Saphira Aluna, gadis berusia 18 tahun yang belum lama ini telah menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah menengah atas.
Luna harus menelan pil pahit, ketika detik-detik kelulusannya Ia mendapat kabar duka. Kedua orang tua Luna mendapat musibah kecelakaan tunggal, keduanya pun di kabarkan tewas di tempat.
Luna begitu terpuruk, terlebih Ia harus mengubur mimpinya untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.
Luna kini menjadi tulang punggung, Ia harus menghidupi adik satu-satunya yang masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah menengah pertama.
Hidup yang pas-pasan membuat Luna mau tak mau harus memutar otak agar bisa terus mencukupi kebutuhannya, Luna kini tengah bekerja di sebuah Yayasan Pelita Kasih dimana Ia menjadi seorang baby sitter.
Luna kira hidup pahitnya akan segera berakhir, namun masalah demi masalah datang menghampirinya. Hingga pada waktu Ia mendapatkan anak asuh, Luna malah terjebak dalam sebuah kejadian yang membuatnya terpaksa menikah dengan majikannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ina Ambarini (Mrs.IA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Identitas Pak Tua
Luna dan Bapak tua berjalan hampir setengah jam lamanya, sepanjang jalan keduanya terlihat berbincang. Luna masih tak mengerti, mengapa Yuke membohonginya sepertu ini. Beruntung Luna bertemu dengan Bapak tua itu, jika tidak, mungkin Luna akan berjalan lebih jauh lagi.
"Pak, emangnya Bapak gak apa-apa nganterin Saya sampai jalan besar?" tanya Luna.
"Gak apa-apa, Neng." Pak Tua menjawab seadanya.
"Tapi nanti Bapak pulangnya gimana? Jalan kaki lagi, sendirian, jauh juga. Emm, gak apa-apa deh sampai sini juga, Pak. Kasihan kalau kejauhan Bapaknya," ujar Luna yang merasa tak enak pada Pak tua itu.
"Gak apa-apa, hayu Bapak anterin sampai jalan besar. Lagian Bapak udah biasa jalan malam sendirian," sahut Pak tua itu.
"Kalau boleh tahu,Bapak habis dari mana? Kerja, ya?" Tanya Luna.
Pak tua tampak menggelengkan kepalanya, terlihat senyuman sedih di wajahnya.
"Emm, lalu Bapak kenapa jalan malam-malam? Rumah Bapak jauh dari sini?" tanya Luna lagi.
"Memang Bapak keluarnya malam. Iya, rumah Bapak di paling ujung." Pak tua terus menjawab setiap pertanyaan yang di lontarkan oleh Luna.
Di tempat lain, Khafi menyusuri jalanan. Ia mencari sosok yang tadi berbicara dengan Yuke, Khafi yakin bahwa Yuke yang sengaja meminta Luna keluar dari rumah.
Ketika tengah menyusuri jalanan, Khafi melihat seorang yang Ia cari. Khafi melihat pria yang tadi berbicara dengan Yuke, pria itu tengah duduk santai di sebuah warung kopi.
Dengan cepat, Khafi menepikan mobilnya dan turun untuk menghampiri pria tersebut.
"Dimana Luna?" tanya Khafi sembari menarik baju pria itu.
"Heh, siapa Lo?" Tanya Pria itu yang tak terima dengan perlakuan Khafi.
"Saya tanya dimana Luna?" bentak Khafi.
"Luna? Luna siapa maksud Lo?" tanya pria itu yang memang tak tahu bahwa perempuan yang tadi Ia tinggal bernama Luna.
"Perempuan yang Lo tinggal di jalanan sepi!" seru Khafi yang semakin membuat nyali pria itu ciut. Khafi menatap tajam, tangannya mencengkram erat kerah baju pria itu.
"Di-dia di tinggal di kampung sunyi," jawab pria itu dengan gelagapan.
Khafi menghempas tubuh pria itu sampai tersungkur, lalu Khafi segera masuk ke dalam mobil dan melaju menuju tempat dimana Luna di tinggal.
Khafi melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, waktu hampir lewat tengah malam.
Luna mulai merasakan kedinginan, telapak kakinya pun terasa sangat perih.
"Ini masih jauh, kah? Kok tadi naik motor kayaknya gak sejauh ini, ya?" Tanya Luna.
Pak Tua itu hanya diam, Ia hanya menatap lurus ke depan tanpa menggubris pertanyaan Luna.
Sesekali Luna berhenti, Ia merasakan pegal di betisnya.
Namun melihat Pak tua yang terus berjalan, membuat Luna tak bisa berlama-lama beristirahat.
Ketika kembali berjalan, Luna melihat cahaya yang menyorot ke arahnya.
"Loh, itu ada mobil, Pak!" Seru Luna yang terlihat senang melihat sebuah kendaraan.
Luna menyipitkan matanya, ketika cahaya yang berasal dari lampu mobil semakin menyoroti bagian wajahnya.
"Ih, mobilnya berhenti? Silau banget, Aku gak bisa lihat siapa orang yang pakai mobil itu?" Gumam Luna.
Mobil terlihat berhenti, terlihat seorang turun dari mobil. Luna mencoba untuk mempertajam penglihatannya, Luna mencoba memperhatikan siapa yang tengah berjalan ke arahnya.
"Loh, Pak Khafi?" Luna terlihat begitu kegirangan, refleks Ia memeluk Khafi yang kini berdiri di hadapannya.
"Ya Allah alhamdulillah, akhirnya Aku bisa pulang." Luna meracau.
"Ekhem." Khafi mencoba melepas pelukan Luna, sontak hal itu membuat Luna tersadar dan segera melepas pelukannya.
"Emm, maaf, Pak. Saya spontan barusan, abis Saya lega banget bisa ketemu Bapak disini. Kalau nggak, Saya gak tahu gimana pulang ke rumah." Luna menuturkan.
"Kamu jalan?" Tanya Khafi.
"Iya. Aku jalan dari sana tadi, untung ada Bapak..."
Luna mengedarkan pandangannya, Ia terlihat mencari seseorang.
"Cari apa?" tanya Khafi.
"Bapak lihat Pak tua, gak? Bapak-bapak yang jalan sama Aku?" tanya Luna.
"Pak. Pak, Bapak dimana?" teriak Luna.
"Bapak tua siapa, sih? Saya lihat Kamu jalan sendirian dari tadi," ujar Khafi.
Luna terdiam, lalu Ia tertawa mendengar perkataan Khafi.
"Sendirian? haha. Jelas-jelas dari tadi Aku jalan di anterin sama Pak tua," papar Luna.
"Mata Saya juga masih normal, jelas-jelas Saya lihat Kamu jalan sendirian!" Seru Khafi.
Luna kembali terdiam, Ia menelan salivanya.
"Terus Bapak tadi siapa?" Luna bertanya-tanya.
Khafi menatap Luna yang terlihat pucat, dan tak lama.
Bruk!
Luna pingsan, Khafi segera memburu Luna dan mencoba untuk membuat Luna tersadar.
"Luna, bangun!" pinta Khafi sembari menepuk pelan pipi Luna.
Khafi mengangkat Luna dan menggendongnya menuju mobil, setelah itu Khafi bermaksud untuk segera membawa Luna pulang.