setelah beberapa menit, bajunya juga sudah di ganti dengan yang bersih yang ada di ruangan itu. Kini anak kecil itu beruntung darahnya tidak sampai kekurangan. Jadi sudah aman.

"Kamu tidak takut denganku?" tanya Harrison saat Hawa membersihkan lukanya.

"Tidak, Tuan." jawab Hawa.

"Kamu beda," batin Harrison memuji Hawa.

Bersambung.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Hi semuanya, ini karya baru mommy lagi ya. Jangan lupa like, subscribe, vote dan komentarnya ya.

Kalau suka bisa kasih rating ⭐⭐⭐⭐⭐, kalau ga suka tinggalin aja ya. Mommy mohon jangan kasih bintang sedikit itu akan menghancurkan karya.

Terima kasih, happy reading.❤❤❤❤❤

Terpopuler

Comments

beybi T.Halim

beybi T.Halim

baru mampir.,sepertinya menarik.,perempuan yg kuat💪💪

2024-12-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!