Kecelakaan besar yang disengaja, membuat Yura Afseen meninggal dunia. Akan tetapi, Yura mendapat kesempatan kedua untuk hidup kembali dan membalas dendam atas perbuatan ibu tiri beserta adik tirinya.
Yura hidup kembali pada 10 tahun yang lalu. Dia pun berencana untuk mengubah semua tragedi memilukan selama 10 tahun ke belakang.
Akankah misinya berhasil? Lalu, bagaimana Yura membalas dendam atas semua penindasan yang ia terima selama ini? Yuk, ikuti kisahnya hanya di noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13 : NYARIS
“Aku tidak tahu, bagaimana bisa ibumu mengenal anggota Klan Ganesha. Klan tersebut, memang menjual obat-obatan terlarang. Mungkin salah satunya, racun yang sekarang ada di tangan ibu tirimu. Dia masih dalam pengawasan para bawahanku,” tutur Zefon yang tahu kekhawatiran gadis itu.
Manik indah Yura mulai mengembun. Napasnya mulai berembus dengan berat, jemari lentiknya juga mencengkeram lengan Zefon begitu kuat. Bahkan tanpa sadar kuku-kukunya menancap cukup dalam.
Zefon hanya diam, menahan rasa sakit yang tak seberapa itu. Netra tajamnya tak berkedip menatap luka yang tersirat dari mata Yura.
“Dia akan membunuh ayahku,” gumam Yura semakin dalam menancapkan kuku. Dadanya begitu sesak. “Dia akan membunuh ayahku!” teriak Yura dengan panik.
Kening Zefon mengernyit, tidak mengerti dengan perubahan gadis itu yang terlihat begitu emosional.
Bagaimana tidak? Di kehidupan sebelumnya, Rehan mengalami kelumpuhan secara bertahap. Mulai dari sulit menggerakkan tangan, sulit berjalan hingga sulit berbicara. Dan lama kelamaan, Rehan meninggal.
Dokter yang menanganinya menjelaskan setelah kematian Rehan, bahwa ada racun langka yang menyerang organ-organ vitalnya. Bahkan mereka kesulitan menemukan penawar. Semua obat-obatan medis, sama sekali tidak bisa menghentikan racun yang menyebar.
“Tenanglah. Kita masih bisa menghentikannya,” ucap Zefon membelai puncak kepala Yura dengan perlahan.
Tak lama berselang, sebuah ledakan dahsyat terjadi di gudang tersebut. Zefon refleks bergerak ke sisi kursi penumpang dan memeluk Yura. Ledakan besar itu sampai membuat sekelilingnya bergetar. Untung saja jarak mereka cukup jauh.
Yura terkejut, ia memeluk pria itu begitu eratnya. Mencari perlindungan di dada bidang itu. Namun tak begitu lama, gadis itu mendorongnya. Memperhatikan gudang kecil yang terbakar itu.
“Sial!” umpat Zefon setelah kembali ke tempat duduknya.
Pantas saja, ia kesulitan melacak keberadaan Klan musuh. Ternyata, usai transaksi mereka akan menghancurkan lokasinya. Semua anak buah Zefon yang menyusup tidak ada yang selamat. Bisa dipastikan dari alat komunikasi mereka yang berdengung begitu keras. Hingga ia segera melepaskan earphone yang sedari tadi menempel.
“Apa Sarah sudah mati?” tanya Yura berdiri menatap ke arah kobaran api.
“Tidak!” sahut Zefon.
Yura segera menoleh, mengerutkan kening. Raut wajahnya dipenuhi berbagai pertanyaan. Bagaimana mungkin dia seyakin itu.
“Tidak mungkin. Dia pasti sudah pergi,” lanjut pria itu.
“Kalau begitu aku harus pulang sekarang juga!” tegas Yura dengan jantung berdetak tak karuan.
Zefon mengiyakan, segera mundur dan melajukan mobilnya menuju kediaman Yura.
Benar yang dikatakan oleh Zefon, Sarah baru saja sampai di rumah dengan sebuah taksi. Sedangkan yang dikendarai Zefon, sudah sampai sedari tadi, menunggu dalam jarak aman. Karena memang kecepatan mobilnya di atas rata-rata.
“Hemm, bener ‘kan?” Zefon berucap mengamati wanita paruh baya yang kini masuk ke rumah.
“Iya.” Yura melepas seatbeltnya. “Aku, aku harus segera masuk!” ucap Yura merasa tidak enak.
“Ya! Hati-hati, waspada dengan kelicikan wanita itu. Jangan sampai kecolongan!” ucap Zefon memperingatkan.
Yura mengangguk pelan, “Baik, terima kasih banyak, Tuan,” ungkapnya bergegas turun. Sebelum masuk, ia membungkuk memberi hormat dan sebagai ungkapan terima kasih yang luar biasa. Sedikit mengulas senyum paksa, lalu berlari kecil masuk ke rumahnya.
Zefon tidak langsung beranjak, menatap gadis itu sampai benar-benar menghilang dari pandangannya. Barulah pergi untuk mengurus anak buahnya bersama tim.
\=\=\=\=ooo\=\=\=\=
“Sarah, tunggu!” teriak Yura berlari dan menyentuh lengannya.
Keterkejutan tak dapat disembunyikan. Sarah berbalik sembari melotot tajam. “Kamu?”
“Obat apa itu?” tanya Yura mengintimidasi sembari melotot tajam.
“Yura!” panggil Rehan menarik atensi dua wanita itu. Pria itu sengaja pulang untuk mengambil dokumen yang tertinggal.
Situasi yang sempat menegang kini kembali hambar. Yura melihat sorot mata kecewa dari sang ayah.
“Ayah!” sahut gadis itu bergerak menghampiri Rehan.
Ia langsung menghambur ke pelukan lelaki itu. Namun ia tak merasakan sentuhan balasan sedikit pun. Yura mendongak, wajah Rehan mengeras dengan geraham yang mengetat.
“Tinggal di mana kamu selama ini? Bersama siapa? Apa benar rumor mengenai kamu menjadi simpanan om-om di luar sana?” cecar Rehan tanpa menatap putrinya.
“Kenapa ayah menuduhku seperti itu?” Yura bertanya balik.
“Halah! Enggak usah mengelak deh! Tora lihat sendiri kok. Kalau kamu diantar jemput sama seorang pria berusia matang. Siapa lagi kalau bukan sugar daddy kamu?” tambah Sarah yang merasa mendapat dukungan tak terduga.
Yura mengepalkan tangannya, ia memilih diam mendengar cecaran dari Sarah maupun Rehan yang terus menerus menyudutkannya.
“Yura! Ayah tidak pernah mengajarimu menjadi wanita tak bermoral seperti ini! Apa benar seperti itu?" seru Rehan yang begitu emosi.
“Jawab!” sentak lelaki itu.
Yura beralih menatap Sarah yang tertawa puas tanpa suara. Lalu menghela napas panjang. Tidak ada raut kesedihan atau ketakutan sedikit pun. Yura berucap pelan namun penuh penekanan, “Percuma aku menjelaskan. Apa pun di mata ayah aku tetap bersalah!” ujarnya lalu melenggang ke kamar.
“Tuh, liat, Mas. Yura sekarang jadi kurang ajar seperti ini!” ketus Sarah memanas-manasi.
Rehan menatap nanar punggung putrinya. Ia diam saja, tidak menanggapi. Hingga Yura menghilang di balik pintu kamar, ia pun segera ke ruang kerjanya meninggalkan sang istri.
‘Huh! Hampir saja!’
Bersambung~