Sekuel(Emily:Ketika cinta harus memilih)
Maxime Alexander Lemos pria berusia 37 yang merupakan orang kepercayaan pimpinan mafia paling kejam di Jerman jatuh cinta pada seorang gadis namun cintanya harus kandas terhalang restu dari orangtua gadis yang ia cintai dan meninggalkan luka yang begitu mendalam hingga cinta itu berubah menjadi dendam. Ia pergi meninggalkan semuanya merelakan orang yang ia cintai menikah dengan pria pilihan orangtua.
Hingga berbulan lamanya dan keduanya kembali dipertemukan dengan keadaan yang berbeda.
Bagaimana kisah mereka, yuk simak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novi Zoviza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4.Tertembak
"Kenapa kau begitu ingin sekali tahu sekali tentang Amora, Max?," tanya Revan dengan tatapan penuh curiga. Tidak mungkin Maxime yang selama ini terkenal tidak peduli dengan wanita manapun yang mendekatinya kini begitu ingin tahu segalanya tentang seorang gadis bernama Amora yang mirip dengan gadis yang bernama Amelia.
"Jangan-jangan kau menyukai Amora , Max?," tuduh Revan karena Maxime diam saja dan terlihat melamun. Entah apa yang dipikirkan pria itu saat ini.
"Max...", Revan menaikkan intonasi suaranya membuat Maxime tersentak kaget.
"Ck...kau mengagetkanku saja Revan," ujar Maxime berdecak kesal. Ia tadi sedang memikirkan bagaimana caranya ia bertanya pada Kakek Armand tentang Amora. Kakek Armand pasti akan bertanya banyak hal padanya termasuk tujuannya bertanya. Ia bukan tipe pria yang dengan mudah menceritakan masalah pribadinya pada orang lain. Hanya Damian selama ini tempatnya berbagi dan berkeluh kesah.
"Jika kau minta aku datang hanya untuk menemanimu melamun lebih baik aku menemani Amora berjalan-jalan," gerutu Revan tanpa pria itu sadari saat ini Maxime menatapnya dengan begitu tajam.
"Kau sepertinya begitu dekat dengan Amora?," tanya Maxime dengan tatapan penuh selidik.
Revan terkekeh kecil. "Kenapa? kau tidak suka?," jawab Revan kembali bertanya.
Maxime tidak lagi menjawab. Pria itu malah menghisap rokoknya dan menghembuskan asapnya ke udara."Oh ya, Apakah ada serangan balik dari musuh karena serangan kita tadi malam?," tanya Maxime mengalihkan pembicaraan mereka.
"Tidak, tapi aku masih meminta anak buah kita terus memantau markas mereka dari jauh. Dan aku juga menempatkan beberapa orang kita untuk menyusup kedalam mencari tahu apa yang terjadi," jawab Revan.
"Apakah itu tidak berbahaya, Van?. Bagaimana jika mereka ketahuan dan tertangkap?," tanya Maxime.
"Itu sudah menjadi resiko mereka Max, tapi yang jelas orang kita tidak akan membuka mulut untuk siapa mereka bekerja jika mereka tertangkap. Tapi biasanya Kakek mengirim orang-orang yang benar-benar terlatih," jawab Revan.
"Dan aku masih penasaran dengan siapa pemimpin baru mereka. Karena saat penyerangan kemarin malam kita tidak bertemu dengan pimpinan mereka," sambung Revan.
"Kenapa kau begitu penasaran Revan?. Apakah karena pimpinan mereka seorang wanita?," tanya Maxime dengan tatapan penuh selidik.
"Itu salah satunya dan yang membuat aku penasaran siapa wanita ini, dia sepertinya bukan wanita biasa yang bisa menjadi pimpinan mereka," jawab Revan.
"Ya itu benar," jawab Maxime.
Saat mereka sedang asyik mengobrol, tiba-tiba saja Revan mendapat pesan dari orang-orangnya yang menyusup kedalam pihak musuh karena sebentar lagi akan ada penyerangan balasan.
"Max, sepertinya kita harus kembali ke markas. Musuh merencanakan penyerangan balasan," ucap Revan langsung berdiri dari duduknya, bahkan ia belum menyentuh makanannya karena keasyikan mengobrol dengan Maxime. Ia takut jika musuh lebih dulu sampai dari mereka sementara di Markas hanya ada Amora dan beberapa penjaga saja karena orang-orang mereka sebagian berlibur ke Berlin. Ia tidak ingin apa yang terjadi pada Revina terjadi juga pada Amora.
"Ayo kalau begitu kita ke markas sekarang!. Kamu hubungi Damian, Revan!," ucap Maxime membayar pesanan makanan dan minumannya mereka terlebih dahulu.
Revan mengangguk pelan lalu menghubungi Damian dan meminta pria itu untuk segara ke markas. Tidak hanya itu, Revan menghubungi Kakek Armand untuk meminta orang-orangnya yang masih ada di markas untuk bersiap-siap. Namun Kakek Armand tidak menjawab panggilan telepon darinya membuatnya langsung dilanda kecemasan.
