Pada hari pernikahannya, Naiya dengan kesadaran penuh membantu calon suaminya untuk kabur agar pria itu bisa bertemu dengan kekasihnya. Selain karena suatu alasan, wanita dua puluh lima tahun itu juga sadar bahwa pria yang dicintainya itu tidak ditakdirkan untuknya.
Naiya mengira bahwa semuanya akan berjalan sesuai rencananya. Namun siapa sangka bahwa keputusannya untuk membantu calon suaminya kabur malam itu malah membuatnya harus menikah dengan calon kakak iparnya sendiri.
Tanpa Naiya ketahui, calon kakak iparnya ternyata memiliki alasan kuat sehingga bersedia menggantikan adiknya sebagai mempelai pria. Dan dari sinilah kisah cinta dan kehidupan pernikahan yang tak pernah Naiya bayangkan sebelumnya akan terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon roseraphine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Pertama Bekerja
"Maaf Pak. Saya pegawai baru disini. Tadi saya bertanya kepada resepsionis lalu disuruh untuk ke ruangan ini," jelas Naiya apa adanya.
"Pegawai baru? Kenapa saya tidak mendapatkan info?" gumam orang tersebut yang tentunya dapat didengar oleh Naiya.
Naiya sebenarnya juga bingung harus menjelaskan bagaimana kepada laki-laki di hadapannya ini. Sedangkan ia bekerja di sini saja tanpa mengajukan lamaran.
"Saya dibawa oleh Kak-eh, maksudnya Pak Shaka untuk bekerja di sini. Jika Bapak tidak percaya bisa tanyakan saja langsung," Naiya merutuki dirinya sendiri yang hampir saja kelepasan memanggil Shaka dengan embel-embel 'Kak'.
"Oh, Pak Shaka? Kalau begitu mari ikut saya. Saya akan memberikan seragam lalu menjelaskan pekerjaan Mbak apa saja."
Entah mengapa laki-laki di hadapannya yang tadi bersikap agak sinis saat melihatnya tiba-tiba menjadi ramah. Apakah karena ia menyebutkan nama Shaka tadi? Jika iya, berarti suaminya itu merupakan pimpinan yang sangat dihormati di kantor ini.
Sedangkan di ruangan kerja Shaka...
"Ya?" sahut Shaka saat mengangkat telepon kantornya.
Shaka tiba-tiba menyeringai setelah mendengar suara di seberang sana hingga membuat Regan yang sedang meneliti beberapa proposal di sofa ruangan itu menatap Shaka heran.
"Benar, saya yang membawanya ke sini," ucap Shaka santai.
"Hm."
Panggilan itu berakhir saat Shaka meletakkan telepon kantornya itu ke tempat semula. Pria itu tidak menyangka jika Naiya benar-benar datang ke kantornya hari ini dan bersedia bekerja sebagai office girl. Sungguh, ini kesempatan yang bagus untuk mengerjai wanita itu dan membuatnya jera.
"Lo kenapa, Ka? Seneng amat kayaknya," tanya Regan untuk menuntaskan hasrat keponya.
Shaka menggeleng, "Gak apa-apa. Cuma lagi seneng aja."
Regan yang mendapat jawaban itu tentunya malah semakin penasaran. Namun karena pekerjaannya saat ini lebih penting, ia memilih untuk mengabaikannya saja.
"Aneh, Lo!"
Shaka tak memedulikan ejekan sahabatnya itu. Ia memilih untuk menghubungi seseorang di handphone pribadi miliknya dan melaksanakan rencananya untuk menyiksa Naiya hari ini. Biar saja wanita itu kapok dan memilih untuk berhenti bekerja sesuai kehendaknya sendiri.
Kejam memang, namun Shaka tak peduli. Salah sendiri wanita itu masuk di kehidupannya dan mengusik ketenangan dirinya serta orang-orang yang ia cintai. Sekarang, biar saja Naiya menanggung akibat dari ulahnya sendiri.
Kembali ke tempat Naiya bekerja, wanita itu mengusap keringatnya yang terus mengalir hingga membuat seragamnya basah. Kedua kakinya gemetar bahkan sudah tidak bisa berpijak dengan benar karena lelah naik turun tangga untuk membersihkan seluruh ruangan meeting yang ada di gedung perusahaan ini. Hingga akhirnya Naiya duduk di lantai dengan bersandar tembok di belakangnya.
Sejak tadi pun ia hanya menyelesaikan pekerjaannya sendiri. Apa pekerja yang lain juga sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing ia juga tidak tahu. Tapi Naiya benar-benar salut kepada mereka yang setiap hari harus menjalani pekerjaan yang cukup menguras tenaga ini. Bahkan baru mendapat setengah hari saja ia sudah merasa tidak kuat. Jika bukan karena Nada, Naiya mungkin sudah menyerah.
