Lasmini adalah seorang gadis desa yang polos dan lugu, Ketenangannya terusik oleh kedatangan Hartawan, seorang pria kota yang bekerja di proyek pertambangan. Dengan janji manis dan rayuan maut, Hartawan berhasil memikat hati Lasmini dan menikahinya. Kebahagiaan semu itu hancur saat Lasmini mengandung tiga bulan. Hartawan, yang sudah merasa bosan dan memiliki istri di kota, pergi meninggalkan Lasmini.
Bara, sahabat Hartawan yang diam-diam menginginkan Lasmini. Alih-alih melindungi, Hartawan malah dengan keji "menghadiahkan" Lasmini kepada Bara, pengkhianatan ini menjadi awal dari malapetaka yang jauh lebih kejam bagi Lasmini.
Bara dan kelima temannya menculik Lasmini dan membawanya ke perkebunan karet. Di sana, Lasmini diperkosa secara bergiliran oleh keenam pria itu hingga tak berdaya. Dalam upaya menghilangkan jejak, mereka mengubur Lasmini hidup-hidup di dalam tanah.
Apakah yang akan terjadi selanjutnya terhadap Lasmini?
Mungkinkah Lasmini selamat dan bangkit dari kuburannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli Priwanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Peristiwa keji
Kini Lasmini telah di bekap mulutnya oleh Bara dan di bawa olehnya keluar dari dalam rumahnya, Lasmini yang sedang hamil empat bulan dan masih mengenakan kain batik berwarna coklat serta kebaya berwarna merah, telah di culik oleh Bara dan para komplotannya, sementara itu Pak Darma dan juga istrinya masih berada di kampung sebelah, menghadiri acara pernikahan saudara mereka.
Sementara itu kelima komplotannya Bara yakni Bendot, Karman, Rojak, Jaka dan Mandra bergegas membawa Lasmini pergi jauh dari rumahnya dan pemukiman warga menuju gubug tua di area perkebunan karet. Dan di sana lah Lasmini menjadi korban perk*saan oleh Bara alias baron.
Secara bergiliran mereka melakukan tindakan keji dan tidak manusiawi terhadap Lasmini. Dimana Bara yang telah memulainya terlebih dahulu, sedangkan kelima pria yang lainnya sedang menunggu giliran dengan sabarnya di luar gubug.
Lasmini merintih kesakitan saat ia digagahi oleh Bara secara kasar, wajahnya penuh luka lebam akibat bekas tamparan dan pukulan karena ia mencoba melawan, setelah puas hasratnya tersalurkan beberapa kali, ia mulai menyerahkan Lasmini kepada kelima anak buahnya dan mereka beramai-ramai memperk*sanya, jerit dan isak tangisnya seolah tenggelam di keheningan malam, para pria keji itu berkali-kali memperk*sanya hinga Lasmini tak berdaya.
"ternyata menunggangi wanita hamil itu lebih nikmat dan gurih!" Ucap Bara tersenyum puas ke arah anak buahnya.
"lebih legit dan mengigit Tuan Bara, rasanya saya ingin terus menungganginya sampai pagi!" Balas Bendot si pria yang memiliki tubuh kekar dan berkepala plontos.
Kemudian Karman, Rojak, Jaka dam Mandra pun merasakan sensasi yang sama atas tubuh Lasmini yang mereka anggap luar biasa itu.
"Pantas saja Tuan Hartawan mengejar wanita itu, rupanya ia sangat istimewa, tapi sekarang wanita itu sudah menjijikan seperti sampah, cuih!" Bara meludah kesamping dan di saksikan oleh kelima anak buahnya.
" Bos Bara, jadi boleh nih kita tunggangi lagi wanita bunting itu?" tanya kembali Bendot untuk memastikan.
"mumpung malam masih panjang, kalian sikat saja sepuasnya, tadi aku sudah berapa kali menikmatinya, aku tidak mau memakai wanita bekas kalian!"
Dengan beringasnya akhirnya mereka kembali memperk*sa Lasmini yang sudah tidak berdaya. Dan yang pertama masuk kembali ke dalam gubuk adalah Bendot, namum di dalam sana sudah tak ada lagi jeritan, rintihan dan er*ngan dari Lasmini.
.
.
Di dalam sebuah gubuk reyot di tepi hutan karet, jauh dari pemukiman warga, tepatnya di kaki Gunung Ciremai. Malam terasa panjang dan sunyi mencekam, hanya dipecah oleh suara serangga malam.
Udara dingin merayap masuk melalui celah dinding gubuk yang usang. Di dalam, teronggok sesosok tubuh yang rapuh, Lasmini. Wajah cantiknya kini adalah peta luka lebam, mata indah itu berkaca-kaca menahan rasa sakit yang menusuk. Bukan hanya luka fisik akibat kebiadaban enam pria, namun juga pedihnya kehilangan. Darah segar terus mengalir dari antara kedua kakinya, membasahi kain lapuk di bawahnya. Keguguran. Janin empat bulan yang ia kandung kini telah pergi, direnggut oleh kebrutalan yang tak terperi dari para pria biad*b di hadapannya.
