Sifa Kamila, memilih bercerai dari sang suami karena tidak mau diduakan. Ia pun pergi dari rumah yang dia huni bersama Aksa mantan suami selama dua tahun.
Sifa memilih merantau ke Jakarta dan bekerja di salah satu perusahaan kosmetik sebagai Office Girls. Mujur bagi janda cantik dan lugu itu, karena bos pemilik perusahaan mencintainya. Cinta semanis madu yang disuguhkan Felix, membuat Sifa terlena hingga salah jalan dan menyerahkan kehormatan yang seharusnya Sifa jaga. Hasil dari kesalahannya itu Sifa pun akhirnya mengandung.
"Cepat nikahi aku Mas" Sifa menangis sesegukan, karena Felix sengaja mengulur-ulur waktu.
"Aku menikahi kamu? Hahaha..." alih-alih menikahi Sifa, Felik justru berniat membunuh Sifa mendorong dari atas jembatan hingga jatuh ke dalam kali.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
"Apa mungkin Sifa masih hidup? Tidak!" Felix membantah pikirannya sendiri. Mana mungkin orang bisa bertahan hidup padahal jatuh dari jembatan yang tingginya 50han meter. "Tapi siapa yang mengirim baju rombeng itu? Pasti hantu" Felix ketakutan.
Ceklak.
Pintu dibuka dari luar, Felix mengangkat kepala cepat menatap wanita yang baru sah menjadi istrinya itu.
"Sudah aku buang Mas" ucap Dania lalu menyusul suaminya ke tempat tidur.
"Kira-kira siapa orang iseng yang memberi kado baju rombeng tadi ya, Mas?" Dania masih pusing memikirkan itu.
"Aku nggak tahu Nia, mungkin teman kamu yang iseng" Felix melempar batu sembunyi tangan.
"Tidak Mas, selama ini aku tidak pernah punya musuh, kok" bantah Dania memang benar adanya.
Hening di dalam kamar tersebut, larut dalam pikiran masing-masing. Hingga malam semakin larut, hasrat Felix yang sempat menghilang gara-gara kiriman kado, di tengah malam itu kembali bangkit. Ia segera melakukan pemanasan hendak bermain bola sodok. Tubuh mulus nan putih yang sudah polos, membuat senjata Felix ingin segera membuka segel.
"Aaagghhh... tidaaaakk..." Felix bangkit dari tubuh istrinya, kemudian lompat ke lantai. Pasalnya, wajah Dania tiba-tiba saja berubah menjadi Sifa.
"Mas Felix kenapa?" Dania bangun lalu merangkul tubuh Felix yang berdiri membelakangi. Kecewa, itulah yang Dania rasakan. Padahal dia sudah menantikan momen malam pertama.
"Tidak-tidak" Felix mengenakan pakaian sebelum keluar kamar meninggalkan Dania.
"Apa mungkin tubuhku bau?" Dania meneliti tubuhnya. Hidung mancung itu mengendus pangkal tangan kanan dan kiri, ia pikir bau ketiak nya kecut.
"Masih wangi kok" Dania pun mengenakan pakaian kembali lalu mencari suaminya ke ruang kerja.
"Mas, ada apa dengan tubuhku?" Dania memastikan. Tangan mulus itu menarik kursi lalu duduk di samping suaminya yang membenamkan kepala di meja kerja.
"Tidak apa-apa Nia, malam ini kita tidur saja ya" Felix pun mengajak Dania kembali ke kamar. Malam itu mereka gagal melakukan malam pertama. Felix justru tidur menghadap tembok memunggungi istrinya.
Pagi harinya, Felix dengan Dania sudah selesai mandi, kemudian sarapan bersama. "Memang kamu mau ke kantor Mas?" Dania lagi dan lagi dibuat kecewa karena seharusnya mereka masih cuti hingga tiga hari.
"Di rumah juga mau ngapain Nia, lebih baik aku ke kantor" Felix sebenarnya kasihan dengan Dania, tetapi di rumah ini seperti dihantui arwah Sifa.