"Heh kamu! Kenapa malah duduk santai disini?! Pekerjaannya masih banyak, ya! Belum ada sehari kerja sudah santai-santai aja!" seru sosok laki-laki yang tadi menegurnya ketika ingin memasuki ruangan.
Padahal tadi laki-laki itu sudah mulai bersikap ramah padanya, tapi mendadak berubah lagi menjadi sinis seperti itu. Naiya juga tak bisa melawan. Wanita itu takut sosok laki-laki di hadapannya ini yang Naiya tahu adalah seorang kepala pekerja di General Affair yang membawahi pekerja seperti dirinya melaporkannya pada Shaka dan berakhir dirinya dipecat.
"Maaf, Pak. Tadi saya kelelahan dan istirahat sebentar," jawab Naiya kemudian menarik napasnya sebentar di balik masker yang ia kenakan kemudian bangkit dari duduknya.
"Alasan! Sini ikut saya! Ada pekerjaan lagi buat kamu!" bentar laki-laki itu lalu menarik lengan bajunya Naiya agar mengikutinya.
Naiya yang diperlakukan seperti itu hanya bisa pasrah. Ingin memberontak rasanya percuma. Laki-laki itu menariknya melewati beberapa karyawan yang menatap mereka heran. Pasti mereka mengira bahwa dirinya telah melakukan kesalahan fatal hingga ditarik kasar seperti ini.
"Berhenti!"
Laki-laki yang sedang menariknya ini tiba-tiba berhenti dan refleks menoleh ketika mendengar seruan seseorang dari belakang. Naiya juga mengarahkan pandangannya ke asal suara dan mendapati sosok pria paruh baya yang tengah berjalan menuju ke arah mereka.
"Papa?" panggil Naiya refleks dibalik masker yang ia kenakan dan pastinya terdengar oleh laki-laki yang masih menarik lengan bajunya.
"Tuan Wijaya?"
Laki-laki itu menunduk hormat kepada sosok pria paruh baya yang merupakan pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Walaupun sudah terlihat tua, tapi aura pemimpin pada seorang Andra Wijaya itu masih melekat kuat hingga membuat orang lain tertunduk.
"Lepaskan tangan kamu dari menantu saya!" perintah Andra dengan tatapan tajamnya pada bawahannya itu.
"Menantu?" gumam laki-laki tersebut kemudian dengan cepat melepaskan tarikannya pada baju wanita di sebelahnya.
"Sekarang kamu boleh pergi dari sini!" usir Andra kemudian.
"Tapi Tuan? Saya disu-"
Laki-laki itu tiba-tiba diam karena melihat tatapan tajam dan menusuk dari pria di hadapannya yang menandakan bahwa perintahnya tidak dapat diganggu gugat.
"Baik, saya permisi."
Dengan sekejap, laki-laki itu telah pergi meninggalkan tempat tersebut meninggalkan sang atasan bersama wanita yang tadi disebut sebagai menantunya.
"Ini semua pasti ulah Shaka. Anak itu benar-benar...," Andra menggelengkan kepalanya heran sekaligus geram karena perlahan menyadari situasi yang tengah terjadi. Tatapan tajam Andra Wijaya kini berubah melembut ketika menatap wanita yang telah menjadi istri dari anaknya.
"Naiya, maafkan Shaka, ya? Papa akan bicara dengannya nanti."
Naiya menggeleng cepat, "Bukan, Pa. Ini kemauan Naiya sendiri. Kak Shaka gak salah apa-apa."
Andra mengelus lengan Naiya lembut, "Kamu itu menantu dari Keluarga Wijaya. Apa pantas diperlakukan seperti itu? Yang dilakukan suami kamu itu keterlaluan. Apalagi kamu ini istrinya."
"Tapi aku yang minta Kak Shaka untuk kerja di sini, Pa. Apapun posisinya aku terima, kok," jawab Naiya yakin. Semoga papa mertuanya ini tidak memarahi Shaka. Karena hal itu hanya akan membuat dirinya semakin dibenci oleh Shaka. Ia juga tetap harus bekerja di sini agar papanya tidak melakukan sesuatu yang membahayakan Nada.
Andra menghela napas lelah. Keputusannya untuk menikahkan Naiya dan Shaka seharusnya menjadi keputusan yang tepat. Namun ia tak tega melihat Naiya diperlukan seperti ini oleh anaknya sendiri.
"Oh, ya. Papa tau darimana aku kerja di sini? Aku juga pakai masker? Kok Papa bisa ngenalin aku tadi?" tanya Naiya sontak membuyarkan lamunan Andra.