Menjadi ibu baru tidak lah mudah, kehamilan Yeni tidak ada masalah. Tetapi selamma kehamilan, dia terus mengalami tekanan fisik dan tekanan mental yang di sebabkan oleh mertua nya. Suami nya Ridwan selalu menuruti semua perkataan ibunya. Dia selalu mengagungkan ibunya. Dari awal sampai melahirkan dia seperti tak perduli akan istrinya. Dia selalu meminta Yeni agar bisa memahami ibunya. Yeni menuruti kemauan suaminya itu namun suatu masalah terjadi sehingga Yeni tak bisa lagi mentolerir semua campur tangan gan mertuanya.
Bagaimana akhir cerita ini? Apa yang akan yeni lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tina Mehna 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 27. Awal ku yang baru. CTMDKK
Ku berfikir terus hingga tak menyadari kalau waktu sudah menunjukan tengah malam. Namun sepertinya aku memang harus keluar dari zona nyaman ku. Aku turun dari ranjang lalu ambil kotak perhiasan ku.
“Bismillah, aku coba mulai usaha ku. Demi Reza, demi Ibu bapak. Sepertinya kali ini peluang yang perlu aku ambil.” Ucapku menggenggam kotak itu.
(Keesokan harinya)
Pada pukul 2 dini hari, aku terbangun dan mulai menyiapkan semua dagangan ku. Rencana nya aku akan menjual semua perhiasan ku ini untuk modal usaha ku. Setelah ku dapat uang nya, nanti akan ku belikan sedikit bahan kue dulu. Aku ingin mencoba dulu berjualan kue nya berdampingan dengan jualan sayur di pasar.
“Mba, hari ini mba sendiri lagi?” tanya adikku yang terbangun dan ikut membantuku.
“Iya nih Sal.” Jawabku masih terfokus mengikat kangkung dan bayam.
“Ya udah, Salma ikut ya mba? Bantu mba.”
“Loh jangan Sal. Kamu kan harus kuliah.”
“Mba, Minggu ini kan Salma libur.” Jawab nya singkat.
“Loh kok libur? Bukannya anak sekolah belum waktu nya libur ya.”
“Uas mba, seminggu sebelum Uas mulai ada minggu tenang. Minggu depan Salma berangkat kok. Terus 2 Mingguan libur panjang 3 bulan.”
“Oh gitu. Ya udah kalau mau ikut.”
Ibu keluar kamar dengan memapah bapak. Kami berdua pun melihat kearah mereka.
“Nduk,” Sapa Bapak.
“Pak, bapak istirahat saja pak.” Ucapku.
“Bapak pengen bantuin iket iket aja Yen.” Ucap Ibu.
“Ya udah.”
“Pak, seminggu ini Salma ikut ke pasar ya bantu mba.”
“Loh kok malah semua ke pasar sih.” Respon bapak.
“Pak, kalau Ibu kan engga mungkin nanti jantung nya kambuh lagi. Bapak fokus saja sembuh pak. Kasihan mba Yeni kan?”
“Ya sudah nduk, kalian di sana hati-hati ya.”
“Iya pak.” Jawab kami berdua.
Setelah semua selesai, aku mandi dan bersiap-siap. Tak lupa ku siapkan baju dan perlengkapan Reza agar ketika Ibu memandikan nya sudah tinggal di pakai saja.
“Sal, ayo berangkat.” Ucapku mengetuk pintu kamar nya.
“Mba, ku di sini.” Ku lihat Salma ada di dapur.”
“Oalah, Udah siap? Ayo berangkat sekarang. Keburu matahari nongol”
“Iya mba ayo.”
Kami pun berangkat, Ku memikul semua sayuran lalu Salma membawa tas nya dan tas ku. Setelah sampai, kami bekerja sama menata dan berinteraksi dengan pembeli.
“Alhamdulillah. Cape juga ya mba.” Ucap Adikku.
“Iya, Walaupun cape tetap bersyukur.”
“Ini mba minum dulu.” Dia menyerahkan botol minum nya padaku.
