Anna, seorang wanita yang berjuang dari penderitaannya karena mendapatkan suami pemalas dan juga mertua yang membencinya serta istri dari ipar-iparnya yang selalu menghasut sang mertua untuk menciptakan kebencian padanya. siapakah Ana sebenarnya, bagaimana kisah masa lalunya, sehingga membuat ibu mertuanya begitu membencinya dan siapa dalang dari semua kebencian tersebut?
Bagaimana kelanjutannya, ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
flashback lagi
Aku berusaha untuk menahan semuanya. aku tahu pasti ini tidak nyaman, tetapi aku tidak memiliki pilihan untuk itu.
Bang Johan berjanji akan mencari pekerjaan untuk memberika ku biaya hantaran dan Bu Rumi sudah berjanji padanya untuk mengadakan pesta resepsi bagi pernikahan kami.
Saat bersamaan, ku lihat Wita bersama dengan bu Rumi sedang berada didapur, dan mereka tidak menyadari kehadiranku karena asyik mengobrol. "Kan sudah ku bilang, Bu. Dia itu pelacur maka tetaplah pelacur, dan ibu tidak malu memiliki menantu sepertinya? Apalagi ibu mau membuat pesta pernikahan untuk bang Johan, itu sama saja halnya ibu melemparkan kotoran ke wajah ibu sendiri," Wita begitu berantusias untuk memprovokasi.
Seketika jantungku ingin terlepas saat mendengar obrolan keduanya. Aku berjalan mundur dan kembali keluar dapur lalu menguping pembicaraan mereka.
"Tetapi Anna bersikap baik dan ia rajin membantu ibu," sahut Rumi mencoba mencari sisi kebaikanku.
"Ya ampun, Bu... Baik darimananya? Dia sudah mengatakan padaku jika ibu memanfaatkan tenaganya dan ia seperti babu dirumah ini," ucap Wita semakin bersemangat.
Aku semakin bingung, sebab aku tak pernah mengatakan hal itu pada Wita dan ia sangat pandai untuk mengarangnya.
"A-apa? Dia mengatakan hal tentangku yang tidak pernah ku lakukan padanya? Dasar wanita gak tau diri! Sudah syukur aku menerimanya, dan aku membawanya ke kantin juga ku gaji, tetapi seenaknya saja ia mengatakan hal buruk pada orang lain!" ucap Rumi dengan geram.
"Kan sudah ku katakan, jika wanita sepertinya tak pantas jadi menantu ibu, lebih baik dia ibu singkirkan saja dari rumah ini, sebelum nantinya ia akan membuat ibu malu dan merugikan sekali," Wita terus memberi hasutan bagaikan kompor mbeleduk.
Rumi mendenguskan nafas kesal. Tatapannya begitu tajam dan tentu saja ia telah termakan oleh hasutan sang menantu. "Awas saja dia, lihat apa yang akan ku lakukan padanya," ucapnya geram.
Aku merasakan duniaku hancur. Angan yang kubangun terlalu tinggi kini harus terhempas begitu saja hingga aku lebur bersama serpihan luka.
Ku langkahkan kakiku menuju pintu depan, lalu menyelinap memasuki kamar bang Johan dan aku mengemasi pakaianku dan semua barang-barangku. Bahkan semua yang pernah diberikan padaku.
Saat aku akan keluar dari kamar, tiba-tiba bang Johan melihatku membawa tas dan juga barang lainnya. "K-kamu mau kemana?" tanyanya dengan rasa terkejut.
"Aku mau kembali ke cafe," sahutku dengan cepat.
Seketika ia menarik paksa tas berisi pakaianku dengan kasar dan melemparkannya hingga ke sudut ruangan.
"Tidak, kamu tetap disini!" ucapnya dengan memohon.
Kutarik nafasku dengan dalam, lalu ku tatap wajahnya. "Aku tidak bisa tinggal dirumah ini selamanya, aku malu jika tetangga bertanya aku naik kerumahmu, tetapi tidak juga dinikahi,"
"Tetapi pengurusan berkas hanya menunggu seminggu lagi,"jawabnya sembari mendekapku.
"Ann.. Anna, keluar kamu!" Ku dengar suara bu Rumi dengan begitu keras. Ada rasa takut yang begitu besar dalam hatiku.
Bang Johan sama terkejutnya denganku, ia tidak pernah melihat ibunya semarah itu pada calon istrinya. Ia bergegas keluar dan aku mengekorinya dari arah belakang.
"Ada apa, Bu?" tanyanya dengan rasa penasran.
"Bilang sama dia untuk pergi dari rumah ini, aku tak suka dengannya, dasar tidak tahu diuntung!" makinya dengan nada lantang.
