Darra Smith adalah seorang anak yatim piatu yang menikah muda dengan suaminya Raynard Walt. Di tahun kedua pernikahannya, semuanya berubah. Mertua dan kakak iparnya kerap ikut campur dengan rumah tangganya. Di tambah perusahaan yang dibangun suaminya mengalami masalah keuangan dan terancam bangkrut. Situasi kacau tersebut membuat Raynard selalu melampiaskan kemarahannya kepada Darra. Ditambah lagi Darra tak kunjung hamil membuat Raynard murka dan menganggap Darra adalah pembawa sial.
"Aku sudah tidak sanggup hidup denganmu, Darra. Aku ingin bercerai!"
Kalimat itu seperti suara gelegar petir menghantam Darra.
Setelah kejadian pertengkaran hebat itu, kehidupan Darra berubah. Bagaimana kisah selanjutnya
ikuti terus ya....
Happy Reading 😊😊😊
Update hanya hari senin sampai jumat 😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ani.hendra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SURAT PERCERAIAN
💌 POSESIF SETELAH BERCERAI 💌
🍀 HAPPY READING 🍀
.
.
SATU BULAN KEMUDIAN.
Tap...tap...tap...tap....!
Tap....tap...tap...tap...!
Bunyi langkah kaki Raynard berjalan cepat di koridor kantor. Felix mengimbangi langkah bosnya. Ia mengembuskan napasnya saat berhasil menyusul sampai di depan lift. Felix pun memencet tombol lift. Lalu melangkah ke belakang tepat di belakang pak direktur. Ia berdiri tegap menjaga jarak satu meter di belakang bosnya itu.
Ting!
Pintu lift terbuka. Raynard masuk lebih dulu, dan kemudian di susul Felix. Ia tetap berdiri satu meter di belakang pak direktur setelah memencet tombol lift itu kembali. Mereka hanya diam dan larut dalam pikiran masing-masing. Sudah beberapa hari ini suasana hati pak direktur tak menentu. Ia terkadang marah dan memaki karyawannya yang tidak becus bekerja.
Ting !
Pintu lift terbuka. Raynard melangkah keluar dari lift. Ia berjalan menuju ruangan yang bertuliskan direktur utama itu. Saat melihat kedatangan pak direktur Jennie langsung berdiri memberi hormat.
"Selamat pagi pak!"
Raynard tak menjawab. Ia hanya terus melangkah masuk menuju ruangannya. Ray menggeser kursi kekuasaannya dan duduk di sana.
"Apa agendaku hari ini, Felix?" tanya Raynard. Ia menyandarkan punggungnya di kursi empuk beroda empat itu. Ia mendongak ke atas menatap langit-langit ruangannya.
Felix langsung membuka buku agenda yang selalu dibawanya ke mana-mana. Buku agenda itu mencatat jadwal penting bosnya.
"Pukul 09.00 - 11.00 Anda menghadiri rapat REI, kemudian anda melakukan kontrak kerjasama dengan kantor pemerintahan dan langsung penandatanganan kontrak. Kemudian pada pukul 15.00 anda langsung melakukan kunjungan kerja ke perusahaan anak cabang. Pada malam hari perusahaan Matthew mengundang anda makan bersama di restoran milik mereka." Jelas Felix dengan sangat teliti tanpa ada kesalahan.
Alis Ray naik dari pangkalnya. "Maksudmu dengan anak angkat pemilik perusahaan keluarga Matthew?"
"Benar pak, setelah beberapa kali anda menolak bertemu, beliau sangat berharap anda memenuhi undangannya."
Sudut bibir Ray melengkung ke atas. "Cih...dia manusia yang tak mau menyerah. Aku rasa dia sudah kebakaran jenggot saat aku menarik modal dari perusahaannya. Bagaimana mungkin Mr Matthew bisa mengangkatnya sebagai anak?"
"Pak!" panggil Felix dengan suara terendahnya.
