Annisa Dwi Az Zahra gadis periang berusia 20 tahun yang memutuskan ingin menikah muda dengan lelaki pujaannya yang bernama Rian Abdul Wahab, namun kenyataan pahit harus diterima ketika sebuah tragedi menimpanya.
Akankah Nisa bertemu bahagia setelah masa depan dan impiannya hancur karena tragedi yang menimpanya?
"Kini aku sadar setelah kepergianmu aku merasa kehilangan, hatiku hampa dan selalu merindukan keberadaanmu, aku telah jatuh cinta tanpa kusadari" Fahri
"Kamu laki-laki baik, demi kebaikan kita semua tolong lepaskan aku, karena bertahan pun bukan bahagia dan pahala yang kita dapat melainkan Dosa" Nisa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝐈𝐩𝐞𝐫'𝐒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
"Kenapa Papa enggak bilang Mama dulu sebelum mengijinkannya?" Raut wajah Risa langsung berubah seketika, Badannya bergetar seperti teringat sesuatu yang menakutkan. Matanya mulai mengembun dan perlahan bulir-bulir air matanya mulai berjatuhan. Kedua tangannya mengepal erat sampai terlihat memutih.
"Eh. Sayang kenapa? Maafin Papa" Fandy kaget dan langsung memeluk istrinya yang kini menumpahkan tangis di dadanya.
"Jelasin sama Papa. Ada apa? apa Mama ketemu dia terus dia menyakiti Mama dibelakang Papa?" Fandy memeluk erat istrinya sambil memberondong dengan pertanyaan yang hanya dijawab gelengan kepala oleh sang istri.
Setelah mendapatkan jawaban gelengan kepala akhirnya Fandy diam, Ia akan membiarkan dulu istrinya tenang sampai mau bercerita sendiri.
"Pa" Mama Risa menatap sang suami dengan mata sembabnya. Namun dengan cepat Fandy menggelengkan kepalanya.
"Gak apa-apa. Papa harus tahu alasan Mama kenapa menolak Nadira jadi menantu kita. Huhuu"
Fandy kembali merengkuh sang istri dengan erat, beribu pertanyaan memenuhi kepalanya. Namun Ia tahan, membiarkan sang istri tenang dulu dan bercerita semuanya tanpa tekanan. Ia memang sudah tau sejak awal kalau sang istri mantannya Farhan, dan dirinya pun sudah pernah ketemu ketika sama-sama menghadiri seminar di Bali. Namun sama-sama tidak saling mengenal.
"Pa. Bertahun-tahun Mama berjuang menyembuhkan diri dari luka dan trauma sebelum akhirnya ketemu Papa.
Dan Papa tau sendiri Mama enggak sempurna seperti perempuan lain dimalam pertama sebagaimana yang diharapkan laki-laki, Hiks." Mama Risa kembali nangis sesenggukan, Ia mengeratkan pelukannya pada sang suami mencari kekuatan agar air matanya tidak terus memaksa untuk keluar. Sedangkan Fandy masih setia mendengarkan sang istri dengan tangan masih memeluknya erat memberi kekuatan.
Sambil memejamkan mata mengingat 30 tahun yang lalu ketika Ia menikahi sang istri yang waktu itu sudah tidak suci lagi. Cintanya yang begitu besar pada Risa mampu menerima segala kekurangan sang istri tanpa pernah mengungkitnya. Segala kejadian di masa lalu sang istri biarlah menjadi masa lalunya karena Ia selalu berpikir bahwa hidup itu melangkah ke masa depan bukan ke masa lalu dan terbukti mereka hidup bahagia dengan hadirnya Fahri sang buah hati sebagai bukti cinta keduanya. Namun hari ini Ia sepertinya akan mengetahui sebuah fakta, Siapa yang telah merenggut kesucian istrinya dulu. Ia pun harus menyiapkan mental karena mau bagaimanapun Ia tetap seorang lelaki normal yang memiliki emosi ketika mengetahui siapa yang telah mendahuluinya.
"Mama tidak usah cerita kalau memang tidak kuat. Biarlah Fahri jadi urusan Papa." Walaupun rasa penasarannya sudah memenuhi kepala, Namun kenyamanan sang istri tetap nomor satu baginya, Maka Fandy pun melarang sang istri untuk melanjutkan ceritanya.
"Orang yang telah memper koo saa Mama dulu adalah ayah dari perempuan yang dicintai anak kita Pa, Huhuu.
Bagaimana bisa Mama harus kembali merasakan luka yang sudah tinggal bekasnya. Mama sangat menyayangi Fahri Pa. Tapi Mama juga gak bisa." Lagi-lagi tangisan Mama Risa kembali pecah dengan badan yang makin bergetar hebat. Seperti orang yang ketakutan.
"Stop sayang. Sudah hentikan! Demi apapun, Papa tidak mau melihat Mama seperti ini. Tidak akan ada kata besanan dengan seorang ba ji ngan!" Dengan gigi yang begemelutuk saling beradu karena menahan emosi yang sudah memuncak, Tangan kanan Fandy mengepal kuat, Ingin rasanya Ia mencari manusia yang bernama Farhan dan menghajarnya. Bersyukur logikanya masih bisa mengendalikan amarahnya. Dengan perasaan campur aduk tangan kirinya memeluk erat sang istri penuh cinta.
"Maafin Papa. Mulai saat ini jangan pernah Mama membahas itu lagi. Karena hanya akan melukai diri Mama, Dan membuat Papa ingin melenyapkannya apapun itu yang melukai Mama." Fandy menyeka air mata sang istri dengan jarinya, kemudian Ia merapikan kerudung instan yang sebagian besar sudah menutupi wajah istrinya.
