**"Siapa sangka perempuan yang begitu anggun, patuh, dan manis di depan Arga, sang suami, ternyata menyimpan sisi gelap yang tak pernah ia duga. Di balik senyumnya yang lembut, istrinya adalah sosok yang liar, licik, dan manipulatif. Arga, yang begitu percaya dan mencintainya, perlahan mulai membuka tabir rahasia sang istri.
Akankah Arga bertahan ketika semua topeng itu jatuh? Ataukah ia akan menghancurkan rumah tangganya sendiri demi mencari kebenaran?"**
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
mulai menyelidiki
Setelah mendengar percakapan di telepon tadi, Arga merasa hatinya hancur. Kata sayang yang diucapkan oleh pria di ujung telepon seperti pisau yang menghujam jantungnya. Namun, Arga memilih untuk berpura-pura tidak tahu. Dia memutuskan untuk tidak langsung menghadapi Alya, melainkan untuk diam-diam menyelidiki siapa yang ada di balik nama Mentari.
Hari-hari berlalu dengan Arga yang semakin tenang di depan Alya. Dia tidak menunjukkan tanda-tanda mencurigai apapun. Bahkan, Arga memperlakukan Alya dengan sangat baik, seolah tidak terjadi apa-apa. Di luar, dia adalah suami yang penuh perhatian, namun di dalam hatinya, dia sudah memulai penyelidikan besar-besaran.
Arga mulai dengan memeriksa ponsel Alya setiap kali ponsel itu tertinggal. Dia mencari-cari petunjuk mengenai Mentari, meskipun Alya sangat berhati-hati menjaga ponselnya. Dia memeriksa riwayat telepon dan pesan, tetapi hampir tidak ada yang mencurigakan. Alya semakin pintar menyembunyikan jejaknya, namun Arga tahu bahwa tidak ada yang bisa tersembunyi selamanya.
Arga tidak hanya merasa sakit hati, tetapi juga tertekan dengan kenyataan bahwa rumah tangganya, yang selama ini dia anggap sempurna, sedang berada di ambang kehancuran. Malam-malamnya terasa panjang, dengan pikirannya terus berkecamuk memikirkan siapa Mentari dan sejauh mana Alya telah mengkhianatinya.
Ketika dia memandang Alya, senyum perempuan itu kini tampak seperti bayangan palsu yang menutupi rahasia besar. Arga kerap memikirkan bagaimana hubungan mereka dulu. Saat-saat mereka jatuh cinta, saling melengkapi, dan menghadapi dunia bersama. Tapi sekarang, semua itu terasa seperti sandiwara.
Arga mulai melibatkan orang kepercayaannya, Reno, untuk membantu menyelidiki lebih jauh. Reno adalah sahabat sekaligus orang kepercayaan Arga di perusahaan, dan dia setuju untuk menyelidiki dengan hati-hati. Reno mulai mencari informasi tentang panggilan telepon yang mencurigakan, hingga perlahan mengungkap bahwa Mentari mungkin bukan nama orang, melainkan kode untuk sesuatu yang lebih besar.
Di sisi lain, Arga semakin tertekan saat Alya menunjukkan sikap tak bersalah. Wanita itu masih mencium pipinya saat dia pergi bekerja, masih menyeduh kopi favoritnya setiap pagi. Namun, setiap kata manis dari Alya kini terasa seperti racun bagi Arga.
Satu malam, saat Alya tertidur, Arga tidak bisa menahan diri untuk membuka ponsel Alya lagi. Tangannya gemetar saat dia akhirnya menemukan sesuatu—sebuah email dengan subjek "Mentari" yang tersimpan di folder arsip. Pesan itu singkat, tetapi cukup untuk membuat darah Arga mendidih.
"Aku merindukanmu. Sampai jumpa hari Kamis nanti. Jangan lupa janjimu. -M"
Arga tertegun. Kepalanya berputar, tetapi dia tahu satu hal: dia tidak akan membiarkan ini berakhir tanpa jawaban. Dia memutuskan untuk mengikuti Alya hari Kamis itu, dengan harapan dapat mengungkap kebenaran.
Namun, sebelum hari itu tiba, Alya tiba-tiba mengubah sikapnya. Dia menjadi lebih perhatian dari biasanya, seperti sedang berusaha menebus sesuatu. Ini membuat Arga semakin yakin bahwa istrinya menyembunyikan sesuatu yang besar.
Hari itu, Arga memutuskan untuk mengikuti Alya dengan hati yang sudah dipenuhi kecurigaan. Sejak pagi, dia memperhatikan gerak-gerik istrinya yang terlihat lebih rapi dari biasanya. Alya berdandan anggun, mengenakan gaun sederhana namun elegan, seolah ingin tampil memukau untuk seseorang.
Arga menunggu hingga Alya keluar rumah. Dengan mobilnya, dia membuntuti Alya dari kejauhan. Perasaannya bercampur aduk antara rasa marah dan takut mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Perjalanan membawa Alya ke sebuah kafe mewah di tengah kota. Dari balik kaca mobilnya, Arga melihat Alya bertemu seorang pria yang tampak berusia sebaya dengannya. Pria itu tersenyum lebar, menyapa Alya dengan penuh kehangatan, dan bahkan menyentuh tangannya. Pandangan itu seperti tamparan keras bagi Arga.
