NovelToon NovelToon
Stuck On You

Stuck On You

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / CEO / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: _Sri.R06

Kehidupan Agnia pada awalnya dipenuhi rasa bahagia. Kasih sayang dari keluarga angkatnya begitu melimpah. Sampai akhirnya dia tahu, jika selama ini kasih sayang yang ia dapatkan hanya sebuah kepalsuan.

Kejadian tidak terduga yang menorehkan luka berhasil membuatnya bertemu dengan dua hal yang membawa perubahan dalam hidupnya.

Kehadiran Abian yang ternyata berhasil membawa arti tersendiri dalam hati Agnia, hingga sosok Kaivan yang memiliki obsesi terhadapnya.

Ini bukan hanya tentang Agnia, tapi juga dua pria yang sama-sama terlibat dalam kisah hidupnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon _Sri.R06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bayangan Masa Lalu

Pada akhirnya, Agnia menerima ajakan Abian untuk sekedar jalan-jalan pagi hari itu. Mereka tidak melakukan perjalanan jauh, dan akhirnya berhenti di taman kota, menikmati suasana nyaman dan segar pagi itu.

Agnia meregangkan tangan saat angin pagi menerpa kulitnya. Aroma segar dari bunga yang baru saja mekar seolah tertiup angin, suara kicauan burung berhasil memeriahkan suasana. Dilihatnya dedaunan yang masih segar tampak basah, mungkin terkena embun pagi. Agnia memperhatikan sekitar, ternyata banyak orang lain yang juga datang ke taman di pagi hari seperti ini.

“Ingin membeli sarapan dulu?” tanya Abian, dia yakin Agnia belum sempat sarapan tadi.

Agnia memperhatikan sekitar, dilihatnya ada penjual bubur ayam di sana. Wanita itu melihat pada abian sebelum akhirnya mengangguk.

“Ada bubur ayam, di sana.” Agnia kemudian menunjuk penjual bubur ayam di sisi lain taman, Abian ikut menolehkan kepalanya, kemudian mengangguk singkat.

“Ayo,” ajak Abian, Agnia tentu saja dengan semangat mengikuti lelaki itu.

Saat langkah mereka terhenti di depan penjual bubur ayam, Abian memesankan pesanan mereka. Dia juga memesan bubur ayam untuk dirinya sendiri.

Mereka sesekali akan berbicara hal acak sembari memakan suapan  bubur sedikit-demi sedikit. Hingga tidak terasa, di mangkok yang digunakan sudah tidak ada sisa lagi.

“Ayo, kita duduk di sana,” ajak Agnia, setelah melihat Abian selesai membayar.

Abian mengikuti langkah wanita itu dalam diam. Namun, netranya tidak sekalipun melepas keberadaan Agnia agar tetap selalu dalam jangkauannya.

Duduk berdua di kursi taman dengan air mancur yang menjadi objek penglihatan. Agnia merasa puas, ini bukan pertama kalinya dia datang ke taman kota, tapi kali ini, memang terasa lebih berbeda.

“Kenapa kamu tidak bekerja?” tanya Agnia setelah beberapa saat diam. Ini adalah hari kerja, apa Abian tidak disibukkan dengan pekerjaan kantornya?

Abian melirik Agnia sekilas, sebelum fokusnya kembali pada pemandangan di depannya.

“Tidak, aku bisa menyelesaikannya di rumah nanti,” kata Abian, suaranya mengalun lembut di antara belaian angin yang terasa menyentuh kulit.

Agnia memperhatikan dua orang anak kecil yang tengah bermain bola karet. Dia tersenyum saat dilihatnya anak-anak itu tertawa dengan begitu bahagia. Kemudian dia beralih pada seorang gadis kecil yang berada di gendongan ayahnya, tampak menunjuk-nunjuk burung di langit.

Agnia merasa dadanya sesak, dulu dia juga pernah sedekat itu dengan sang Ayah. 