Maxime dan Revan mengendarai mobil mereka masing-masing dengan kecepatan tinggi. Mereka harus sampai terlebih dahulu sebelum para musuh datang.
Namun saat di perjalanan, mobil mereka dihadang oleh mobil musuh dan keduanya langsung dikepung. Baik Maxime maupun Revan tidak punya cara lain selain turun dari mobil melawan para musuh. Beruntung keduanya kemana-mana selalu membawa senjata api untuk berjaga-jaga jika keadaan seperti ink terjadi.
"Max... sepertinya ini sudah direncanakan," ucap Revan yang turun dari mobil langsung menghampiri Maxime sembari menodongkan senjata apinya pada musuh.
"Ya..., sebaiknya kau berhati-hati Revan, lenganmu masih terluka," jawab Maxime langsung membidik satu per lawannya sehingga baku tembak tidak terelakkan.
"Max... sebaiknya kau segera ke markas, biar mereka semua aku yang tangani. Aku takut mereka sudah sampai di markas," ucap Revan pada Maxime saat mereka saling memunggungi menghabisi satu persatu musuh yang mendekat.
"Aku tidak mungkin meninggalkanmu sendiri disini Revan, sementara kau belum sepenuhnya pulih dari luka tembakmu," jawab Maxime.
"Ini hanya luka kecil, Max. Aku tidak ingin terjadi hal buruk pada Amora dan Kakek," ucap Revan yang fokus pada lawannya.
"Kita habisi mereka dengan cepat Revan setelah itu kita pergi dari sini," jawab Maxime tetap tidak ingin meninggalkan Revan disini sendirian.
Maxime mengambil senjata api musuh yang sudah tergeletak di atas aspal dan sepertinya sudah tewas lalu memborbardir seluruh musuh.
Dan apa yang dilakukan Maxime dan juga dilakukan Revan Daan dengan hitungan detik keduanya bisa melumpuhkan musuh dan sebelum pergi keduanya mengambil senjata api mereka karena ini pasti sangat di butuhkan nantinya saat sampai di Markas.
Maxime dan Revan kembali menjalankan mobilnya meninggalkan para musuh yang sudah tidak ada bernyawa lagi. Mereka berdua adalah orang terlatih dan musuh sebanyak itu bukan apa-apa bagi mereka. Baik Maxime maupun Revan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi agar segara sampai di markas.
Sesampainya di depan markas ternyata para musuh sudah mengepung mansion tiga lantai itu. Maxime dan Revan terlihat menghela nafas panjangnya lalu kembali melajukan mobil mereka dan menabrak mobil musuh hingga terbalik dan ada yang langsung meledak. Baku tembak kembali terjadi, Maxime menghubungi Damian untuk tidak membukakan pintu pagar markas agar tidak ada satu orang pun musuh yang masuk.
"Brengsek...," umpat Maxime saat musuh menembaki mobil kesayangannya. Pria itu menurunkan kaca mobilnya lalu menembaki para musuh dari dalam mobil.
Maxime menoleh pada pintu pagar yang terbuka, terlihat Amora dan Damian keluar dari sana. Pria itu kembali mengumpat karena Damian tidak mendengarkan ucapannya.
"Dasar anak itu," umpat Maxime menembaki para musuh yang berusaha mendekati Amora. Pria itu langsung turun dari mobil dan berlari menghampiri Amora saat salah satu musuh berjalan mendekati Amora dari belakang. Maxime langsung menembak mati pria itu saat ia merasa tidak bisa mendekati Amora yang sedang terlibat baku tembak dengan musuh lainnya.
"Kau berhati-hatilah!," ucap Maxime saat berhasil menghampiri Amora.
"Ya Kak," angguk Amora.
Maxime dan Amora kembali fokus pada musuh yang jumlahnya cukup banyak, sementara anak buah Maxime sebagian ke Berlin. Tapi walau begitu, Maxime dan yang lainnya masih bisa mengatasinya.
"Amora, awas!," teriak Revan saat melihat musuh membidik adik angkatnya itu.
Dor
"Aaa.."
"Amora...," teriak Revan dan Maxime bersamaan karena gadis itu tertembak di bagian bahu kanannya.
"Amora...," Maxime langsung memegangi pinggang Amora sebelum gadis itu jatuh ke tanah. Gadis itu terlihat langsung tidak sadarkan diri.
Sementara Revan dan Damian langsung kesetanan menghabisi seluruh musuh saat melihat Amora tertembak.
...****************...
Apa pandangan MU Lukas cintakah,pada wanita tua lampir itu orang yang ingin mencelakai Cucumu juga ..
Max kau jangan mengiba pulak ,bukankah sudah kau mengancamnya namun apa dia peduli malah ingin meracuni grandpa MU sendiri ,
Bastian lelaki yang tidak pernah tegas kepada kedua wanita kembar lampir memiliki seorang ibu yg ingin meracuni suaminya sendiri... mereka tidak tahu berlatar belakang siapa Grandpa Lemos ....
"Musuh DaLaM SeLiMut"....
Max jangan bertele tele lagi seharusnya berbincang dengan lemos dan Lukas mengenai Laura sebelum melangkah jauh ,..