Cinta memang gila, bahkan aku berani menikahi seorang wanita yang dianggap sebagai malaikat maut bagi setiap lelaki yang menikahinya, aku tak peduli karena aku percaya jika maut ada di tangan Tuhan. Menurut kalian apa aku akan mati setelah menikahi Marni sama seperti suami Marni sebelumnya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Its Zahra CHAN Gacha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Hanya mimpi
Semuanya tiba-tiba berubah gelap. Semut-semut itupun seketika berlarian meninggalkan tubuh Marni.
Sang dukun melotot melihat fenomena aneh itu.
*Tak, tak, tak!
Wanita tua itu mendongakkan kepalanya saat derap langkah kaki mendekat kearahnya.
"Bagaimana kau bisa lepas!" serunya dengan tatapan tak percaya
"Ojo adigang adigung adiguna, ning duwur langit masih ono langit (jangan sombong, diatas langit masih ada langit)," ucap wanita berkebaya itu
Ia kemudian menggerakkan tangannya membuat sang dukun terlempar hingga membentur tembok.
*Buughhh!!
Dukun wanita itu mengerang kesakitan. Darah segar menyembur dari mulutnya, membuat Ajeng langsung melarikan diri. Tak mau kalah dari khodam penjaga Marni, dukun itu mengeluarkan sebuah keris dan melemparkannya kearah wanita tua itu.
"Arghhh!"
Seketika wajah wanita tua itu berubah merah, bola matanya menghitam. Ia mencabut keris yang menancap di dadanya dan melemparkannya kembali kepada sang dukun.
Seketika dukun itu pun ambruk sambil memegangi keris yang tertancap di lehernya.
*Bruughhh!!
Ajeng berlari ketakutan. Gadis itu segera masuk ke kamarnya dan bersembunyi di bawah kolong tempat tidurnya.
Bola matanya terus bergerak mengamati sekitarnya. Tubuhnya tiba-tiba menggigil saat mendengar suara kidung jawa mengalun di ruang tidurnya.
Keringat dingin membasahi wajahnya yang mulai memucat.
Ia membelalak kaget saat seorang wanita tua tiba-tiba duduk, disampingnya.
Ia berteriak histeris, kemudian berusaha menjauhi wanita itu.
Ajeng buru-buru mengeluarkan sebuah keris kecil yang selalu ia bawa di saku bajunya. Dengan tangan gemetar ia mengeluarkan keris itu dan mengarahkannya kepada wanita tua dihadapannya.
"Tidak semua pusaka bisa mengalahkan setan cah ayu, yang bisa mengalahkan mereka itu adalah hatimu. Hatimu yang bersih,"
*********
Melihat semut-semut itu mulai merayap ke tubuh Marni membuat Amar merasa iba melihatnya. Meskipun ia juga senang jika semut-semut itu memakan tanda lahir sang istri seperti yang ia inginkan selama ini, namun tetap saja suara rintihan kesakitan Marni membuat ia trenyuh mendengarnya.
Sebagai seorang pria yang sangat mencintainya tentu saja ia tidak tega melihat orang yang dicintainya kesakitan.
" Mas, tolong aku!!"
"Jangan khawatir dek, Mas akan menolong mu," sahut Amar
Ia pun berusaha menggerakkan kakinya.
"Audzu billahi minasyaithonir rajim bismillahi rohmani rohim,"
Saat Amar berhasil menggerakkan kakinya tiba-tiba sebuah bola api melesat kearahnya.
*Wuuushhh!!
*Buugghh!!
Amar pun jatuh ke lantai. Ia segera berguling ke lantai untuk memadamkan api yang membakar pakainya.
Belum padam semua api yang membakar pakainya, sebuah bola api lain datang menyerangnya.
Ia melirik kearah teko air yang tergeletak di meja rias. Bola matanya bergerak membaca situasi sementara kakinya bersiap melangkah mengambil teko air.
Aku harus memadamkannya dengan air, pikirnya.
Ia tak bisa lama-lama menghabiskan waktu dengan Banaspati itu. Ia harus menyelamatkan Marni yang sudah sekarat.
Saat kakinya bergerak mendekati meja rias, sebuah tali bergerak melilitnya hingga ia jatuh terhempas ke lantai.
*Arrghhh!!
Amar meringis kesakitan, di saat bersamaan ia melihat Banaspati itu tiba-tiba berubah menjadi sosok wanita. Jika biasanya ia melihat sosok setan dengan wajah menyeramkan, kali ini Amar justru melihat banaspati itu berubah menjadi sosok wanita yang sangat cantik. Bahkan kecantikannya melebihi sang istri Marni.
Wanita itu menyeringai seolah mengejek Amar yang kembali komat-kamit membaca ayat-ayat suci.