Ray tersadar dari lamunannya, ia kembali menegakkan badannya dan bersikap profesional di depan asistennya.
"Ada apa?"
"Ada surat, tapi tidak ada nama pengirimnya." ucap Felix memberikan amplop coklat kepada bos-nya.
Ray mengernyitkan keningnya. "Surat? " ucapnya pelan dan meraih amplop yang diberikan Felix.
"Kau bisa keluar! Persiapkan untuk rapat jam 9 nanti."
"Baik pak." Ucap Felix segera berbalik keluar dari pintu ruangan.
Raynard kembali menatap amplop coklat itu. Ia kembali mengernyit. Ray menatap amplop itu dengan penasaran. Ia pun membuka dan menyobek bagian atas dan mengeluarkan isinya.
Glek!
Ray menelan salivanya begitu susah. Ia sangat terkejut saat mengetahui isi amplop coklat itu ternyata surat perceraian dan pengirimannya adalah Darra. Ray menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan mata, mencoba mengontrol dirinya sendiri. Namun tidak berhasil, emosinya semakin meledak-ledak.
"Berani-beraninya kau...." Ray menggebrak meja dengan kasar. Tangannya mengepal kuat, bola matanya memancarkan emosi.
Ray masih tak percaya jika Darra mengirim surat perceraian ke kantornya. Ia bangun dan berjalan mondar-mandir untuk menenangkan hatinya. Yang harus melakukan itu adalah dia dan bukan Darra. Darra benar-benar melukai harga dirinya. Ray melepaskan napas panjang dengan mulut terbuka. Sesak tak juga berkurang. Ray segera menarik dasinya dengan kasar.
"Aaaarrrrrgggghh..! Kau harusnya bersujud di kakiku dan memohon agar tidak ada perceraian." Teriak Ray meluapkan kemarahannya. Namun, kenyatannya semua diluar dugaan. Sekarang Darra sudah berani menantangnya.
PRANG!
Patung Kuda Keramik Champion kemenangan mewah yang ada di atas meja ia hempas begitu saja. Serpihan-serpihan tajam berterbangan dan berserakan di atas lantai keramik putih. Emosinya tak juga membaik. Napasnya masih tersengal karena menahan emosi. Ray masih tidak terima Darra melakukan ini.
Amarahnya kembali menguasai, semua yang ada di atas meja ia buang begitu saja. Dan yang Yang membuat Ray bertambah kesal, sudah satu bulan Darra tidak ada kabar. Sudah berpuluh kali ia menghubungi istrinya itu. Namun, yang ia dapat Darra sengaja mengalihkan panggilannya. Awalnya Ray berpikir pasti Darra kembali. Karena Darra tidak ada tempat tujuan.
"Aku pastikan kau akan menderita. Selama sisa hidupmu kau tidak akan bahagia, Darra." Desis Ray dengan mata menyalang tajam. Ia mengepalkan tangannya begitu kuat. Rahangnya mengeras dan matanya terus memancarkan emosi.
Saat mendengar suara benda keras dari ruangan pak direktur Felix dan Jennie terkejut. Mereka langsung berlari menuju ruangan pak direktur.
Ceklek!
Pintu dibuka Felix sedikit kasar. Mereka terkejut saat mendapati ruangan pak direktur sudah berantakan.
"Apa yang terjadi pak?" tanya Felix begitu terkejut bercampur tegang.
Sementara Jennie begitu takut, Ia sampai mundur beberapa langkah. Ruangan itu seketika berubah horor. Menyeramkan dan menakutkan. Pokoknya pak direktur benar-benar menunjukkan kemarahan yang luar biasa.
"Apa yang terjadi pak?" tanya Felix lagi.
Ray tidak menjawab. Ia hanya menarik napasnya dengan cepat. Emosinya masih menguasai.