Arga tetap diam di dalam mobil, mengamati setiap gerakan mereka. Setelah beberapa saat berbincang di kafe, Alya dan pria itu keluar bersama. Arga terus mengikuti mereka dengan hati yang semakin hancur. Mereka tiba di sebuah hotel bintang lima. Tanpa ragu, keduanya masuk ke dalam gedung megah itu, seperti sepasang kekasih yang ingin menghabiskan waktu bersama tanpa gangguan.
Saat itu, Arga mengepalkan tangannya dengan kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Amarah membuncah di dadanya, namun dia menahan diri untuk tidak langsung menghadapi mereka. Dia hanya bisa menatap punggung Alya yang perlahan menghilang di balik pintu hotel, bersama pria yang menjadi pengkhianatan terbesar dalam hidupnya.
Arga akhirnya memutar balik mobilnya dan pergi. Di dalam mobil, hatinya bergemuruh. Sosok Alya yang selama ini dia kenal sebagai istri yang baik, lembut, dan perhatian, kini terasa seperti topeng belaka.
Sepanjang perjalanan pulang, Arga memikirkan langkah selanjutnya. Dia sadar, emosi sesaat hanya akan merugikannya. Dia tidak ingin Alya tahu bahwa dia sudah mengetahui semuanya. Sebaliknya, Arga ingin menyusun rencana balas dendam yang tidak hanya membuat Alya menyesal, tetapi juga merasakan penderitaan yang lebih dalam daripada yang dia rasakan sekarang.
Arga menghabiskan malam itu dengan mempelajari lebih banyak tentang Alya dan pria itu. Dia meminta Reno untuk mencari tahu identitas pria tersebut. Dalam beberapa jam, Reno kembali dengan informasi yang mengejutkan pria itu adalah seorang pengusaha kecil yang bekerja di perusahaan pesaing. Alya ternyata tidak hanya mengkhianati pernikahan mereka, tetapi juga berpotensi membahayakan bisnis Arga.
Arga menyusun strategi. Dia tidak hanya akan membuat Alya menyesal, tetapi juga memastikan pria itu kehilangan segalanya. Mulai dari reputasi, pekerjaan, hingga masa depannya. Arga akan menghancurkan hidup mereka secara perlahan, tanpa mereka sadari.
Namun, di balik amarah dan dendamnya, Arga juga merasa hampa. Cinta yang dulu dia berikan sepenuhnya pada Alya kini berubah menjadi luka yang tak terobati. Dengan penuh tekad, dia bersumpah bahwa Alya akan merasakan penderitaan yang sama, jika tidak lebih parah.
Setelah meninggalkan hotel dengan hati yang penuh amarah, Arga kembali ke rumah. Pikirannya masih kacau, terngiang-ngiang bayangan Alya dan pria itu memasuki hotel bersama. Langkahnya terasa berat, namun dia berusaha mempertahankan ketenangan agar tidak menunjukkan apa yang sedang terjadi di pikirannya.
Saat memasuki rumah, suara langkahnya yang berat membuat Mentari, asisten sekaligus sepupu Alya, keluar dari dapur. Dengan wajah penuh perhatian, Mentari bertanya, "Bapak tidak ke kantor, Pak?"
Arga hanya menggeleng kecil tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Wajahnya jelas menyiratkan kelelahan yang bukan hanya fisik, melainkan juga emosional. Mentari yang sudah tahu permasalahan arga bahwa ada sesuatu yang mengganggu hati Arga.
"Bapak mau saya siapkan teh hangat atau kopi?" tanya Mentari pelan, mencoba memberikan perhatian kecil.
Arga hanya mengangkat tangannya, memberi isyarat bahwa dia tidak membutuhkan apapun. Dia berjalan menuju sofa di ruang tamu, duduk dengan wajah penuh beban.
Mentari berdiri canggung di dekat pintu, tidak yakin apakah dia harus pergi atau tetap berada di sana. Namun, setelah beberapa detik hening, dia memberanikan diri untuk berbicara, "Pak Arga... kalau ada yang ingin Bapak ceritakan, saya siap mendengarkan. Kadang, berbagi sedikit bisa membantu meringankan beban."
Arga menatap Mentari sekilas, melihat ketulusan dalam ucapannya. Tapi dia tidak bisa, tidak sekarang. Luka di hatinya masih terlalu segar. "Tidak apa-apa, Mentari. Aku hanya... lelah," jawabnya singkat, suaranya parau.
Namun, Mentari tahu lebih baik. Dia bisa merasakan kesedihan dan kemarahan yang tersembunyi di balik wajah dingin Arga. Dia tidak berani bertanya lebih jauh, tapi dalam hati, dia merasa ada sesuatu yang salah di rumah ini sesuatu yang lebih besar dari apa yang terlihat di permukaan.
Saat Mentari beranjak kembali ke dapur, dia melirik ke arah Arga yang kini termenung sambil menatap kosong ke depan. Dalam hati, Mentari berharap dia bisa membantu, meski hanya sedikit. Namun, dia tahu betul, jika ini tentang Alya, maka masalah ini akan menjadi lebih rumit daripada yang bisa dia bayangkan.
Arga sendiri duduk di sofa, berusaha menenangkan pikirannya. Tapi rasa sakit karena pengkhianatan itu seperti duri yang terus menusuk hatinya. Dia menggenggam tangan dengan erat, menahan diri untuk tidak melampiaskan emosinya di tempat itu. Satu hal yang dia tahu pasti: dia tidak akan membiarkan dirinya menjadi korban. Bukan lagi.
semangat Thor