Madava dipaksa menikah dengan seorang pembantu yang notabene janda anak satu karena mempelai wanitanya kabur membawa mahar yang ia berikan untuknya. Awalnya Madava menolak, tapi sang ibu berkeras memaksa. Madava akhirnya terpaksa menikahi pembantunya sendiri sebagai mempelai pengganti.
Lalu bagaimanakah pernikahan keduanya? Akankah berjalan lancar sebagaimana mestinya atau harus berakhir karena tak adanya cinta diantara mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan dan penawaran Bu Shanum
Ayuning Tyas sedang mematut dirinya di depan cermin besar yang ada di kamar Madava. Resepsi pernikahan mereka baru saja usai. Bu Shanum lantas memintanya masuk ke kamar putra tunggalnya itu. Sementara Madava masih sibuk dengan tamu yang merupakan teman-temannya.
Ayu masih teringat, pembicaraan majikannya itu dua jam yang lalu. Ayu yang sedang sibuk di dapur membantu para pekerja tiba-tiba dipanggil Bu Shanum ke kamarnya. Di sanalah Bu Shanum menyampaikan sesuatu yang sungguh di luar nalar.
"Menikahlah dengan anakku."
"Apa, Bu? Menikah? Dengan anak ibu? Ibu sedang bercanda?"
"Saya serius, Ayu. Saya ingin kamu menikah dengan Dava, putra ibu. Kamu mau 'kan?"
"Bu, kenapa ibu tiba-tiba meminta saya menikah dengan tuan Dava? Bukankah hari ini pernikahan tuan Dava dengan calon istrinya, nona Via." Sedikit banyak, sebagai pekerja di rumah itu tentu Ayu tahu siapa nama calon istri putra majikannya itu. Meskipun tidak akrab dengan Bu Shanum, tapi Via memang sudah beberapa kali diajak ?Madava ke sana.
"Nggak usah sebut nama perempuan nggak tau diri itu lagi. Dasar benalu. Setelah mendapatkan mahar, mereka sekeluarga menghilang. Dasar pencuri," ketus Bu Shanum kesal.
"Apa? Menghilang? Kok bisa?"
"Udah, nggak usah bahas perempuan gila itu lagi. Makanya, kamu mau ya nikah sama Dava. Tolong ibu! Mau ditaruh dimana muka ibu kalo orang-orang tahu calon istri Dava kabur membawa maharnya. Kamu mau 'kan, Yu, nikah sama anak ibu?" melas Bu Shanum.
"Tapi Bu ... Saya ini cuma seorang pembantu. Mana pantas menikah dengan tuan Dava. Apa kata orang-orang kalau tau tian Dava Anda nikahkan dengan pembantu seperti saya. Maaf, Bu, saya nggak bisa!" tolak Ayu. Mungkin bagi orang yang ingin cepat jadi orang kaya akan dengan senang hati mendapatkan tawaran menggiurkan seperti ini, tapi tidak dengan Ayuning Tyas. Ia tidak ingin aji mumpung. Ia tidak ingin disebut pembantu tidak tahu diri.
"Memangnya apa yang salah dengan pembantu? Toh nggak ada yang tau juga 'kan kalau kamu tuh pembantu di rumah ini."
"Tapi Bu, namanya bangkai baunya pasti cepat atau lambat akan keciuman juga. Sekarang mungkin nggak ada yang tahu, tapi nggak menutup kemungkinan kalau fakta ini akan tersebar keluar. Ibu dan tuan Dava pasti akan malu."
"Dan yang perlu kamu garis bawahi itu kamu bukan bangkai. Kalaupun orang-orang tahu, toh nggak masalah. Kamu ibu yang pilih kok."
"Tapi Bu, aku ini seorang janda lho. Punya anak juga. Apa ibu nggak malu kalau orang-orang tahu anak ibu nikah sama janda anak satu. Tuan Dava pun pasti nggak setuju."
"Ya nggak perlu dikasi tau lah kalau Rafi itu bukan anak Dava. Apalagi kamu sadar nggak sih, muka Rafi dan Dava itu mirip. Nanti ibu akan bilang ke orang-orang kalau Rafi itu cucu ibu. Anak Dava. Kalau perlu ibu akan bilang ke orang-orang kalau Dava sebenarnya sudah lama nikah sama kamu. Nikah muda. Tapi ditutupi. Kamu mau ya? Ini demi Rafi juga lho. Apalagi ibu liat, Rafi tuh sering banget sakit-sakitan. Ibu janji, kalau kamu nikah sama Dava, ibu akan biayai pengobatan Rafi. Bagaimana? Kamu mau 'kan?"
Bu Shanum menggunakan berbagai cara untuk membujuk Ayuning Tyas agar mau menikah dengan putranya.
"A-apa, Bu? Ibu mau membiayai pengobatan Rafi? Ibu serius?"
