Sifa Kamila, memilih bercerai dari sang suami karena tidak mau diduakan. Ia pun pergi dari rumah yang dia huni bersama Aksa mantan suami selama dua tahun.
Sifa memilih merantau ke Jakarta dan bekerja di salah satu perusahaan kosmetik sebagai Office Girls. Mujur bagi janda cantik dan lugu itu, karena bos pemilik perusahaan mencintainya. Cinta semanis madu yang disuguhkan Felix, membuat Sifa terlena hingga salah jalan dan menyerahkan kehormatan yang seharusnya Sifa jaga. Hasil dari kesalahannya itu Sifa pun akhirnya mengandung.
"Cepat nikahi aku Mas" Sifa menangis sesegukan, karena Felix sengaja mengulur-ulur waktu.
"Aku menikahi kamu? Hahaha..." alih-alih menikahi Sifa, Felik justru berniat membunuh Sifa mendorong dari atas jembatan hingga jatuh ke dalam kali.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Entah apa yang dipikirkan Felix hingga tangannya gemetar menjatuhkan mikrofon. Malu karena pidatonya tidak sesuai fakta karena sudah ada yang tahu boroknya, merasa senang karena telah melihat wanita yang selalu dia rindukan, atau apa, hanya Felix yang tahu.
Tangannya merogoh sapu tangan untuk mengelap wajahnya yang berkeringat padahal ruang itu ada beberapa pendingin.
Panitia acara tersebut memungut mikrofon di lantai, kemudian meletakkan di atas podium tepatnya di depan Felix. Felix segera sadar bahwa semua mata tertuju kepadanya lalu mengajukan pertanyaan untuk mengurangi rasa grogi.
Sifa yang berada di tengah-tengah mahasiswa yang lain perutnya mual mendengar Felix membual di depan sana. Ia lebih baik berkemas-kemas karena Siti yang tidak ikut hadir dalam acara ini sedang menunggu di kantin.
"Mau kemana Sifa?" Pitaloka menahan tangan Sifa ketika hendak beranjak.
"Aku nggak nunggu acara selesai Pit, teman aku menunggu di kantin" Sifa memberi alasan. Ia akhirnya pergi ketika Pita mengangguk setuju karena acara pun hanya tinggal sebentar lagi.
Seorang diri, Sifa berjalan cepat karena sebelum menemui Siti akan ke toilet lebih dulu. Ketika berada di lobby, suasana sangat ramai dipenuhi mahasiswa yang baru tiba atau yang sudah pulang. Sesekali Sifa tersenyum atau sekedar basa basi kepada mereka yang Sifa kenal.
Lorong lembab, lantai basah, di beberapa bagian, Sifa sudah berada di sana. Tidak biasanya toilet itu sepi, tanpa berpikir yang aneh-aneh Sifa memilih toilet wanita yang paling pinggir.
Hanya dalam hitungan menit, Sifa sudah keluar dari tempat itu, lalu menyisir rambutnya di depan kaca. Suara sepatu dari luar bergerak ke arah toilet wanita itu. Sifa menoleh mencari siapa gerangan, tetapi tidak ada seorang pun yang masuk. Tidak mau ambil pusing, ia memutuskan untuk meninggalkan toilet. Tiba-tiba saja tangannya di pegang seseorang dari belakang, Sifa terkejut lalu menoleh cepat. Seorang pria yang Sifa benci tersenyum manis kepadanya. Namun, tidak serta merta membuat hati Sifa luluh.
"Mau apa kamu?!" Sifa menarik tangannya kasar, tatapan matanya yang tajam menjurus kepada pria itu. Marah, benci, sebal, menumpuk di dada Sifa, sedetik kemudian melengos pergi.
"Sifa tunggu" Pria itu melangkah panjang hanya tiga langkah sudah bisa mendahului Sifa. Dia pepet Sifa yang berjalan mundur hingga mentok ke tembok. Kemudian kedua tangannya mengunci Sifa yang tengah mendongak menatapnya penuh kebencian.
"Mau apa kamu Felix? Mau membunuh saya? Ayo lakukan!" Sifa mengangkat kedua tangannya nangkring di pinggang.
"Oh, jelas tidak Sifa. Aku hanya ingin minta maaf, maaf untuk perlakuan aku sama kamu dulu. Aku hanya ingin kita kembali bersatu seperti dulu" Felix mengatakan itu dengan tidak tahu malu.
Sifa berdecih, menatap sinis ke wajah pria yang nampak baik dan peduli itu, tetapi ada maksud terselubung untuk menghancurkan dirinya. Luka hati yang terdahulu pun masih menjadi bagian dari sejarah hidup Sifa. Siapa yang tidak muak mendengar rayuan yang menjijikkan itu.
Sementara Felix bingung mencari cara agar Sifa mau kembali ke padanya. Spontan, kedua tangannya menekan kedua pipi Sifa, lalu mendekatkan mulutnya ke bibir Sifa. Dekat, dan semakin dekat, tanpa Felix duga Sifa meludahi mulut Felix. Felix pun mundur, kesempatan itu digunakan Sifa untuk lolos dari kungkungan Felix.