Lasmini merintih, suaranya parau dan lirih.
"Aaaah... sakit... ya Tuhan... sakit sekali..." itu adalah suara terakhir Lasmini menjerit kesakitan karena keguguran.
Ia mencoba menggapai udara, berharap ada yang mendengar jeritannya, namun di sekitarnya hanya ada kegelapan dan wajah-wajah keji yang kini sibuk berbisik-bisik.
Di sudut gubuk, Bara alias Baron, pria tak bermoral dengan sorot mata dingin, sedang menyusun rencana keji berikutnya. Rokok terselip di bibirnya, asapnya mengepul seolah menutupi aroma dosa.
Bara berbisik, nadanya memerintah dingin
"Dengar baik-baik kalian semua. Jejak harus hilang total. Dan sekarang. Kalian, Bendot, Rojak, Karman, Jaka, Mandra... ambil cangkul dan linggis. Kita ke sana. Di bawah pohon beringin tua di tengah hutan. Tempat angker, takkan ada yang berani mendekat."
Sedangkan Bendot gugup, ia menggaruk kepala.
"Ta-tapi, Bos... di sana kan tempatnya keramat... Malam purnama begini lagi..."
Baron melotot, suaranya rendah namun penuh ancaman.
"Alah persetan dengan keramat! Yang keramat itu kalau kita semua masuk penjara! Cepat bergerak! Urusan ini harus tuntas sebelum fajar. Dan Kau Rojak, urus kain-kain ini, bakar semuanya. Jangan sampai ada bukti tersisa."
Rojak malah mencicit ketakutan, sambil mengeluarkan keringat dingin.
"Ba-baik, Bos. Siap laksanakan."
Kelima anak buah Bara segera mengambil perkakas. Mereka bergerak seperti bayangan, takut sekaligus terdesak. Sementara itu, di tengah rintihan yang melemah, Lasmini masih setengah sadar.
Lasmini Lirih, air matanya membasahi pipinya yang lebam.
"Tolong... Siapa saja... Tolong aku... Bayiku... Bayiku... Kenapa kalian setega ini...!" ucapnya dengan suaranya yang nyaris tak terdengar.
Bara mendekat, menatap Lasmini tanpa sedikit pun belas kasihan.
"Diam, jal*ng! Kau sudah banyak merepotkan. Sebentar lagi, semua rasa sakitmu akan hilang. Selamanya."
Setelah sekitar satu jam, Bendot dan kawan-kawan akhirnya kembali. Pakaian mereka kotor, aroma tanah basah melekat di udara. Mereka telah berhasil menggali liang lahat darurat, tepat di bawah rindangnya pohon beringin yang dianggap angker di dalam hutan.
Baron mengangguk puas. Ia memberi isyarat kepada anak buahnya untuk segera mengangkat tubuh Lasmini. Baron melangkah paling depan, memimpin jalan, dengan mata awas mengamati setiap pergerakan di sekitar, memastikan tidak ada satu pun warga yang menyaksikan kejahatan mereka.
Di bawah cahaya bulan purnama yang memancarkan cahaya pucat, di lokasi yang sunyi dan menyeramkan itu, tubuh Lasmini yang sudah tidak berdaya itu diletakkan di tepi lubang galian. Ia masih bernapas, namun seolah nyawanya tinggal sehelai benang.
Dalam posisi telungkup, seolah-olah seluruh penderitaannya dipaksa menghadap bumi, tubuh lemah Lasmini didorong masuk ke dalam lubang.
Baron tanpa buang waktu, bergegas mengambil sekop.
Ia memerintahkan Kepada anak buahnya, dengan suara dingin yang menusuk
"Cepat! Tutup! Jangan sisakan celah! Pastikan rata dengan tanah, seolah tidak pernah ada apa-apa di sini!"
Bendot dan yang lainnya dengan tergesa-gesa mulai menimbun tanah yang setengah basah itu. Suara 'bruk... bruk...' tanah jatuh bergema di keheningan malam.
Dalam kegelapan dan timbunan tanah.
Lasmini yang sekarat hanya bisa pasrah. Rintihan terakhirnya teredam oleh bumi yang kini menjadi makamnya. Raga yang lebam dan jiwa yang hancur itu kini terkubur, rata dengan tanah, di bawah kesaksian dingin cahaya bulan dan keheningan hutan Ciremai. Kejahatan Baron dan lima anak buahnya telah "dimusnahkan," namun dosa itu kini tertanam, menunggu waktu untuk dibalas oleh alam.
Bersambung.
aku GK berani bc tp. cuma intip sinopsis.. keliatan serem banget