"Ibu serius. Masa' ibu bohong sih. Jadi gimana? Kamu mau 'kan?"
Mendengar tawaran menarik dari Bu Shanum, tanpa pikir panjang Ayu pun bersedia. Sejak kecil Rafi memang sakit-sakitan. Selama ini Rafi hanya menjalani pengobatan di puskesmas. Sudah sering kali pihak puskesmas memberikan surat rujukan agar Rafi diperiksa di rumah sakit besar, tapi Ayu yang hanya seorang pembantu rumah tangga, mana memiliki banyak uang untuk pengobatan di rumah sakit. Mereka juga tidak memiliki jaminan kesehatan. Mereka tidak memiliki alamat tetap, jadi sulit untuk mendapatkan jaminan kesehatan dari pemerintah. Bahkan Ayu tidak memiliki kartu keluarga. KTP-nya sudah lama mati. E-KTP'nya masih terbitan lama jadi belum berlaku seumur hidup seperti sekarang ini.
Setelah mendapatkan persetujuan Ayuning Tyas, Bu Shanum pun segera meminta penata rias untuk mendandani Ayu. Untuk gaun, karena waktu yang sudah tak cukup lagi untuk mencari gaun pengganti, Bu Shanum pun memberikan kebaya dan gaun pernikahannya dulu pada Ayu. Beruntung kebaya pernikahan dan gaun pengantinnya dulu masih terawat dengan baik. Ukurannya pun sangat pas ditubuh Ayu. Mata Bu Shanum sampai berkaca-kaca. Ia jadi terkenang pernikahannya dengan mantan suaminya dahulu.
Kriet ...
Pintu kamar dibuka dari luar. Ayuning Tyas yang sedari tadi melamun seketika tersentak. Jantungnya berdegup dengan kencang saat melihat sosok Madava yang berjalan ke arahnya.
"Bagaimana rasanya menikah dengan orang kaya? Kau pasti senang bukan?" Tiba-tiba Madava melontarkan kalimat sarkas itu pada Ayu. Jelas saja Ayu membulatkan matanya. Sebenarnya ia sudah tak heran lagi akan mendapatkan kata-kata pedas ini, tapi namanya juga manusia pasti akan terkejut bila dicecar seperti ini.
Ayu mencoba acuh tak acuh. Tak ia pedulikan tatapan tajam penuh intimidasi itu. Ia justru memilih mengangkat gaunnya menuju kamar mandi. Sebelum itu, ia mengambil pakaian ganti yang sudah ia siapkan sejak tadi.
"Heh, aku sedang bicara denganmu! Apa karena kau sudah menikah denganku jadi kau kehilangan sopan santun mu? Ingat, kau itu pembantu. Mau kau mengenakan gaun mahal sekalipun sekali pembantu tetap pembantu, kau dengar itu?" seru Madava yang kesal karena Ayu yang mengabaikan dirinya.
Ayu membalikkan badannya dan membalas menatap datar Madava.
"Aku belum lupa dengan posisiku, Tuan. Anda tidak perlu khawatir," jawabnya tanpa ekspresi.
Madava jelas saja terkejut dengan jawaban Ayu. Ia pikir wanita itu akan menarik perhatiannya, berbicara lemah lembut, atau minimal tersenyum seperti orang bodoh. Tapi sebaliknya, Ayu justru menatapnya datar. Bicaranya pun tidak ada lembut-lembutnya.
'Ah, ini pasti triknya untuk menarik perhatianku! Kau pikir aku bodoh, hah, bisa masuk dalam perangkap mu?'
"Baguslah kalau kau tidak lupa. Ingat, kau itu hanya pengantin pengganti. Jadi jangan pernah berkhayal bisa menjadi istriku sebenarnya. Kau dengar itu?"
"Tak perlu Anda jelaskan, aku sudah tau."
Lalu tanpa banyak basa-basi, Ayu segera membalikkan badannya dan masuk ke kamar mandi. Madava yang melihat itu jelas saja kesal bukan main. Ia sampai mengumpat berkali-kali.
"Dasar sialan! Berani dia mengabaikan ku?" geram Madava. "Apa karena kau menikah karena permintaan mamaku jadi kau bisa bersikap semaunya? Awas saja kau! Aku akan membuat pernikahan kita seperti di neraka agar kau segera menyerah," omel Madava kesal seraya menunjuk-nunjuk pintu kamar mandi yang sudah tertutup rapat.
Di kamar mandi, Ayu mengedikkan bahunya tak acuh. Ia tidak peduli sama sekali dengan pernikahan ini. Yang ia pedulikan hanyalah kesehatan Rafi. Ia harap Bu Shanum benar-benar merealisasikan kata-katanya yang ingin membiayai pengobatan putranya.
...***...
Makasih kak sudah mampir di cerita baru othor. Love you all. 🥰🥰🥰
...Happy reading 🥰 🥰 🥰 ...