Felix mengusap ludah Sifa yang mengenai wajahnya dengan sapu tangan, menahan amarah yang siap meledak.
"Itu kan yang kamu mau Felix, pria sepertimu pantas mendapatkan itu" pungkas Sifa, lalu berlari khawatir pria itu mengejar.
Felix menatap tajam punggung Sifa yang berlari dengan rambut bergerak ke kiri dan ke kanan. Tangan Felix mengepal kuat bersamaan dengan gigi yang beradu. "Awas kamu Sifa! Kamu sudah menjatuhkan harga diri saya. Saya pastikan tidak lama lagi kamu akan bertekuk lutut di depanku" monolog Felik. Dia benar-benar marah karena Sifa berani meludahi.
"Tuan... mohon maaf, Anda salah masuk toilet" ucap seorang dosen wanita merasa risi karena ada pria di tempat itu.
"Oh iya, saya minta maaf" Felix pun pergi ke arah di mana mobilnya diparkir, berpapasan dengan beberapa mahasiswa yang sudah mulai antri ke toilet.
Kendaraan roda empat warna putih membelah jalan tol melaju dengan kecepatan tinggi. Hanya dalam hitungan menit sudah keluar dari tol tersebut dan akhirnya melambat, karena berebut jalan dengan motor dan mobil lain. Walaupun perjalanan itu lebih lama daripada melalui tol, tetapi akhirnya Felix tiba di kantor juga.
"Brengsek kamu Sifa!" Felix geram kala ingat seluruh wajahnya basah dengan ludah Sifa. Felix kemudian menekan nomor handphone menghubungi seseorang agar ke ruangan saat ini juga, ketika sudah meletakkan bokongnya dengan kasar di sofa.
"Selamat siang Tuan" ucap pria yang bertubuh gempal sudah tiba di hadapan Felix hanya dalam hitungan menit.
"Cari tahu di mana tempat tinggal wanita rambut pirang itu, setelah bertemu, laporkan kepadaku" perintahnya dengan wajah merah padam.
"Baik Tuan" si pria segera pergi, walaupun berbadan besar bukan berarti tidak takut ketika menatap Felix yang tengah murka.
*****************
Di dalam kamar, Sifa baru selesai shalat dzuhur, walaupun agak terlambat. Niatnya ingin shalat di kampus tadi, tetapi gara-gara Felix Sifa terpaksa menunda. Tubuhnya merasa lelah, Sifa beristirahat dulu sebelum beraktivitas.
Sambil tiduran dia membuka handphone mengecek siapa yang kirim pesan baru saja, ternyata Alvin. Sudah biasa pria itu hanya menanyakan. "Sudah makan belum? Sekarang lagi di mana, dan sedang apa?
Sifa tersenyum, begitulah Alvin selalu bertanya begitu, bentuk perhatiannya kepada Sifa. Sifa hendak membalas, tetapi belum sampai mengetik handphone berdering.
"Assalamualaikum..." ucap Alvin di luar sana.
"Waalaikumsallam..."
"Sudah makan belum?" Alvin lagi-lagi bertanya, tetapi Sifa tidak segera menjawab karena sampai melupakan makan siang lantaran manusia Felix mengganggu waktunya.
"Kita makan diluar, 10 menit lagi aku jemput" Alvin menutup handphone sebelum Sifa menjawab.
"Dasar Alvin selalu memaksa" gerutu Sifa sembari bangkit dari tempat tidur. Pasalnya Sifa baru mau rebahan beristirahat sejenak. Namun demikian, Sifa sebenarnya senang selalu diperhatikan Alvin. Sifa ambil tas slempang, pamit kepada Siti yang juga baru pulang istirahat.
"Kamu mau makan dimana Sif? Sama siapa, lama tidak?" Cecar Siti seperti nenek-nenek bertanya kepada cucu membuat Sifa tertawa.
"Sama Alvin, kamu mau ikut?" Sifa serius.
"Nggak, aku sudah makan kok" Siti memang sudah makan ketika dikantin kampus. Lagi pula tidak mau menjadi satpam cinta antara Sifa dengan Alvin.
Sifa tidak mau memaksa lalu keluar di antar Siti. Mobil kecil tetapi harganya selangit sudah menunggu di halaman.
"Dadah Siti, baik-baik di rumah sendiri" seru Sifa ketika sudah naik ke mobil.
"Kamu juga hati-hati" ucap Siti. Siti memang hanya sendiri, tiga teman lainnya sedang mengantar parfum sesuai lokasi. Sementara yang satu lagi kuliah sore dan belum lama berangkat.
Siti masuk ke dalam pagar, ia akan segera menyuling minyak wangi menggantikan Sifa. Namun, ketika hendak menutup pagar klakson motor menghentikan langkah Siti.
Dua pria di atas motor satu diantaranya turun mendekati Siti. "Sifa ada?" Tanya si pria tanpa basa basi..
...~Bersambung~...