"Ma. Semua yang Mama bilang, itu gak benar kan?!" Tiba-tiba Fahri datang menghampiri kedua orang tuanya kemudian Ia menghadap ke Mama Risa dan mengguncangkan kedua pundaknya yang setengah Ia tarik dari rengkuhan sang Papa.
"Fahri. Lepaskan Mama! Kamu menyakitinya!"
"Jawab Fahri Ma. Jawab!" Fahri seolah-olah tidak mendengar peringatan sang Papa.
Plakk, Sebuah tamparan mendarat di pipi Fahri
Emosi Fandy yang sedari tadi sudah memuncak akhirnya tidak bisa Ia kendalikan, Melihat anak semata wayangnya seolah-olah tidak mempercayai fakta yang terjadi dan yang terutamanya telah membuat istri yang sangat Ia cinta makin tertekan.
Melihat suaminya menampar sang anak, Mama Risa menjerit histeris dan akhirnya tidak sadarkan diri.
"Sudah puas kamu!? Semoga kamu tidak menyesal Fah, Bila suatu saat sebuah fakta menghampirimu." Sambil menggendong sang istri yang tak sadarkan diri Fandy meninggalkan anaknya yang duduk membeku dilantai.
"Bii.... Biii. Tolong ambilin minyak angin." Fandy memanggil Art nya yang dari tadi semenjak kedatangan Fahri dengan Nadira sudah tidak ada yang berani bersuara.
Flashback
"Yank. Ayo turun." Fahri menghampiri Nadira yang masih duduk di jok sebelah kiri tanpa bergeming sedikitpun.
"Aku. Aku gak jadi masuk ya. Perasaanku gak enak." Nadira menatap Fahri yang juga menatapnya sambil mengulurkan tangan.
"Oh jadi begini ya. Yang katanya sudah siap dan ingin segera mendapat kejelasan. Tapi gak mau berusaha. Ya sudah." Fahri menarik tangannya kemudian membalikkan badan hendak melangkah masuk meninggalkan Nadira.
Eh kurang asem, Aku ditinggal beneran.
Nadira kaget. Dikiranya Fahri akan membujuk dan merayunya tapi ternyata malah pergi begitu saja.
"Sayang. Tungguin!" Nadira buru-buru turun dan menyusul Fahi yang sudah hampir membuka pintu utama rumahnya.
"Beneran mau ikut masuk?" Dengan nada yang agak dingin Fahri bertanya pada Nadira dan dijawab dengan anggukan.
Cupp... Sebuah ke cu pan didaratkan Nadira ke pipi Fahri sebagai bentuk permintaan maaf versinya.
Keduanya masuk beriringan dengan Fahri yang berjalan didepan menggenggam tangan Nadira. Ia merasa berada di atas angin karena kepura-puraan merajuknya mendapatkan respon dari sang kekasih dan berakhir mendapat ke cu pan.
"Bi Sari. Mama sama Papa sudah naik?" Fahri menanyakan kedua orang tuanya yang sudah tidak terlihat diruang keluarga pada Bi Sari yang sedang mencatat daftar belanjaan di meja makan.
"Belum Mas. Bapak sama Ibu sedang minum teh ditaman belakang. Sebentar, Bibi panggilkan."
"Gak usah Bi. Biar saya aja yang kesana." Fahri langsung pergi menuju taman belakang dengan tangan yang masih menggenggam tangannya Nadira. Namun ketika Ia hendak menarik gagang pintu kaca yang menjadi jalur satu-satunya menuju taman belakang yang lebih tepatnya taman samping karena memang berada di samping ruang keluarga, terdengar suara Mamanya yang sedang menangis sesenggukan. Ia langsung menghentikan langkahnya. Nadira pun ikut berdiri disampingnya dengan wajah penuh tanya Karena tiba-tiba Fahri berhenti.
"Orang yang telah memper koo saa Mama dulu adalah ayah dari perempuan yang dicintai anak kita Pa, Huhuu."
Deg..
Jantung Fahri dan Nadira secara bersamaan terasa seperti dihujam benda tumpul, Fakta yang baru saja keluar dari bibir Mama Risa seperti petir yang menyambar di siang bolong. Perlahan genggaman tangan Fahri melemah, dan beberapa detik kemudian akhirnya terlepas.
Lebih tepatnya dilepaskan Fahri yang kemudian melangkah meninggalkan Nadira, menuju kursi yang sedang di duduki kedua orang tuanya.
Nadira menunduk menatap tangannya, Air matanya luruh begitu saja tanpa permisi mengaliri kedua pipinya. Ingin rasanya Ia berteriak menyangkal semua yang didengarnya, bahwa itu tidak benar, Namun fakta demi fakta membuatnya makin memupuk rasa kecewanya pada Farhan sang Papa.
Perlahan Ia membalikkan badan dan melangkah kembali menuju pintu utama, Ia tak ingin berdiam diri lama disitu, karena kehadiran dan statusnya sudah semakin jelas, Mengambang.
Flashback off
🍁🍁🍁
Ajari hati menerima kenyataan, Karena ada banyak hal yang hanya bisa diterima tapi tidak bisa diubah
Dan berusahalah untuk mencoba merasa baik-baik saja disaat hati tidak baik, dan ditampar dengan kenyataan itu lebih baik daripada dikecup dengan kepalsuan, walaupun sama-sama merasakan hal yang serupa yaitu kecewa
Happy reading
jagain fahri atuhhh
masih membanggongkan ceritanya😯