Mohon untuk tidak membaca novel ini saat bulan puasa, terutama disiang hari. Malam hari, silahkan mampir jika berkenan.
Season1
Nadira Safitri Kasim. Siswi Kelas XII yang terjebak pernikahan dini. Pertemuan yang tak disengaja dan faktor ekonomi sehingga ia harus menikah di usia yang terbilang muda. Namun pernikahan itu hanyalah sebatas kontrak, yang di mana ia akan menyandang status janda apabila kekasih suaminya telah kembali. Saat kekasih suaminya telah kembali, Nadira sudah terlanjur jatuh cinta pada suaminya.
Apakah Nadira akan menjadi janda di usia mudahnya?
Apakah mereka akan hidup bersama?
Season 2
Tidak semua orang memiliki kepintaran atau pemahaman yang cepat, dan hal itu terjadi pada Marsya. Marsya selalu dikatai bodoh oleh teman dan guru-gurunya.
Deva, saudara kembar Marsya meminta ayah dan ibunya untuk membawa Marsya ke Jerman. Seminggu sebelum kepergian Marsya, Marsya mendapat masalah hingga membuatnya terjebak dalam pernikahan dini.
Mari simak ceritnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asni J Kasim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal Tanpa Cinta. Episode 27
Berharap dia yang diabaikan akan paham tentang rasa, namun semakin diabaikan semakin menjadi-jadi. Kaira, sejak Rian meninggalkannya ia menjadi wanita psikopat. Pikirannya hanya ada Rian dan Rian.
"Nadira...!!!" teriak Rian saat mendapati istrinya berlumuran darah. Rian berlari menghampiri istrinya.
"Apa yang kamu lakukan, Kaira!!" bentak Angga.
"A-a-ku, a-aku" ucap Kaira terbata bata. Tangannya gemetar hingga menjatuhkan pistol yang ia pegang.
Angga membawa Kaira pergi, dalam perjalanan Kaira terus menangis. Tangannya gemetar, bibirnya pucat, sekali-kali ia memainkan jari jemarinya.
"Kamu jangan takut. Aku akan selalu ada untukmu. Namun, perbuatanmu kali ini sudah di luar batas. Rian tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja" jelas Angga menahan bulir air mata.
"Maafkan aku, Angga." Kaira menatap Angga. Air matanya menetes membanjiri pipi wanita cantik itu.
"Aku sudah memaafkanmu, tapi kamu harus menerima akibat dari perbuatanmu. Setelah kamu keluar dari penjara, kita akan pergi dari kota ini dan memulai kehidupan baru. Aku ingin melihatmu bahagia namun bukan dengan suami orang" ujar Angga.
Kaira dan Angga beserta polisi lainnya sampai di kantor polisi. Kaira di bawah ke dalam ruang tahanan untuk menerima ganjaran atas apa yang telah ia perbuat.
------
Rumah Sakit Great Ormond Street
"Honey, kamu harus kuat. Aku yakin kamu bisa melewatinya." Rian menggenggam tangan istrinya.
"Rian, a-aku. A-a-aku" ucap Nadira terbata-bata.
Nadira di bawah masuk ke dalam ruang operasi, untuk mengeluarkan peluru yang mengenai bagian perutnya.
"Ma-maafkan a-aku" ujar Nadira dan tiba-tiba kesadarannya hilang.
"Tolong selamatkan istriku, Dok" pintah Rian pada seorang Dokter.
"Rian. Apa yang kamu lakukan di sini? Jangan bilang pasien yang di bawah barusan itu, Nadira" tanya Angga.
"Tolong selamatkan Nadira" pinta Rian menghampiri Arga.
"Aku akan menjalankan tugasku sebaik mungkin, kamu harus banyak berdoa agar operasinya berjalan lancar." Arga menguatkan Rian yang kini tak bersemangat.
Arga kembali melakukan tugasnya sebagai seorang Dokter. Pakaian hijau yang ia kenakan membuatnya semakin tampan, dengan langkah kaki pelan Arga memasuki ruang operasi. Lampu dalam ruang operasi telah dihidupkan, menandakan operasi telah berlangsung.
Setelah melakukan administrasi, Rian kembali ke depan ruang operasi. Langkah kaki terdengar kesana kemari, rasa cemas menghampiri membuatnya berulang kali memohon pada tuhan untuk memberi kesempatan pada istrinya.
Drt... drt... drt... ponsel Rian bergetar.
"Mama" gumam Rian saat membaca nama yang tertera di panggilan masuk.
"Halo, Ma" sapa Rian saat panggilan terhubung, menahan sesak di dada.
"Kamu kenapa, Nak?" tanya Liana bingung.
"Nadira, Ma. Di-dia masuk rumah sakit" ucap Rian sembari mengusap air matanya yang tak dapat dibendung lagi.
"Apa!!" pekik Liana tak percaya.
"Kalian di rumah sakit mana sekarang?" tanya Liana.