Aku menerima nya dan meminum air itu. Lalu ku berfikir untuk pergi ke toko emas sekarang mumpung jam segini jarang ada pembeli nya.
“Sal, Mba tinggal dulu ya? Cuma sebentar” Ucapku.
“Mau kemana mba?”
“Mba mau jual emas ini.” Bisikku pada nya.
“Jual? Memang nya mba lagi kekurangan uang mba?” bisik nya lagi.
“Iya sama buat modal usaha mba. Nanti mba kasih tau kamu tapi enggak di sini.”
“Oke mba oke,”
Aku pun membawa tas ku lalu berjalan ke toko emas. Kebetulan sekali dulu emas ini beli di sini jadi aku tidak perlu ke kota buat jual semua emas ini. Sesampai nya di toko emas, aku mendekat ke salah satu pegawai toko emas lalu ku menyerahkan satu kotak emas pada nya.
“Mba, saya mau jual semua nya.” Ucapku.
“Baik saya periksa dan hitung dulu ya bu.”
“Iya mba.”
Beberapa menit kemudian, “Jadi semua nya segini bu. Bagaimana?”
Aku melihat jumlah penjualan emas ku yang menyentuh angka 13 juta lebih. Melihat angka segitu, aku langsung menyetujui nya. “Iya mba, saya jual saja. Oh iya mba di tambah anting ini juga tapi anting ini bukan beli di sini.” Jawabku lalu mengambil anting-anting yang ku pakai di telinga ku.
“Sebentar ya bu.” Pegawai itu mengambil anting ku lalu menghitung nya lagi dengan kalkulator.
“Jadi nya segini bu.” Dia memperlihatkan hitungan di kalkulator itu lagi.
“Iya mba. Saya jual.”
Akhirnya semua emas yang aku punya terjual sebanyak 14 juta 200. Nanti nya uang penjualan anting akan ku belanjakan pampers, tissue basah dan lainnya untuk Reza. Sementara untuk awal penjualan kue ku, aku akan belanja maksimal 600 ribu lebih dulu. Aku pun menyimpan semua uang itu dalam tas ku rapat-rapat.
“Untung saja emas ini di selipkan di tas ku dulu. Kalau tidak, ku tak tau harus apa sekarang. Untung juga mas Ridwan tidak meminta bali emas ini.” gumam ku sendiri.
Setelah itu aku kembali ke lapak jualan ku dan berjualan hingga jam 2 siang saja karena hari ini ku akan coba buat kue-kue itu.
“Sal, nanti kita mampir di minimarket depan ya. Mba mau beli kebutuhan nya Reza sama beli bahan kue.” Ucapku pada Salma yang sedang menata sisa sayur yang tidak laku hari ini.
“Iya mba. Salma dukung kok mba kalau mba jualan kue. Kue bikinan mba kan enak banget. Nanti Salma coba bantu ya mba promosi ke temen—temen Salma.”
“Beneran Sal? Wah terimakasih ya. Kamu memang Adik mba yang paling baik. Eh Dari mana kamu tau, mba mau coba jualan kue?”
“Hehe hehe sudah ketauan mba..”
“Kamu ini..”
Pada pukul 2 kurang kami keluar dari pasar. Kami berjalan hingga minimarket depan gapura desa. Aku pun masuk kedalam minimarket itu dan berbelanja sesuai dengan rencana na ku. Tak lupa aku belanjakan juga snack untuk adikku.
“Untuk ini di pisah ya mba.” Ucapku.
“Baik ka. Untuk perlengkapan bayi semua nya 419 ribu. Lalu untuk ini semua nya 525 ribu.”
“Iya ini mba uang nya.” Ku serahkan 10 lembar seratus ribuan.”
Selesai itu, kami pun dengan susah payah berjalan pulang.
“Borong Yen..” Sapa Bu Eem.
“Eh iya bu. Oh iya bu Eem nanti Yeni ada yang mau di bicarakan dengan bu Eem.”
“Mba ku bawa masuk semua sini.” Aku pun menyerahkan semua bawang yang ku bawa pada adikku.
“Bicara apa Yen?”
“Hemm, begini bu. Ini tentang Kerjasama yang bu Eem bilang ke Yeni. Yeni seperti nya setuju bu.”