Aku hanya dapat menahan kepedihan yang begitu dalam. Mengapa hanya dua bulan saja aku merasakan begitu indahnya memiliki calon mertua yang menyayangiku.
"Tetapi apa salah Anna, Bu?" tanyanya dengan nada bingung.
"Tanya saja padanya, dasar jalang!"
"Bu! Sudah! Aku tidak suka ibu menghinanya!" jawab bang Johan mencoba membelaku.
"Pergi bawa ia keluar dari rumah ini!" ucapnya dengan sangat keras.
Aku merasakan hatiku sangat sakit, ini membuatku memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah orang tua bang Johan.
Aku kembali masuk ke kamar dan memungut tas milikku yang tergeletak dilantai kamar dan keluar dengan cepat. "Aku pamit keluar, Bu. Terimakasih telah menerimaku dengan baik selama ini dan ini dan aku meminta maaf jika ada salah kata dan.perbuatanku pada ibu," ucapku padanya, lalu aku bergegas keluar rumah.
Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut bu Rumi. Ia bahkan tak menatapku saat akan pergi.
Bang Johan mengejarku. "Jangan pergi!" mohon padaku.
"Aku tidak bisa tinggal lagi disini," sahutku.
"Aku akan membawamu ke rumah kontrakan," sahutnya, lalu mengeluarkan motor merk Ninja dari dalam garasi dan memintaku untuk naik ke boncengan. Aku tak.punya pilihan, dan akhirnya aku menuruti keinginannya.
Bang Johan mengendarai motornya menuju arah ke timur. Ia menanyai setiap rumah kontrakan yang ada, dan.setelah jauh menyusuri jalanan, akhirnya kami menemukan salah satu rumah kontrakan yang murah.
Dia membawaku masuk kedalam rumah kontrakan tersebut dan ia berjanji akan datang besok lagi. "Kamu jangan pulang ke cafe, ingat pesanku!" ucapnya dengan nada penuh penekanan.
Aku hanya dapat menganggukkan kepalaku, dan sebenarnya aku tidak juga mungkin kembali ke sana, sebab ini adalah hal yang tidak ku inginkan.
Setelah mengobrol cukup lama, akhirnya bang Johan berpamitan padaku, lalu kini aku tinggal dirumah ini sendirian.
Ku coba tidak merasa takut, sebab aku terbiasa tinggal diperkebunan saat bersama ayah tiriku. Lagi pula rumah kontrakan ini terbilang cukup ramai penduduk.
*****
Pagi menjelang. Bu Rumi dan juga Wita sedang berjibaku didapur. Terlihat jika wanita itu merasa kehilangan sang calon menantu. Sebab bagaiamanapun, Anna terlihat lebih cekatan dalam bekerja dibanding dengan Wita. Tetapi hasutan yang dilontarkan Wita padanya lebih menguasai dirinya.
"Howeee.... Howeeee...," terdengar suara anak Wita menangis dan ia terpaksa berlari ke kamar untuk menenangkan bayinya.
"Si Anna kemana, Kak?" tanya wanita yang merupakan tetangga Rumi yang selama ini membantunya.
"Sudah ku usir," jawabnya ketus.
"Lha, kenapa? Bukannya kamu sangat sayang padanya?" tanya wanita itu dengan nada kepo.
"Enak saja dia ngatain aku manfaatkan tenaganya. Padahal jelas aku memberikannya gaji dan aku juga sering membelikannya barang," jawab Rumi yang terlihat sangat kesal.
"Kamu saja yang mudah percaya dengan orang baru. Apalagi ku dengar dari Wita jika si Anna itu berasal dari cafe remang-remang," wanita itu semakin memperkeruh suasana.
"Jadi Wita cerita siapa Anna sama kamu?" tanya Rumi penasaran.
"Iya. Dan jujur saja aku sebel banget sama kamu, Kak. Masa iya perempuan gak bener gitu diangkat jadi menantu, malu-maluin saja," cibirnya sembari menumiskan bumbu rendang.
Rumi semakin termakan hasutan dari wanita tersebut. "Jadi aku harus bagaimana?"
"Kamu jangan kasih ijin si Johan nikah dengan wanita itu, karena itu akan merusak nama baik keluargamu!" wanita tersebut semakin menghasut.
dari aku yg selalu mengeluhkan nasibku yg tdk seberapa susah.
ya ALLAH...nyesek banget.😢
setelah suami meninggal dunia,adik ipar dan sepupu2nya...keluarg besar alm,yg menyokong pendidikan dan hidup kami anak beranak.Dan itu sangat sangat aku syukuri sekali.
mereka sangat care.
untung ayah mertua datang ,, jd si Rumi gak fitnah Anna LG ,, kasihan Anna 😔