"Kalau gitu aku ikut ke kantor ya" Dania pun akhirnya mengalah.
"Okay..." Felix membersihkan mulut dengan tissue kemudian beranjak membuang ke tempat sampah.
"Bibiiii..." Felix berteriak melihat kaos dan celana masih berada di tempat sampah. Dia menyeret kakinya ke belakang, kedua tangannya menutup wajah. Sungguh seperti banci pria itu tidak ingat betapa puasnya ketika berhasil menjatuhkan wanita yang pernah ia gagahi ke bawah jembatan.
"Ada apa lagi sih Mas, ada apa Tuan?" Dania dengan bibi bersama-sama lari memeriksa tempat sampah.
"Bi, cepat buang sampah ini" titah Dania lalu mendekati Felix.
"Sudahlah Mas? Jangan dipikirkan lagi masalah kado itu," Dania dibuat pusing oleh kelakuan sang suami. Baru sehari semalam menjadi pasangan hidup, sudah beberapa kali Felix bertingkah aneh.
Yang pertama sepatunya diinjak oleh tamu, yang kedua melihat kado hanya baju bekas saja ketakutan, dan yang ketiga tadi malam tiba-tiba berteriak seolah tidak nafsu melihat tubuhnya.
"Kita berangkat saja" pungkas Felix tidak mau memberi penjelasan kepada Dania. Felix lalu ke halaman masuk ke dalam mobil.
Sementara Dania ambil tas ke kamar kemudian menyusul Felik. Namun, mobil yang dikendarai Felix bukan menuju arah perusahaan.
"Mau kemana kita Mas? Katanya mau ke kantor"
"Kita lewat jembatan saja" jawab Felix.
"Lewat jembatan?" Dania bingung, mungkin suaminya stres dan harus diajak konsultasi. Pasalnya jalan menuju kantor hanya tinggal lurus saja, tetapi akan melewati jembatan, itu artinya harus berputar.
"Menghindari macet Nia" Felix pun mempunyai jawaban yang tepat.
Dania tidak mau banyak bicara lagi terserah mau dibawa kemana. Walaupun sebenarnya masih janggal.
Dania tidak tahu jika Felix ingin memastikan bahwa arwah Sifa tidak gentayangan seperti yang dia pikirkan. Namun, ketika mobilnya melewati jembatan tersebut seklebat bayangan Sifa seolah menghalangi mobilnya. Felix tancap gas ingin menabrak bayangan itu.
"Awas Mas..." Dania berteriak, karena yang ia tahu Felix mengendara dengan kecepatan tinggi.
Braaaakkk.
Mobil Felix akhirnya menabrak pagar jembatan besi.
**************
"Hihihi... pasti kamu kaget ketika membuka kado dari aku Felix" Sifa tersenyum ketika sedang mengenakan pakaian ingat kado yang ia kirimkan melaui jasa ojek online.
Ketika dirawat di rumah sakit beberapa bulan yang lalu, Sifa menyimpan baju robek-robek yang ditunjukkan Alvin.
Tok tok tok
"Sebentar" Sifa cepat-cepat mengancingkan baju, kemudian membuka pintu.
"Siti... kamu belum berangkat?" Sifa kaget biasanya jam enam pagi Siti sudah berangkat. Padahal saat ini sudah jam tujuh.
"Aku nggak ada kuliah Sifa" Siti mengatakan bahwa dosen yang mengajar pagi ini tidak hadir. "Perlu bantuan Sifa" lanjut Siti menawarkan jasa.
"Boleh, masuk yuk" Sifa membuka pintu setelah Siti masuk, menutupnya kembali. "Kamu yakin mau membantu aku?" Sifa tentu senang.
"Benar dong Sifa" Siti mengatakan bahwa tugas kuliah untuk besok pun sudah ia kerjakan saat subuh.
"Kalau begitu, bantu aku memasukan parfum ke dalam botol-botol ini" Sifa menunjuk deretan toples yang sudah berisi air suling mawar yang dicampur dengan minyak tanpa pewangi. Kemudian Sifa diamkan selama tujuh hari. Selanjutnya ia saring kelopak mawar dan tinggal memasukkan ke dalam botol-botol seperti sekarang.