“Ayah, kapan Agnia tumbuh besar?” tanya Agnia kecil kala itu. Dia sedang berada dalam gendongan Harris—ayah angkatnya.

“Hm … tentu saja kamu akan tumbuh besar nanti. Tapi saat kamu masih kecil seperti sekarang, Ayah akan selalu menggendongmu seperti ini,” balas sang ayah.

Agnia kecil tertawa saat sang ayah tiba-tiba membawanya berlari dengan suara kendaraan roda empat yang dibuat-buat.

Agnia tertawa kecil, namun matanya memerah. Di depannya, seolah bayangan itu begitu nyata. Kemudian dalam bayangan itu Ibunya datang sambil berteriak, di tangannya ada sebuah piring dengan nasi dan lauk pauk.

Agnia kecil tertawa saat ibunya mengajak untuk menyuapinya makan, namun ayahnya malah membawa Agnia berlari menghindari kejaran ibunya.

Kemudian setetes air mata terjatuh tanpa bisa Agnia tahan. Dengan cepat punggung tangannya mengusap jejak air mata itu.

Semua itu pernah begitu nyata, semua itu pernah begitu indah. Hingga Agnia sadar, saat dia beranjak dewasa, orang tuanya mulai terasa berubah. Ia masih bisa merasakan kasih sayang itu, namun sikap mereka jelas lebih dingin seiring berjalanya waktu.

Kemudian Agnia tersentak saat merasakan sesuatu menggenggam jemari tangannya dengan lembut. Abian, pria itu lantas tersenyum saat tatapan mata mereka bertemu. Dari sorot matanya, Agnia bisa melihat ketenangan, ketulusan juga rasa aman yang seolah ingin Abian bagi pada Agnia.

Agnia membalas senyuman itu kemudian menunduk untuk menenangkan diri. Terima kasih. Batinnya, entah kenapa kali ini Agnia tidak bisa mengungkapkannya secara langsung.

Kemudian mentari mulai naik, memancarkan sinar hangat yang mulai menyelimuti tubuh dengan perlahan. Agnia melihat Abian tiba-tiba berdiri dari kursi mereka.

“Ke mana?” tanya Agnia.

“Tunggu di sini,” ujar Abian, itu bahkan tidak menjawab pertanyaan Agnia.

Agnia melihat punggung tegap Abian mulai menjauh. Kini, dia tidak lagi memperhatikan, Agnia bangkit lalu berjalan santai memperhatikan sekitar, taman kota semakin ramai dikunjungi orang. Beruntung Agnia memiliki kelas siang, jadi dia masih memiliki waktu untuk menikmati situasi menyenangkan ini.

Sementara itu Abian sudah kembali, dia menyelinap di balik punggung Agnia, pria itu berhenti di belakang Agnia kemudian menyodorkan sesuatu hingga Abian yakin Agnia sudah membulatkan mata karena terkejut.

Agnia seketika berbalik, dan tebakannya benar jika Abian yang berada di belakangnya. Agnia memejamkan mata dengan senyuman di bibirnya, saat mata itu kembali terbuka binar kegembiraan telah bertambah di matanya.

“Terima kasih,” imbuhnya, kemudian mengambil es krim coklat yang diberikan Abian padanya.

Dia juga melihat Abian membeli satu untuk dirinya sendiri dan itu seharusnya rasa Vanila.

Melihat Agnia yang begitu menikmati Es krimnya, tiba-tiba pikiran jahil Abian aktif. Dia juga sadar, Abian menjadi lebih banyak menunjukkan ekspresi jika itu bersama Agnia.

“Lihat di sana,” tunjuk Abian, Agnia mengernyit tapi selanjutnya berbalik untuk melihat apa yang Abian maksud.

Namun, saat melihat di sana tidak ada apapun yang menarik perhatian Agnia lantas bertanya. “Apa?” Agnia masih menatap ke arah apa yang ditunjuk Abian sebelumnya.

