NovelToon NovelToon
Bukan Tulang Rusuk, Tapi Tulang Punggung (Penyesalan Papa Dari Anakku)

Bukan Tulang Rusuk, Tapi Tulang Punggung (Penyesalan Papa Dari Anakku)

Status: tamat
Genre:Tamat / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / Slice of Life
Popularitas:1.1M
Nilai: 5
Nama Author: Rositi

Di pertengahan tahun 1980, Dewi merasakan pedihnya dijadikan tulang punggung layaknya sapi perah, tapi tetap dianggap sebagai benalu. Bahkan, KDRT kerap Dewi maupun anaknya dapatkan dari suami dan juga keluarga suami, yang selama 5 tahun terakhir Dewi nafkahi. Karenanya, Dewi nekat menjadikan perceraian sebagai akhir dari rumah tangganya.

Dewi bertekad bahagia bahkan sukses bersama kedua anaknya. Segala cara Dewi lakukan, termasuk menjadi ART, sebelum akhirnya menjadi warung keliling. Namun pada kenyataannya, menjadi sukses bukanlah hal mudah. Terlebih, Dewi masih saja diganggu orang-orang dari masa lalunya. Dewi sampai berurusan dengan hukum akibat fitnah keji, sebelum akhirnya mengikuti program transmigrasi di era Orde Baru yang tengah berlangsung.

Akan tetapi karena sederet cobaan itu juga, Dewi menemukan cinta sejati sekaligus kesuksesan yang selama ini Dewi perjuangkan. Kesuksesan yang membuat Prasetyo sekeluarga sangat menyesal!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dua Puluh Tujuh

“Jika aku harus menikah, ... dan jika Mama benar-benar ingin melihatku menikah, ... biarkan aku menikah dengan Dewi saja!” tegas mas Abdul sungguh-sungguh.

“Tak perlu membawa-bawa Mega. Tak perlu juga Mama membawa status Dewi sebagai alasannya.”

“Karena jika yang Mama harapkan wanita yang kunikahi mampu menggantikan peran mama untuk adik-adikku, wanita itu benar-benar Dewi.”

“Mega beneran tidak masuk ke kriteria itu. Dia orang kaya, wanita karier yang apa-apa serba dicukupi. Wanita sepertinya tidak mungkin bisa mengurus orang lain karena mengurus dirinya saja harus dibantu!”

Bukan hanya ibu Jumairah yang langsung syok dengan permintaan mas Abdul barusan. Karena Hunaira juga sampai sesak napas dadakan. Kedua wanita tersebut menatap tak percaya Mas Abdul. Selain terlihat sangat serius, mas Abdul juga cenderung marah.

“Jika Mama dan semuanya khawatir Dewi seperti nenek Retno, kalian tidak usah khawatir. Karena aku tidak akan membawa Dewi tinggal bersama kalian. Seluas apa pun rumah kita, aku tidak akan pernah mengajak Dewi tinggal bersama kalian.”

“Adanya aku dalam keluarga kalian, tak luput dari baktiku kepada kalian. Aku akan tetap bekerja ke kalian, dan kalian cukup gaji aku layaknya pekerja lainnya. Karena aku tetap harus memberi istri dan anak-anakku makan.”

“Namun jika kalian tidak mengizinkan aku kerja di tempat kita, aku juga tidak akan memaksa. Aku bisa bekerja di tempat lain, apalagi aku sadar, istri dan anakku butuh makan!”

Niat hati memanfaatkan sakitnya untuk memisahkan mas Abdul dan Dewi, nyatanya aoa yang ibu Safangah lakukan malah membuat keduanya akan bersatu untuk selama-lamanya.

“M—Mas ... tolong jangan lakukan ini,” mohon ibu Safangah.

Sementara Humanira tak kuasa berkomentar. Humanira sadar, dirinya juga akan mengalami layaknya apa yang mas Abdul rasakan dan itu, ... perjodohan.

“Aku tahu orang tua selalu ingin yang terbaik untuk anak-anaknya, Ma. Namun bagi aku yang akan menjalaninya, ... aku juga tahu mana yang akan membuatku nyaman bahkan bahagia,” balas mas Abdul.