"Jennie, tolong bersihkan kekacauan ini!" perintah Ray dengan tegas. Setelah mengatakan itu, ia mengambil jasnya lalu pergi begitu saja.
"Pak....!" Panggil Felix.
Tidak ada sahutan. Ray melangkah cepat meninggalkan ruangannya.
Saat melihat kepergian pak direktur, Jennie mendekat. "Apa yang terjadi pak Felix? Kenapa pak direktur semarah itu?" Tanya Jennie penasaran.
Mata Felix langsung tertuju pada amplop coklat yang diberikannya tadi. Ia meraih dan melihat kertas putih itu. Jennie ikut membacanya dan bersamaan itu mereka saling menatap.
SEMENTARA DI SISI LAIN.
Darra membuka mata setelah terlelap sejenak. Ia memandangi langit-langit kamarnya dan memikirkan hidupnya. Sudah satu bulan Darra tinggal di rumah Kayla dan setiap hari harus dilaluinya seperti ini. Sendiri lagi, menyendiri lagi. Tidak ada kegiatan kecuali makan dan tidur. Kayla bahkan tidak mengizinkannya melakukan pekerjaan rumah atau memasak. Kayla sudah menyerahkan semuanya kepada pelayan rumah tangga.
"Huuufffftttt," Darra mengembuskan napas dengan pipi yang menggembung sambil menatap langit-langit kamarnya.
Darra merasa tidak enak harus diam terpaku seperti ini. Semenjak ia menikah, Darra tidak punya pengalaman bekerja. Dan sekarang ia merasa sangat kesulitan mencari pekerjaan, meski sudah berusaha dengan sangat keras. Diam-diam keluar rumah mencari lowongan pekerjaan dan sebagian ia mengirim lamarannya. Namun, satu pun tidak ada panggilan yang sesuai dengan kompetensinya.
Darra bangun dari tidurnya. Ia melangkah duduk di kursi dan menatap meja yang sudah berantakan. Darra tak mau memungkirinya lagi bahwa memang alasan utamanya membeli koran sekali dalam seminggu di hari sabtu adalah semata-mata untuk membaca dan menandai kolom lowongan pekerjaan.
Tak terasa jam sudah menunjukan pukul 08.00 wib Darra masih saja membolak-balik kolom pekerjaan tanpa mempedulikan isu politik hangat apalagi gosip murahan.
Beberapa detik kemudian. "Aaarghhhhh...." Darra mengacak-acak rambutnya, lalu mengusap wajahnya dengan kasar.
"Kapan penantianku berakhir? aku ingin bekerja..." Ucap Darra dengan frustasi.
Darra memang sangat membutuhkan pekerjaan ini. Ia harus mempersiapkan biaya untuk persalinannya. Anak ini butuh biaya dan tidak mungkin ia hanya berpangku tangan dan mengharapkan biaya dari Kayla.
Ting!
Satu pesan masuk ke handphone Darra. Ia mengambil ponselnya dan melihat ternyata pesan itu dari kurir.
"Paket sudah di terima oleh Felix."
Setelah membaca pesan itu, Ia menarik napas panjang. Pandangan Darra sayu saat menurunkan ponselnya. Perasaannya campur aduk. Apakah dia harus merasa lega atau bagaimana. Tiba-tiba air matanya terjatuh begitu saja, seakan jawaban dari perasaannya saat ini.
BERSAMBUNG.....
^_^
Tolong dukung ya my readers tersayang. Ini Novel ke sepuluh aku 😍
Salam sehat selalu, dari author yang cantik buat my readers yang paling cantik.
^_^
orang kl dah move on dia akn biasa saja, tp kl lihat sikap dara dah tau dara blm move on, mending Dave cari yg lain saja lah, Dara blm selesai dng hatinya, drpd sakit nnti.
Dara biar jd istri ke dua ray kn masih cinta. kl dah gk cinta pasti akn biasa saja dan dng elegant melawan ray. 🤣
kurang /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/