“Oh benarkah? Serius Yen? Syukurlah Yen.. Saya ikut senang. Baiklah nanti saya ke rumah kamu saja ya biar kita sama-sama deal. Kita buat saja satu nama ya Yen.”
“Iya sudah bu. Yeni juga sekalian mau bikin kue. Yeni mau coba jual di pasar besok.”
“Oh ya? Mau dong kalau sebelum berangkat saya beli kue nya Yen.”
“Boleh bu boleh sekali.”
“Ya sudah, sana masuk saja istirahat terus bikin kue nya. Nanti saya ke rumah kamu ya.”
“Iya bu..”
Aku pun masuk ke dalam rumah untuk sekedar beristirahat, bermain dengan anakku, mandi hingga menceritakan semua rencana ku ada kedua orang tua ku.
“Bagus Yen, Kalau begitu biar Ibu dan bapak yang siapkan semua dagangan nya. Kamu fokus saja bikin kue nya.” Ucap Ibu.
“Iya nduk, nanti kalau bapak sudah sembuh. Kamu jual kue saja jangan ikut ke pasar ya. Kue kamu bapak jualin saja.”
“Iya pak, bu.”
Pada jam 4, aku mulai membuat kue-kue tradisional lebih dulu karena di bantu oleh Salma dan Ibu, aku bisa membuat kue kekinian yang menurutku enak dan menarik untuk anak muda. Nanti nya kue itu akan Salma promosikan pada teman-teman nya. Selain kue tradisional, aku juga membuat kue kreasi ku sendiri. Dahulu mas Ridwan sangat menyukai semua kue yang aku buat namun ujung-ujung nya dia malah memberikan nya juga untuk ibu dan adiknya. Padahal posisi ku waktu itu belum sama sekali memakan kue buatan ku sendiri.
“Wah mba, cantik sekali. Ini yang mau Salma promosikan kah?”
“Iya Sal, Tapi ini belum selesai.”
“Wah, bakalan enak banget tuh. Di taruh wadah sini mba?” Tanya dia lagi menunjuk wadah karton anti air yang berbentuk persegi dan persegi panjang.
“Iya, menurut kamu bagaimana? Cocok engga?”
“Cocok mba, ini cocok banget apalagi kalau ada logo mba sendiri.” Ucap nya.
“Logo?”
“Iya mba logo atau merk mba. Emmm, ini loh kaya merk roti ini kan ada gambar nya tuh lah itu maksudnya.” Jelas Salma menunjukan apa yang dimaksud dalam ponsel nya.
“Ooh itu toh. Wah cara buat nya bagaimana tuh.”
“Kalau mau biar Salma yang buat mba.”
“Ya mau dong Sal. Coba mba buatkan logo seperti itu.”
“Oke mba,”
“Lalu setelah jadi di print begitu?”
“Emmm di cetak saja mba. Sementara pakai stiker dulu saja. Nanti kalau memang mbludak, baru cetak di kotak nya. Kalau stiker ini di tempel di bungkus jajanan pasar kan juga bisa.”
“Wah, mba engga tau cara buat begituan. Untung saja mba punya adik yang pintar. Emmm, ya sudah ini mba minta tolong kamu buatkan logo sama cetakkan apa yang kamu bilang dulu ya. ini.” Ucap ku lalu memberi nya 5 lembar uang 100 ribu.
“Ini terlalu banyak mba.”
“Engga papa Sal, kalau lebih kamu tabung.”
“Terima kasih mba. Em, untuk cetak sementara 3000 dulu ya mba. Kebetulan teman Salma ada yang kerja di percetakan. Jadi Salma tinggal hubungin dia saja.”
Aku pun lanjut membuat kue lainnya hingga tak terasa hampir jam 8 malam. Kini hanya giliran menunggu semua kue matang saja. Aku pun duduk dan menyempatkan makan malam bersama. Tiba-tiba,
“Assalamualaikum..” Kami yang sedang makan bersama, mendengar suara itu.
Bersambung …
Terus semangat berkarya
Jangan lupa mampir ya 💜