Reynard Fernando, seorang CEO sukses yang lumpuh, menikahi Caitlin Revelton, gadis ceria dan penuh semangat yang dikenal tak pernah mau kalah dalam perdebatan. Meskipun Caitlin tidak bisa membaca dan menulis, ia memiliki ingatan yang luar biasa. Pernikahan mereka dimulai tanpa cinta, hanya sekadar kesepakatan.
Namun, apakah hubungan yang dimulai tanpa cinta ini dapat berkembang menjadi sesuatu yang lebih mendalam? Atau, mereka akan terjebak dalam pernikahan yang dingin dan hampa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Aku pulang," seru Caitlin tiba-tiba saat dia melangkah masuk ke dalam rumah.
Reynard, yang sedang duduk di ruang tamu, mengangkat wajahnya dan menatap istrinya dengan alis sedikit terangkat. "Sudah malam, kenapa baru pulang? Apa yang kamu sibukkan di luar sana?" Nada suaranya terdengar dingin, penuh kecurigaan yang tersembunyi di balik tanya itu.
Mata Reynard terfokus pada tas di tangan Caitlin, menarik perhatiannya. "Apa yang kamu bawa?" tanyanya, matanya menyelidik, menandakan rasa penasaran yang tertahan.
Caitlin meletakkan tas itu di atas meja dengan gerakan pelan, seolah tak ingin menimbulkan suara. "Ini adalah pemberian dari pamanmu," jawabnya.
Reynard, yang lebih dikenal sebagai Nico di antara keluarganya, tak menunggu lama. Dia membuka tas itu, dan matanya langsung terbelalak melihat sejumlah uang di dalamnya, tumpukan yang tak terhitung banyaknya. Kecurigaan muncul di hatinya, menghiasi pikirannya dengan spekulasi-spekulasi tak terucap. "Kenapa dia memberimu uang?" tanyanya dengan nada tajam, tak mampu menyembunyikan rasa penasaran yang kini menggumpal.
Caitlin menghela napas panjang, sebelum akhirnya menatap suaminya dengan,"Dia ingin aku meracunimu sampai mati," jawabnya dingin sambil menyerahkan sebuah botol kecil yang polos, tanpa label, pemberian dari Tommy.
Reynard memegang botol tersebut dengan hati-hati, matanya terpaku pada permukaannya yang polos, seolah benda kecil itu bisa mengungkapkan niat jahat di baliknya. "Dia yang memintamu melakukan itu?" tanyanya, suaranya serak dan penuh amarah yang tertahan.
Caitlin menatap suaminya dengan tenang. "Aku hanya menebak," jawabnya pelan namun tegas, sambil melipat kedua lengannya di dada. "Kamu bisa membawa obatnya ke labor untuk periksa. Mana ada obat yang botolnya polos tanpa tulisan apa pun," lanjutnya.
"Tuan, bagaimana kalau obat itu saya bawa ke rumah sakit dan bertanya pada dokter?" tanya Nico.
Reynard menatapnya tajam,"Bawa ke laboratorium!" perintahnya tegas, tak memberikan pilihan lain.
Malam pukul 02.00.
Di bawah cahaya lampu yang redup, Reynard tampak mencurigakan saat ia berjalan pelan menuju ke belakang gudang yang selama ini terkunci rapat. Dengan gerakan hati-hati, ia membuka kunci gembok dan melangkah masuk ke dalam gudang tersebut. Ada sesuatu yang tampak misterius dalam tindakannya, seolah dia menyembunyikan sesuatu yang tak ingin dilihat orang lain.
Sementara itu, Caitlin yang baru saja tersadar dari tidurnya langsung bangkit, menyadari sesuatu yang aneh. Ia melihat sekeliling, mencari tanda-tanda kehadiran suaminya.
"Mana lagi dia?" gumam Caitlin, wajahnya penuh keraguan. "Apakah dia bersama pacarnya lagi, ya? Hm...mencurigakan sekali."
Tanpa pikir panjang, Caitlin keluar dari kamarnya dan berjalan menyusuri lorong gelap, mencari suaminya yang tak terlihat.
"Tidak ada di kamar," bisiknya pada diri sendiri sambil berusaha tetap tenang. Lalu ia berjalan menuju jendela dan melongok ke luar, berharap melihat sesuatu yang bisa menjelaskan keberadaan Reynard.
"Tidak mungkin malam-malam begini dia keluar," gumam Caitlin sambil mengernyit. Namun, pandangannya tiba-tiba tertuju ke arah gudang di halaman belakang, yang pintunya terbuka sedikit.
“Gudang itu... bukankah selama ini tidak ada yang memakai? Kenapa bisa terbuka pintunya? Jangan-jangan ada maling?” gumam Caitlin, suaranya sedikit bergetar karena cemas.
Dalam kegelisahannya, Caitlin langsung menuju ruang tamu dan mencari buku telepon yang mencantumkan nomor-nomor darurat. Tangannya gemetar saat membolak-balik halaman demi halaman.
"Ha... banyak sekali nomor yang tercantum di sini,” gumamnya frustasi sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Tapi yang mana nomor polisi? Bodoh sekali aku, tidak tahu nomor darurat..."
Tak tahu nomor siapa yang dihubungi Caitlin malam itu. Setelah beberapa saat bimbang, ia memutuskan keluar dari rumahnya, berjalan dengan langkah hati-hati di kegelapan malam. Dengan napas tertahan, ia melangkah menuju gudang yang selama ini tak pernah tersentuh, perlahan membuka pintunya yang sedikit terbuka.
"Apa yang ada di dalam gudang ini?" batinnya, rasa ingin tahunya semakin membuncah. Ia melangkah masuk, napasnya tercekat saat melihat sekeliling.
Di dalam, ia mendapati sesuatu yang sangat berbeda dari bayangannya. Tembok gudang itu bersih, dengan dinding-dinding yang dihiasi ornamen mewah seperti di mansion kelas atas. Perabotan elegan tertata rapi di setiap sudut ruangan, dan bahkan ada sebuah kasur empuk di sudut lainnya. Di atas kasur itu, terbaring seorang pria yang dipasang alat-alat medis, terlihat tidak berdaya dan lemah.
Caitlin terpaku, matanya terbelalak melihat pemandangan yang tak terduga di ruangan luas itu. Suasana di sana begitu asing dan mencengangkan, tak ada jejak kotor dan berantakan seperti yang ia bayangkan tentang gudang tua.
“Siapa dia?" gumamnya, suaranya hampir berbisik karena keterkejutannya. “Kenapa pria itu ada di sini? Dan... kenapa Reynard menyembunyikannya di tempat seperti ini?” Caitlin semakin mendekat, langkahnya perlahan namun pasti, didorong oleh rasa penasaran yang semakin dalam.
"Kenapa...wajahnya tidak asing?" gumam Caitlin.
seru nih