“Tidak-ada apa-ap—” Agnia diam, memperhatikan es krimnya yang kini sudah menghilang, kini hanya tersisa cone-nya saja. Kemudian Agnia melihat ke arah Abian, jelas saja, pasti ulah pria itu!

“Abian!”

Kemudian entah bagaimana, tapi kini mereka terlibat saling kejar, Abian yang dengan kejahilannya terus memprovokasi Agnia, mengatakan. “Apa kamu reinkarnasi siput?” ejeknya, terus berlari meninggalkan Agnia yang tertinggal di belakang.

Agnia yang mendapat perkataan seperti itu jelas tidak terima, jika ia tidak berperasaan, sudah pasti Agnia akan melempar sepatunya hingga mengenai bagian tubuh pria itu. Tapi sekali lagi, Agnia menyayangkan karena paras maupun tubuh pria itu berada dalam porsi yang terlalu pas. Hingga rasanya dia tidak tega jika sedikit saja Abian mengalami lecet.

“Tunggu, berhenti!” Agnia berteriak, namun bertepatan dengan itu ia juga melihat seseorang yang begitu kebetulan berjalan ke arah nya. Hingga tabrakan dalam beberapa langkah lagi itu tidak bisa sepenuhnya dihindari.

Saat menyangka bahwa dirinya pasti terjatuh, namun yang sebenarnya justru Agnia tidak merasakan sakit sedikitpun saat matanya itu terpejam.

Sebaliknya, dia merasakan sebuah tangan melingkari pinggangnya. Agnia membuka mata kemudian mendongak, membulatkan mata saat mengenali pria yang membantunya itu.

“Evan?” gumam Agnia, dia bisa melihat raut datar di wajah pria itu. Rasanya, sebentar lagi Agnia pasti akan mendapatkan amarah pria itu.

“Aduh!” Agnia merasakan tubuhnya beralih tempat, kini bahunya menabrak dada bidang orang lain.

“Bagaimana kamu bisa tidak berhati-hati?” tanya Abian, menahan pinggang Agnia.

“Itu juga karena kamu,” gerutu Agnia, dia kemudian berdiri lebih tegak melepaskan pelukan Abian di pinggangnya.

“Maaf,” imbuh Agnia, menatap penuh rasa bersalah pada Evan. Namun saat itu, dia bisa melihat tatapan Evan justru mengarah pada Abian.

“Ayo,” Abian sudah menarik tangan Agnia hendak pergi, namun tangan lain justru menahan Agnia membuat wanita itu berada di tengah situasi membingungkan.

Abian menyadari pria lain tengah memegang pergelangan tangan Agnia. Dia menatap tajam Evan sembari melepas secara paksa cekalan pria itu di tangan Agnia. “Lepas!” katanya.

Agnia merasa atmosfer di sekitarnya terasa semakin dingin. Dia yakin ada sesuatu antara Abian dan Evan, namun apakah mereka memang saling mengenal?!

“Apa hubungan kalian?” tanya Evan. Agnia yang mendengar itu mengernyit.

Abian sementara itu menatap lekat Evan. “Apa kamu juga ingin melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan olehnya?” Abian berkata sarkas, lantas melanjutkan. “Merebut sesuatu yang sudah menjadi milik orang lain?” 

Bersamaan dengan itu pandangan Evan jatuh pada Agnia. Tidak ada tatapan dingin, tidak juga terlihat amarah di sana. Agnia merasa hanya rasa bersalah yang pria itu tunjukkan. 

Kemudian saat helaan napas terdengar begitu samar, pria itu berbicara, “Maaf—”  kata Evan terhenti sejenak, tatapan itu kemudian jatuh pada Abian, sebelum akhirnya melanjutkan, “karena telah mengganggu waktu kalian.” Dia kemudian pergi dengan sorot sendu yang bisa Agnia tangkap di matanya.

1
Jam Jam
ceritanya bagus ka, dilanjut ya kak. Semangaaat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!