"Aromanya berbeda dengan bunga kemarin ya Sif" Siti mencium aroma minyak yang akan ia masukan ke dalam botol.
"Jelas berbeda Siti, kemarin itu bunga melati, terus yang sekarang bunga mawar" Sifa menjelaskan.
"Oh pantas" Siti kagum mendengar penjelasan Sifa.
"Kalau kamu lagi senggang, lebih baik bantu-bantu aku. Tenang saja Siti nanti ada honornya, kok" Imbuh Sifa, ia sebenarnya memang akan mencari orang untuk bantu-bantu karena akhir-akhir ini pesanan semakin banyak.
"Benarkah? Kalau gitu jangan mencari orang dulu Sifa" Siti antusias. Ia siap bekerja malam hari dan ketika tidak ada jam kuliah. Selama menjual parfum buatkan Sifa, Siti tidak lagi kekurangan uang untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan, sekarang sudah bisa menabung. Apa lagi jika mendapat tambahan upah.
"Siap..." Sifa lantas duduk di kursi berhadapan dengan Siti sama-sama mengisi botol.
Deerrtt... deerrtt...
Belum lagi mendapat satu botol, handphone Sifa bergetar. Ia lantas mengangkat telepon setelah tahu Alvin yang menghubungi.
"Aku sudah menunggu di taman kost kamu Sifa, tidak boleh membantah" Alvin rupanya mengajak sarapan di luar pagi ini.
Sifa hanya geleng-geleng kepala lalu pamit Siti jika akan keluar sebentar. "Nggak apa-apa aku tinggal sebentar Siti" Sifa tidak enak hati.
"Nggak apa-apa, tapi kamu keluar sama siapa Sifa?" Siti ingin tahu, karena selama ini Sifa jarang keluar rumah dan tidak pernah bercerita jika mempunyai teman yang lain.
"Teman kerja aku dulu, Siti" Sifa tidak mau cerita siapa Alvin untuk saat ini. Ia lantas memasukkan handphone ke dalam tas, kemudian menylempang.
"Hati-hati, Sifa" Siti membiarkan Sifa pergi.
"Terimakasih" ucap Sifa sembari membuka pintu.
Tiba di taman, Sifa segera diajak Alvin masuk ke mobil, kemudian berangkat.
"Kita mau sarapan dimana Al?" Sifa heran, sebab sarapan di dekat sini pun banyak, tetapi mengapa mobil Alvin sudah berjalan jauh.
"Tidak jauh dari jembatan ada sarapan yang enak Sifa, kalau kamu sekali saja mencoba pasti ketagihan"
"Jembatan?" Sifa meninggikan suara. Belum Alvin jawab, Sifa merosot ke bawah jok.
"Kamu kenapa Sifa?" Alvin terkejut lalu melambatkan kendaraan.
"Aku nggak mau lewat jembatan depan itu Al, please... Aku takut ketinggian" Sifa mencari alasan. benar-benar butuh waktu untuk memulihkan trauma.
"Maaf Sifa aku nggak tahu, tapi kita nggak bisa putar balik" Alvin menyesal, jika bisa ia ingin putar balik, tetapi ada rambu-rambu larangan. Mobil Alvin berjalan semakin lambat.
"Ya sudah deh lanjut saja, tapi aku ngumpet ya, terus... lain kali jangan lewat sini" Sifa tetap nongkrong di bawah tidak mau pindah ke jok.
"Iya aku janji" Alvin pun melewati jembatan yang sudah di depan. Di ujung jembatan, tatapan Alvin tertuju ke sebuah mobil yang dikerubungi banyak orang.
"Ada mobil nabrak Sifa" Alvin kaget ketika mobil tersebut ringsek bagian depan.
"Tabrakan?" Sifa pun akhirnya memberanikan diri untuk kembali ke tempat duduknya.
"Mobil Felix?" Sifa hafal dengan nomor tersebut.
...~Bersambung~...