Tiga sejoli menghabiskan usia bersama, berguru mencari kekebalan tubuh, menjelajahi kuburan kala petang demi tercapainya angan. Sial datang pada malam ketujuh, malam puncak pencarian kesakitan. Diperdengarkan segala bentuk suara makhluk tak kasat mata, mereka tak gentar. Seonggok bayi merah berlumuran darah membuat lutut gemetar nyaris pingsan. Bayi yang merubah alur hidup ketiganya.
Mari ikuti kisah mereka 👻👻
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon diahps94, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Janda Bohay
Djiwa yang kabur, satu rumah di datangi puluhan polisi. Mahendra mengamuk, bukan pada Djiwa melainkan diri sendiri. Usai temu anaknya dalam keadaan baik dan utuh, dia pulang tanpa pamit. Matanya penuh luka, rupanya tak mencerminkan seorang pengusaha kaya raya, Mahendra terpuruk namun tak bisa berbisik bahkan pada angin sekalipun.
Kepergian Mahendra dengan kondisi seperti itu menjadikan Djiwa tak enak hati. Benar dia menyepelekan Mahendra karena luka masa lalu. Tapi saat tahu Mahendra kacau, hatinya nyeri. Djiwa mencegah Mahendra pergi, naas sebelum sampai pandangan mereka bertemu, mobil Mahendra membawa pergi tuannya. Pikir Djiwa dia akan senang berhasil mengerjai Mahendra, di luar dugaan kini dia juga merasakan sakitnya.
"Kau tak berusaha lebih untuk mengejar ayah mu?" Yanto menyaksikan langkah Djiwa terhenti, sebel berhasil menggapai Mahendra yang tak pamit.
"Cih, menyesal aku khawatir. Biarkan saja orang itu pergi, sopan sekali datang bawa kehebohan dengan polisi berdatangan, pergi tanpa sepenggal kata, sampah!" Djiwa marah, dia tak suka diabaikan meski ia yang salah.
Yanto kaget dengan ucapan Djiwa yang begitu kasar. "Masuk, tenangkan dirimu!"
Djiwa mendengus, Yanto terkejut. Untuk apa putranya marah, dengan siapa dia marah, sungguh tak jelas. Baru saja Yanto ingin menutup pintu, datang Ujang dan Dayat yang berlari dengan kecepatan penuh. Dasarnya Yanto makhluk usil bin ajaib, selangkah lagi menapak di teras rumah, Yanto menutup pintu, mengunci rapat pintunya. Terkekeh dengan tingkah pribadi, waktunya tidur siang, mengabaikan dua manusia tak diundang dan datang telat itu.
Yanto masuk kamar, tujuannya tidur siang. Lompat ke atas ranjang tanpa melihat sekitar. "Akkkkkkkkkkkh, buset...hahhh.....hah...bikin kaget, aishh nasib jantung."
Dayat dan Ujang leha-leha di atas kasur, tersenyum puas bisa mengelabuhi Yanto yang dengan tak sopan mengunci pintu tanpa mempersilahkan mereka ikut masuk. Untung ada jendela kamar yang melompong di siang hari, dengan leluasa keduanya masuk. "Astaghfirullah Ujang, turun...turun! Kaki dari sawah apa gimana, kotor banget."
Buru-buru turun, Ujang lupa kemari tanpa alas kaki. Kalau Yanto sih tak masalah, tapi Rini emaknya Yanto bisa jadi sumber masalah besar. "Aduh sori atuh, ntar cuci kaki dulu, bentar aku bersihin.
"K*pet lah, ngapain sih pada kemari, telat banget ribut-ribut nya udah kelar, polisi udah pada balik baru nongol." Cerocos Yanto, menyindir Dayat.
Dayat sigap menjitak Yanto. "Kalau ada apa-apa tuh telpon, jangan malah tetangga tau duluan daripada kita, rumah emang dekat tapi gak setiap detik mata kita liat sini, sesekali meleng liat janda kan bisa juga."
"Janda terus, janda semakin terdepan ya." Ujang yang keluar toilet sarkas ke Dayat.
Tak ada yang meladeni Ujang, kini semua sibuk membersihkan tapak kaki yang mengecap di tembok dan seprei. Bekerjasama meski ada rasa sedikit tak iklhas. Noda di tembok sukar hilang, hanya samar semata, berbeda dengan di seprai sekali sikat hilang tanpa noda. Lelah dirasa bersama, saling menyalahkan namun fatal bagi Yanto karena di serang dua orang. Akhirnya hanya pasrah, memang dia yang memulai.
Lapar datang saat letih meski tak seberapa, lantas menuju meja makan, meski di usir susah payah tetap saja Dayat dan Ujang turut mengonsumsi. Sibuk memindahkan lauk dan nasi ke piring, di kejutkan dengan Djiwa yang nongol, lantas berujar lapar. Jadilah mereka makan siang untuk yang kedua kalinya.
Dayat meletakkan, sendok dan berhenti sejenak. "Beo, cabut dulu ada urusan mendadak."
"Mendesak kah? Tumben ada acara mendadak segala, apaan dah?" Yanto penasaran.
Dayat tak menimpali, langsung berdiri dan bersiap pergi. "Pergi dulu, makasih makan siangnya, ini aku bawa piringnya belum abis soalnya."
"Waalaikumsalam, beuh di Dayat ya, ada aja kelakuan, jangan sampe kita kena tipu lagi, dah biarin aja, takutnya ini akting dia masih dendam sama kamu itu To." Cerocos Ujang.
Djiwa melihat tak ada akting, Botu kesayangannya terlalu alami dalam kepanikan. "Beneran tau, kalau nggk percaya aku kita susul."
"Abisin dulu makannya, ntar kena marah emak." Peringat Yanto.