"Rumah Sakit Great Ormond Street" balas Rian.
"Mama akan menghubungimu jika sudah sampai di London" ujar Liana lalu memutuskan panggilan. Kemudian memulai panggilan baru dengan suaminya.
Lampu ruang operasi telah dimatikan, menandakan operasi telah selesai. Arga keluar menemui Rian diluar, sedangkan tenaga medis lainnya membawa Nadira dalam ruang perawatan.
"Bisa ikut aku sebentar" kata Arga.
"Baiklah" balas Rian.
Rian mengikuti langkah kaki Dokter Arga. Lalu masuk dalam ruangan Dokter muda itu, Arga Dimanza
"Silahkan duduk." Arga mempersilahkan Rian duduk.
Rian pun dudukm "Apa ada hal serius, Dok?" tanya Rian serius.
"Peluru berhasil kami keluarkan, namun kondisi Nadira sangat lemah, terlebih lagi dia sedang mengandung. Kamu harus siap siaga dalam menjaganya" jelas Arga.
"Nadira hamil?" tanya Rian memastikan. Dia tidak percaya dengan kabar yang baru saja ia dengar.
"Iya, dia sedang hamil. Kamu harus membawanya untuk memeriksakan kandungannya pada Dokter kandungan untuk mengetahui usia kandungannya" jelas Arga lagi.
------
Rian menelusuri lorong rumah sakit menuju ruang VIP tempat istrinya di rawat. Sepanjang jalan Rian tersenyum bahagia, mendapatkan kabar bahwa istri kecilnya sedang mengandung anaknya.
Cek--lek... (Pintu pintu terbuka)
Rian masuk menghampiri istrinya. Mengambil tempat di samping sang istri. Menatap sayu wanita yang kini terbaring lemas di hospital bed.
"Sayang, buka matamu. Aku tidak bisa melihatmu terbaring lemas seperti ini. Maaf, karena cemburu aku mengabaikanmu. Ini semua salahku." Rian kembali meneteskan air mata.
"Nadira!" teriak Dimas dan Kania bersamaan saat membuka pintu ruang rawat sahabatnya.
"Kak Rian, apa yang terjadi! Kenapa Nadira bisa terluka seperti ini?" tanya Kaira dengan isak. Dia tidak menyangkah sahabat sekaligus iparnya akan terluka seperti itu.
-----
Esok hari...
Penjara X
Kaira duduk di sudut jeruji besi. Wanita itu terkadang tertawa dan menangis. Kejiwaan Kaira terganggu saat tangan kanannya melayangkan satu peluru pada Nadira.
"Sepertinya kita harus membawa Nona Kaira ke psikiater" kata seorang polisi.
"Apa yang terjadi padanya, Pak?" tanya Angga bingung.
"Sejak kemarin Nona Kaira terus menangis dan tertawa, ia sering berbicara sendiri." Polisi menjelaskan kondisi Kaira saat di dalam tahanan.
Angga menahan air mata yang kini tertumpuk di sudut matanya. Dengan segera ia mengambil ponselnya, menatap layar ponsel dan mencoba menghubungi seseorang.
"Halo, Rian. Kamu di mana?" tanya Angga saat panggilan terhubung.
"Aku di rumah sakit" balas Rian.
"Aku ingin bertemu denganmu. Ada sesuatu yang ingin aku rundingkan denganmu" ujar Angga.
"Temui aku di sini saja," kata Rian.
Tut... tut... tut... Panggilan telepone berakhir.
"Sayang, aku senang kamu sudah sadar." Rian tersenyum menatap istrinya.
"Terima kasih sudah membawaku ke rumah sakit, kalau tidak ada kamu mungkin aku dan anakku sudah mati di tempat itu" ucap Nadira menatap suaminya.
"Maafkan aku. Karena keegoisanku kamu terluka seperti ini." Rian menggenggam tangan istrinya.
"Aku sudah menghubungi Ibu dan sebentar lagi aibu akan datang" ucap Rian.
Cek--lek... (Pintu terbuka lebar)
"Ibu..." panggil Nadira menangis haru.
"Apa masih sakit?" tanya Lestari saat duduk disamping anak semata wayangnya.
"Sudah agak mendingan, Buk. Ibu jangan menangis" ucap Nadira sambil menyeka air mata ibunya.
"Maafkan Ibu, Ubu tidak pernah menemuimu" kata Lestari.
"Tidak apa-apa, Buk. Ibu, Ayah di mana?" tanya Nadira saat tidak melihat ayahnya.
"A-ayah kamu tidak ingin ke sini" balas Lestari dengan gagap. "Kamu jangan sedih ya, kamu kan tahu sendiri bagaimana sikap ayahmu pada kita." Lestari tersenyum pada anaknya.
Cek--lek... (Pintu terbuka lebar)
Rian, Nadira dan Lestari menoleh, ketiganya saling tatap saat tahu siapa yang datang.
Modus Lu Yan