Sekitar satu jam kemudian dari ibu Safangah siuman, mas Abdul keluar dari rumah sakit. Ibu Safangah jadi tidak bersemangat. Sementara Humanira juga bukan tipikal yang berani mengusik keadaan sang mama. Jadi, meski mereka tengah bersama dan mereka pun sama-sama merasa tidak nyaman, keduanya memilih diam, hanyut dengan pemikiran masing-masing.

Sampai rumah, yang mas Abdul cari langsung Dewi. Apalagi setelah sampai membuka gembok gerbangnya sendiri menggunakan kunci serep yang dibawa, yang membukakan pintu justru Rasti. Padahal, alasan mas Abdul sengaja membawa kunci serep, agar ia tak sampai merepotkan Dewi dalam membuka pintu.

“Waalaikumsalam, Mas. Mas, mama gimana? Sudah mendingan belum? Dari tadi kami yang di rumah kepikiran. Mau telepon nah enggak mungkin karena ponsel Mas saja ada di meja kerja Mas, tuh!” ucap Rasti yang memang agak ngambek. Ia menunjuk ponsel yang dimaksud dan memang ada di meja ruang tamu keberadaan mereka.

Mas Abdul menghela napas dalam. Ia mengakui kecerobohannya yang lupa membawa gawai canggih berukuran besar tersebut. “Namanya juga buru-buru, ya lupa Dek. Mama sudah siuman kok. Keadaannya sudah normal. Besok kalau kamu mau jenguk, Mas antar.”

“Sekarang saja, kenapa, Mas?” sergah Rasti.

“Ya kasihan Risti enggak ada teman. Malam ini sampai pagi, biar Mas dan mbak Nira saja yang jaga mama. Besok baru kalian karena besok, Mas harus tetap kerja,” balas mas Abdul.

“Eh, Mas. Ngomong-ngomong kerja, kenapa Mas sampai mecat mbak Dewi?” tanya Rasti kali ini kembali protes. Karena biar bagaimanapun, ia memang sudah cocok dengan pekerjaan Dewi. Namun yang membuatnya bingung, kenapa sang kakak langsung sangat syok?

“Kasihan banget loh dari tadi nungguin mau pamitan. Tapi ya sudah pergi sih,” lanjut Rasti.

“Pergi bagaimana?” sergah mas Abdul. “Mbak Dewi ke mana?!” Kali ini mas Abdul sudah mulai kehabisan kewarasan. Namun perlahan mas Abdul ingat. Hal terakhir yang ia lakukan dengan Dewi itu memang ia yang terkesan memecat wanita itu.

Beberapa saat kemudian, nas Abdul sudah sibuk melakukan pencarian. Mas Abdul mengemudikan mobilnya pelan, menelusuri setiap jalan. Belajar dari pengalaman yang sebelumnya, ia mendatangi setiap pos ronda maupun teras warung yang bisa dimanfaatkan untuk berteduh, mengingat kini sedang turun hujan. Karena sesibuk apa pun Dewi melangkah untuk melarikan diri, mas Abdul yakin, Dewi tidak mungkin tega membiarkan anak-anaknya kehujanan.

“Ya ampun ... kalian ke mana? Aku beneran merasa berdosa banget!” batin mas Abdul yang masih bertahan di dalam mobil. Hatinya sudah tak karuan di tengah rasa bersalahnya yang membuat kedua matanya berembun.

“Aku beneran enggak sangka kejadiannya akan seperti ini. Sementara sejauh ini, aku enggak tahu alamat pasti yang harus aku tuju jika aku sampai terpisah dari kalian!” Air mata mas Abdul akhirnya jatuh membasahi pipi. Ia memutuskan untuk turun mengunjungi masjid terdekat. Karena ia curiga, Dewi akan mengunjungi tempat umum seperti masjid untuk beristirahat.

“Tapi Dewi masih nifas. Dia enggak mungkin berani masuk ke masjid. Pas itu saja, dia hanya berani di teras masjid buat urus anaknya,” pikir mas Abdul.

Padahal, Dewi dan kedua anaknya ada di toilet masjid yang sempat mas Abdul kunjungi. Dewi sengaja berteduh di sana. Alif Dewi tuntun duduk di tempat duduk, sementara Utari tetap Dewi emban.