Sebuah rumah dengan pintu teralis besi yang tertutup rapat, ada mobil l300 milik Dayat parkir di depannya. Mengendap bagai maling di siang bolong, anak dan kedua ayahnya mencari celah untuk mencuri tahu apa yang terjadi. Yanto sudah memberi kode agar Djiwa tak terlibat, takutnya Dayat sedang mantap-mantap kan bahaya. Dasarnya kuping Djiwa yang bandel, dia malah memarahi kedua orangtuanya agar tidak berisik saat dalam misi pengintaian.
Di bawah jendela kamar, mereka celingakan mencari cara agar tahu apa yang di lakukan Dayat. Djiwa berencana masuk secara langsung saja, di tolak mentah-mentah kedua orangtuanya, mana ada orang mengintip malah terang-terangan bertamu. Menyusun strategi standar menangkap basah Dayat di bawah jendela kamar yang entah siapa pemiliknya.
"Kau sebagai umpan, sana panggil keluar mereka, pura-pura jadi tamu saja." Ujang mendorong Djiwa.
Djiwa yang tadi menyarankan untuk langsung hadapi kini enggan. "Ogah, Boti saja sana."
"Hish, kenapa tak mau, kau paling muda dan paling berkesempatan tak di curigai, jadi cepat laksanakan amanah tugas ini." Ujang menasehati.
"Loh mas Dayat ajak temen-temen toh mas?"
Kaget bukan kepalang, tiga manusia yang sembunyi di bawah jendela kamar itu seperti tersingkap basah melakukan perbuatan tercela. Kompak mengelus dada, nyaris copot jantung dari tempatnya. Bagaimana tak kaget, saat tak ada orang, tak dengar langkah kaki, tahu-tahu ada suara wanita dari arah dalam kamar. Lari kepalang tanggung, mereka bertahan dalam posisi semula, hingga Dayat keluar rumah dan menatap hina ketiga manusia beda usia itu.
"Ngapain pada nyusul?" Dayat berkata dengan nada tak suka.
Djiwa di dorong-dorong oleh Yanto dan Ujang, agar dia yang menyahut, sebab pasti Dayat tak akan marah pada Djiwa. "Iya Botu, kina mU silaturahmi, tapi malu-malu gimana mau masuknya."
"Yakin lupa cara bertamu dengan benar? Botu pikir kau bersekongkol dengan biawak rawa ini untuk mengintip diriku yang sedang ngapel kan, lagian orang lagi ngapel ngapain di susul?" Sungguh Dayat tak habis pikir dengan dua temannya yang menyusul bahkan mengajak Djiwa bersama mereka. Djiwa masih di bawah umur, rasanya belum pantas untuk mengetahui hal-hal seperti ini. Tunggu sampai kembali ke rumah, Dayat akan memberi perhitungan pada dua biawak cungkring itu.
Yanto mengandalkan Ujang, sedang yang diandalkan malah kebingungan, lantas Djiwa sebagai penyelamat perang angkat kata. "Botu, ayo masuk aku ingin kenalan dengan calon ibu."
Rumah dengan nuansa janda, semua perabot dan cat tembok berwarna ungu. Seolah si pemilik rumah ingin menggembor-gemborkan dirinya janda. Duduk berhimpitan di sofa ruang tamu, celingukan karena si janda pamit membuatkan minuman lebih dulu. Anggap rumah sendiri, adalah kata yang di ulang entah berapa kali oleh janda tersebut.
"Ssstr, pssstt." Ujang mengkode untuk segera mereview si janda secara langsung.
"Apa boti?" Djiwa kurang paham, berbeda dengan Yanto yang langsung paham.
"Dayat cari yang mantep depan belakang ya." Bisik Ujang.
"Beuh, pantes Dayat betah." Balas berbisik, Ujang mengamati ke arah pintu dapur takut-takut ada yang keluar.
"Ya pantas kan julukannya janda bohay." Timpal Yanto.
"Bohay tuh diliat dari apanya sih?" Djiwa berguru.
"Arhh belum saat kan tahu pembicaraan orang , sudah duduk manis aja tak usah banyak tanya." Nasihat Ujang, lantas semuanya dia sampai manusia berbekal nampan datang.
"Maaf ya adanya cuma teh manis, hayukkk mangga di minum." Wanita janda berucap lembut.
"Iya makasih Tante, ngomong-ngomong memangnya Tante janda bohay ya?" Mulut Djiwa tak bisa di rem, membuat Yanto dan Ujang kewalahan.
Yanto membekap mulut Djiwa erat. "Eh, anu jangan dengarkan mulut anak ini, astaghfirullah entah siapa yang ngajarin.
"Emmmm...emmmm.emmmm..." Djiwa berontak minta di lepaskan.
Wanita itu menatap penuh kecewa, berucap sedih sebelum akhirnya masuk kamar. "Jadi selama ini pandangan kalian terhadap ku seperti itu, pantas sampai menyusul datang. Maaf mas Dayat, hari ini aku kurang enak badan, silahkan mas kalau mau pulang, aku pamit ke kamar dulu."
Dayat mendelik dengan tangan di pinggang. "Haish, ada aja ulah kalian ya!"
Dayat berusaha membujuk sj janda di depan pintu kamar, Ujang memanfaatkan momen. "Djiwa kenapa tanya seperti itu sih?"
"Ya habisnya di tanya pada nggk mau jawab." Djiwa pikir apa salahnya bertanya.
"Ya tapi nggk tanya janda bohay itu apa juga ah, aduhhhhh kacau udah lah." Yanto hanya bisa pasrah.
"Dasar janda bohay, buat aku tak mengerti saja." Celetuk Djiwa membuat kedua pria dewasa menatap horor putranya.
Bersambung