Dihadapkan pada kenyataan bahwa lelaki yang dicintai tidak bertanggung jawab, Alana nekat bunuh diri. Namun, ibu Daffa memohon kepada Gafi, anak tertuanya, untuk menikahi Alana menggantikan adiknya, padahal lelaki itu sudah punya kekasih.
Gafi terpaksa setuju demi menyelamatkan aib keluarga dan anak dalam kandungan Alana. Namun, Gafi membuat persyaratan, yaitu keduanya akan bercerai setelah Alana melahirkan.
Sesuai kesepakatan yang telah dibuat, keduanya pun bercerai. Alana membawa anaknya dan hidup bahagia. Namun, kebahagiaan itu tak bertahan lama. Daffa dan Gafi kembali untuk menagih cinta yang dibuang dahulu.
Persaingan cinta antara dua bersaudara, siapakah yang menjadi pilihan Alana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Tujuh
Waktu terus berjalan, tak terasa sudah empat tahun kepergian Alana dari hidupnya Gafi. Pria itu masih betah hidup sendiri. Seperti janjinya pada diri sendiri, jika dia akan tetap bertahan hingga sepuluh tahun, menunggu bertemu kembali dengan Alana dan Adele.
Naura sering datang meminta maaf, tapi pintu hatinya mungkin telah tertutup untuk wanita selain Alana, sehingga tak menerima kata maaf darinya.
Gafi sedang berdiskusi dengan orang kepercayaannya. Membahas tentang investor sebuah film. Entah mengapa, pria itu sangat tertarik untuk menanggung semua biaya produksi.
"Kenapa Bapak begitu antusias dan tertarik menjadi donatur film itu?" tanya asisten Gafi itu.
"Jangan kepo!" jawab Gafi dengan suara datar. Asisten pribadinya yang bernama Alex, hanya bisa terdiam mendengar jawaban atasannya itu.
Sejak dia tau ada novel yang ceritanya mirip dengan kisah hidupnya akan diangkat menjadi film layar lebar, Gafi begitu tertarik. Dia meminta asisten pribadinya mencari tau rumah produksi mana yang akan mengangkatnya menjadi film. Dia menjadi investor satu-satunya.
Setelah berdiskusi dengan asisten pribadinya, akhirnya Gafi sepakat tetap akan menjadi investor satu-satunya pada produksi kali ini. Besok akan rapat dengan produser, pihak PH dan sutradara.
Gafi menyandarkan tubuhnya ke kursi kebangsaannya itu. Sejak dia membaca sinopsis novel itu di salah satu media sosial dia jadi tertarik. Kisah novel itu sama dengan kisah hidupnya.
Gafi telah mencoba mencari tahu siapa penulisnya, tapi tak ada yang bisa memberikan gambaran. Karena dia sangat tertutup dan pihak Platform tempatnya menulis sepertinya juga merahasiakan identitasnya.
Dengan menjadi investor, Gafi berharap akan bisa bertemu penulisnya. Dia penasaran, mengapa novel itu seperti kisah hidupnya.
***
Di tempat lain Alana dan putrinya tampak sedang berbahagia. Dia membawa sang putri untuk pergi ke supermarket membeli makanan apa saja yang putrinya inginkan.
Alana mendapat kabar baik. Novelnya akan segera diadaptasi ke layar lebar. Dia juga mendapat kabar baik, jika diterima sebagai staf akuntan di perusahaan biasa dia bekerja secara online. Yang membuat dia bahagia, dia diizinkan membawa sang putri.
Sebelum bekerja, dia memang minta persyaratan untuk bisa membawa sang putri. Perusahaan mengizinkan asal jangan mengganggu kerja rekan lain dan juga dirinya sendiri. Alana juga tak akan mengajak putrinya setiap hari. Dia telah masukan sang putri ke sekolah anak usia dini sekaligus penitipan anak. Dengan jadwal Senin hingga Kamis. Hanya hari Jumat saja dia mengajak sang putri ke kantor.
"Adele, Sayang. Sesuai janji Mami akan beli apa pun Adele mau jika novel mama diadaptasi ke film. Sekarang kita ke supermarket beli apa saja yang kamu mau!" ajak Alana dengan suara yang begitu riang.