"Dasar bodoh!" pekik wanita itu
Ia melirik kearah Marni yang sekarat. Angin berhembus mengibaskan rambut panjang wanita itu. Mata beningnya tiba-tiba tertuju kepada buntelan daun sirih yang ada di jendela.
Ia tersenyum simpul memandangi Marni yang tak bisa bergerak.
"Teruslah menggantung sirip-sirip itu," ucapnya lirih.
Ia kemudian menatap kearah Amar. Ia melangkahkan kakinya menghampiri pria itu. Aroma wangi melati menyeruak mengiringi langkahnya.
Amar melirik kearah Marni. Air matanya menggenang saat melihat wanita itu.
"Maafkan aku dek, aku hanya pecundang yang tak bisa menjagamu," ucapnya dalam hati
*Arghhh!!
Seketika Amar terkesiap saat wanita itu menusuk kakinya dengan sebuah paku. Wajahnya memerah menahan sakit, sementara wanita itu tersenyum penuh kemenangan saat melihat pria itu kesakitan.
"Kalau aku tidak sadarkan diri kamu bisa menempelkan sirih di hidung ku, aroma sirih akan membangunkan aku,"
Angin berhembus membuat buntelan daun sirih itu bergoyang. Aroma sirih menyeruak mengisi ruangan itu.
"Daun sirih,"
Amar berpikir untuk membuang daun sirih yang tergantung di jendela kamarnya. Namun wanita itu dengan cepat mengetahui isi kepala Amar
Ia sengaja mencabut paku yang tertancap dan ia menancapkannya di kaki sebelahnya.
"Sekarang kau tidak bisa kemana-mana," ucap wanita itu kemudian bangun dan berjalan meninggalkannya.
*Tak, tak, tak!!
Wanita itu berjalan mendekati Marni.
Amar bangkit dan berjalan mendekat kearah jendela Ia segera menarik semua buntelan sirih yang tergantung di jendela dan membuangnya keluar.
Tak lupa ia menutup jendela kamarnya.
*Brakkk!!
Wanita itu menoleh kearah Amar dengan wajah kesal.
"Dasar brengsek!" wanita itu buru-buru membalikkan badannya
Ia menatap Amar yang masih berdiri di depan jendela.
"Harusnya aku membunuhmu lebih dulu," ucap wanita itu
*Tak, tak, tak!
Suara derap langkah kaki wanita itu terdengar begitu nyaring membuat bulu kuduk Amar seketika berdiri. Amar mengusap lehernya yang terasa kaku.
Tiba-tiba Lampu di kamar pun tiba-tiba padam. Wanita itu pun menghentikan langkahnya.
"Asu!" pekiknya
Tidak lama terdengar suara rintihan Marni. Wanita itu seketika menoleh kearahnya. Ia tersenyum kecut saat melihat sosok Marni menggeliat sambil merintih kesakitan.
Wanita itu melirik kearah jam tangannya. Seketika netranya membulat saat melihat jarum jam menunjukkan pukul 12 tepat.
"Sial!"
Ia buru-buru berlari dan melompat menerobos jendela kaca kamar tersebut.
*Prang!!
Tak mau jadi korban Amar pun mengikuti wanita itu.
*Buughhh!
Amar mendongakkan kepalanya saat melihat sosok wanita mengulurkan tangannya.
"Terimakasih sudah melindunginya," ucap wanita tua itu.
Amar merasakan seseorang mengguncang tubuhnya hingga ia terpaksa membuka matanya.
"Bagun Mas, kamu gak kerja hari ini??"
"Marni??"
Amar tak percaya melihat sosok Marni di sampingnya Namun yang membuatnya lebih tidak percaya adalah iya baru saja bermimpi, dan mimpi itu benar-benar nyata.
"Tidak mungkin, aku yakin itu bukan mimpi," gumamnya
Amar buru-buru menyingkap selimutnya dan melihat kakinya.
"Tak ada luka di sana, kakinya masih mulus seperti sedia kala. Ia bahkan langsung berlari kearah jendela untuk memastikan buntelan itu sudah tak tergantung lagi di sana
Tapi apa yang terjadi buntelan itu masih tergantung di jendela.
"Kenapa mas?" tanya Marni menghampirinya
"Ah tidak apa-apa," jawab Amar tergagap
"Oh, aku tahu...kamu pasti kaget ya kenapa daun sirih ini berubah?" tanya Marni
Amar mengangguk untuk menghilangkan rasa paniknya.
"Aku baru saja menggantinya dengan yang baru, karena aku pikir yang lama itu sudah tak wangi lagi," jawab Marni kemudian menunjuk buntelan daun sirih yang ia letakkan di tempat sampah.