“Nanti kalau hujannya sudah reda, Mas Alif tidur di dalam masjid ya. Atau, nanti di teras masjid dekat Mama,” ucap Dewi dan seperti biasa, Alif nurut-nurut saja.

***

Satu minggu sudah berlalu, dan Dewi sudah bekerja di usaha pembuatan gula merah. Dewi masih mengikutkan kedua anaknya, dan kehadirannya di sana pun sudah langsung diterima dengan baik akibat kenerjanya. Selanjutnya yang Dewi lakukan setelah pekerjaannya di sana usai, Dewi sengaja mengambil gula merah dari tempat dirinya bekerja, untuk dipasarkan.

“Minimal aku memang harus punya usaha tetap. Enggak apa-apa usahaku dianggap aneh hanya karena aku jualan gula merah yang bagi mereka bukan barang mahal. Namun sepertinya aku juga jangan hanya memasarkan gula merah. Aku harus cari jualan lain, ... sembako misalnya. Sembako keliling.” Lebih tepatnya, cara jualan Dewi memang keliling dari tempat satu ke daerah lain. Dewi juga menerima setiap pesanan. Orang-orang menyebut Dewi sebagai warung keliling yang memboyong dua balita. Karena sepanjang Dewi bekerja, anak-anaknya pasti akan ikut.

Seiring berjalannya waktu, kerja keras Dewi membuat dirinya mulai dikenal banyak orang. Dewi bahkan mulai memiliki banyak pelanggan tetap. Selain itu, Dewi juga memutuskan untuk tidak bekerja di pembuatan gula lagi. Dewi fokus jualan melayani setiap pesanan dari rumah ke rumah.

***

1
Anonymous
jjk
Dewi Eka
Luar biasa
Dewi Eka
Kecewa
Adinda Kusuma
Luar biasa
Nay Nayla
.
Rumah Aman
kok tega sekali ibunya ya..
Rumah Aman
akoh jadik ketawa terus deh ..harusnya nikah baru istrinya muda loh ini dptnya udah menepos hahaha
Yuni Ngsih
tenang wi badai pasti berlalu ,tabahkan hatimu mungkin itu akhirnya kamu akan sucses....🤲🤲🤲
Yuni Ngsih
waduuuuh Thor yg punya ceritra knp ya blm bahagia ,masih trs dapat cobaan smg habis gelap terbitlah terang ....kasian Dewi sm Anak" nya ....🙈🙈🙈 memang kamu Thor yg bikin ceritra greget banget....maju teruuuuus 👍👍👍💪💪💪
Julia Inp
gimn sih thor harusnya di jadikan anak angkat bukan di suruh kawinin
Simba Berry
bagus banget ceritanys.luar biasa.inti cerita ini menyusun konsep..BERAKIT RAKIT KEHULU BERENANG RENANG KETEPIAN BERSAKIT SAKIT DAHULU BERSENANG SENANG KEMUDIAN
Simba Berry
bakar saja kantor polisinya isinya para iblis berbentuk manusia.
Simba Berry
bu sumi ini dari kemarin2 selalu nyusahin hidupnya dewi.pertama memberikan informasih kalau ada yg mesen dagangannya,tapi ternyata yg mesen keluarga manyan suaminya.yg kedua ketika prasetyo mencari alamat rumah dewi dengan alasan minta maaf.dan dengan gampangnya memberitahukan alamatnya.dan sekarang dengan sok perhatian mendatangi prasetyon buat membujuk prasetyo agar bertanggung jawab kepada kedua anak dewi.
Simba Berry
ya3lah..anak baru lahir mau disekolahin.yg benat aja.alif juga masih kecil baru 4 tahun .sekolah apa 4 tahun?
Simba Berry
wanita stres.mau menikabkan suamjnya yg tua bangka sama gadis muda seusia dewi.
Ruzita Ismail
Luar biasa
Ruzita Ismail
Lumayan
Selamet Turipno
inilah cerita paling bodoh yg pernah saya baca
IG : @Rositi92❣️❣️🏆🏆💪🤲: Selamet Selamet, baru juga baca awal, sudah curhat 😂
total 1 replies
Fida
Luar biasa
Heny
Bagus dewi jng mau di tindas
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!