"Apa pun yang aku mau, Mami?" tanya Adele dengan suara khas anak-anaknya. Di usianya yang menginjak empat tahun, Adele termasuk anak yang sangat pintar. Pengucapan kata-katanya tepat dan benar.
Semua karena didikan Alana. Dia selalu mengajak putrinya bicara dengan pengucapan yang benar, tidak di cadelkan.
"Ya, Sayang. Sekarang kita berangkat lagi!" ajak Alana.
"Ayo, Mami," jawab Adele sambil melompat.
Alana saat ini sudah bisa menyetir sendiri. Saat Adel berusia dua tahun, dia belajar menyetir dan membeli mobil sedan bekas. Baginya yang terpenting bisa melindungi anaknya dari panas dan hujan ketika bepergian. Dia juga lebih bisa menjaga penampilan. Wajahnya makin terlihat berseri. Di perumahan sebenarnya banyak yang menyukainya, tapi Alana tak pernah menanggapi. Masih fokus buat si kecil.
Alana sudah pindah dari kota tempat dia bersembunyi dulu. Sekarang mereka tinggal sudah agak ke pinggir kota, tidak di desa lagi.
Setelah putrinya masuk ke mobil, Alana melajukan menuju sebuah supermarket yang ditempuh dalam waktu setengah jam. Sepanjang perjalanan Adele selalu bercerita tentang apa saja yang dia lihat.
Sampai di parkiran Adele tak sabar untuk masuk. Dengan berlari kecil dia menuju pintu supermarket itu.
"Adel, tunggu nak!" ucap Alana setengah berteriak karena si gadis kecil sudah berjalan sedikit jauh.
Alana langsung mengejar anaknya. Dia takut Adel mengganggu pengunjung lain.
"Sayang, tunggu mama ambil keranjang dulu," ucap Alana saat sudah dekat dengan sang putri.
"Mami, aku mau ke sana. Mau beli coklat, susu, biskuit dan snacks," jawab Adele.
"Boleh, Sayang. Ayo, kita ke sana!" ajak Lana setelah mengambil keranjang.
Adel mengambil semua yang dia inginkan. Seperti janjinya, Alana tak melarang. Dia hanya melihat apa saja yang putrinya ambil.
Setelah cukup lama berkeliling. Adele berhenti. Dia lalu mendekati salah seorang pelayan.
"Tante, apa di sini ada jual Papi? Aku mau beli Papi," ucap Adele dengan wajah serius.
Tentu saja pelayan toko itu terkejut dengan pertanyaan Adele. Alana yang mendengar ucapan gadis ciliknya merasakan nyeri di dada. Pasti putrinya sangat merindukan sosok seorang ayah.
Selama ini Alana sudah berusaha memberikan kasih sayang yang melimpah buat Adele. Itu semua dilakukan agar putrinya tidak merasa kekurangan kasih sayang seorang ayah. Tenyata dia salah, dia tetap saja merindukan figur seorang ayah.
"Maaf, Dek. Di sini tak ada jual Papi," jawab pelayan itu dengan ramahnya.
"Apa Tante tau dimana ada jual Papi. Kenapa teman-temanku punya Papi. Mereka beli dimana ya?" tanya Adele lagi.
Alana merasakan dadanya semakin sesak mendengar pertanyaan demi pertanyaan dari buah hatinya. Pasti selama ini dia memendam kerinduan itu.
"Tante tidak tau," balas penjaga toko itu lagi.
Alana lalu mendekati putrinya setelah meredakan degup jantungnya. Dia tak mau sang putri makin banyak tanya yang membuat penjaga toko itu makin sulit menjawab.
"Sayang, kamu mau beli apa lagi. Ayo kita cari!" ajak Alana.
Dia meraih tangan putrinya. Menggenggamnya menuju ke rak yang memajang berbagai coklat.
"Hari ini mama izinkan kamu makan coklat yang banyak asal jangan lupa gosok gigi," ucap Lana.
Selama ini dia membatasi sang putri mengkonsumsi coklat berlebihan. Namun, agar Adele tak sedih, dia mengizinkan gadis cilik itu memakan sebanyak yang dia inginkan.
"Mami, aku mau coklat satu saja. Aku mau uang untuk tabungan saja. Aku mau beli Papi," ucap Adele dengan wajah sedih.
***
Visual Adele
Alana