Perjalanan seorang pemuda bernama Cassius dalam mencari kekuatan untuk mengungkap misteri keruntuhan kerajaan yang dulu merupakan tempat tinggalnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mooney moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bunga pertanda
Langit di atas kerajaan runtuh yang selalu berwarna kelabu, seolah-olah matahari enggan menatap lebih lama dari yang diharapkan. Bukan karena kabut tebal atau awan badai yang menggantung di angkasa, melainkan karena sesuatu yang tak kasat mata. Sebuah keheningan yang begitu pekat hingga bahkan cahaya pun enggan menembusnya.
Jalanan berbatu yang kini pecah dan tertutup debu pernah dipenuhi suara pedagang yang menawarkan barang dagangannya, derap langkah prajurit yang berpatroli, dan tawa anak-anak yang bermain di pusat kota. Namun, kini hanya sisa-sisa kebesaran yang tertinggal.
Reruntuhan istana masih terlihat berdiri di kejauhan, meski tak lagi megah seperti dahulu. Pilar-pilar marmernya telah retak, sebagian besar runtuh dan tertelan oleh akar-akar pohon liar yang mulai menguasai bangunan. Lorong-lorongnya kosong, dihiasi bayangan yang melata seiring pergerakan awan di langit. Dinding-dindingnya yang dulu dihiasi ukiran emas dan permata, kini hanya menyisakan guratan kasar, terkikis oleh waktu dan bekas terbakar.
Di luar istana, pemukiman yang dulunya ramai kini tak lebih dari rangka-rangka rumah yang hancur. Beberapa bangunan masih berdiri, meski dengan atap yang berlubang, pintu yang terhempas, dan jendela-jendela kaca yang berubah menjadi serpihan tajam berserakan di tanah. Jalan utama telah dipenuhi oleh akar-akar yang mencuat dari bawah tanah, seolah ingin menelan tempat ini sepenuhnya.
Sungai yang dulu mengalir jernih kini berubah menjadi kelam dan berbau besi, sisa-sisa darah dan abu peristiwa yang telah lama berlalu. Airnya bergerak lamban, terhalang oleh reruntuhan jembatan yang sebagian besar telah runtuh. Beberapa bangkai gerobak dan tulang-belulang mahluk yang tak bisa dikenali tergeletak di tepinya, setengah tenggelam dalam lumpur pekat.
Namun, bukan hanya kehancuran yang menyelimuti tempat ini. Ada sesuatu yang lain, sesuatu yang bersembunyi dibalik bayangan reruntuhan dan lorong-lorong gelap. Monster dan mahluk buas berkeliaran di antara puing-puing, menjadikan kerajaan ini sebagai sarang baru mereka. Terkadang, suara geraman samar terdengar dari kejauhan, atau mata-mata berkilat mengintai dari kegelapan.
Kerajaan ini tidaklah mati, tapi juga tidak benar-benar hidup. Ia hanya tersisa, terjebak di antara masa lalu dan kehampaan, menunggu sesuatu atau seseorang untuk mengubah takdirnya.
Jauh di dalam pelosok kerajaan yang hampir terlupakan, tersembunyi sebuah pemukiman kecil yang berdiri dengan rapuh. Dikelilingi oleh hutan lebat yang tumbuh dengan liar, pemukiman ini tampak seperti sisa-sisa kehidupan yang terselamatkan dari bencana yang menimpa tanah ini. Meskipun jauh dari pandangan orang luar, pemukiman ini tetap bertahan, dan perlahan mengembalikan peradaban.
Rumah-rumah di tempat ini dibangun dari kayu-kayu yang ditemukan di hutan sekitar. Tak ada rumah besar atau mewah, semua bangunan memiliki ukuran yang serupa, sederhana namun dapat digunakan untuk tempat orang-orang berteduh dan berusaha bertahan hidup. Di beberapa bagian pemukiman tanahnya telah terkikis oleh hujan deras, meninggalkan jurang-jurang kecil yang sulit untuk dilalui. Pemukiman ini terasa seperti sebuah dunia yang terpisah, seolah terasingkan dari apa yang terjadi di luar sana, meskipun kegelapan dan ancaman selalu mengintai dari kejauhan.
Tidak banyak yang tinggal di tempat ini. Hanya mereka yang tidak memiliki tempat lain untuk pergi, Orang-orang yang lebih memilih untuk bertahan hidup dalam bayang-bayang sejarah yang hilang. mereka yang masih mengingat masa kejayaan kerajaan ini, namun telah memutuskan untuk melupakan kenangan-kenangan itu demi bertahan hidup.
Meski begitu, di sudut pemukiman banyak terdapat kebun kecil yang tumbuh subur. Walaupun kebanyakan tanahnya sudah banyak yang tertutup rumput karena sebagian besar petani yang dulu merawat kebun-kebun itu telah meninggal atau menghilang, tapi setidaknya itu bisa menjadi salah satu sumber kehidupan mereka. Beberapa penduduk coba bertahan hidup dengan berburu, tetapi kawasan pinggiran hutan yang dulunya dipenuhi hewan buruan kini lebih banyak dihuni oleh mahluk buas dan monster yang keluar dari kedalaman hutan. Setiap langkah mereka saat berada jauh dari pemukiman selalu diwarnai rasa takut, takut akan apa yang mengintai dari balik pepohonan dan semak belukar.
Di pusat pemukiman, terdapat pula sebuah bangunan yang tampak lebih kokoh dibandingkan dengan yang lain, sebuah rumah besar milik bangsawan terdahulu yang perlahan termakan oleh waktu. Rumah itu kini menjadi tempat berkumpul para penduduk, tempat dimana mereka mencari pelipur lara dan berbagi cerita untuk mengusir kesunyian. Namun sayangnya bangunan itu juga menyimpan kenangan pahit, kenangan tentang bagaimana orang-orang yang dulu berkuasa kini hanya menjadi bayangan yang terlupakan.
Cassius Valerius, seorang pemuda keturunan bangsawan. Meskipun darah bangsawan mengalir dalam tubuhnya, dia merasa lebih bebas dalam menjalani hidupnya di pemukiman ini daripada kehidupan di masa lalunya. Di tempat itu dia tinggal bersama beberapa orang yang dulunya juga merupakan seorang bangsawan. Sesekali ia sering menatap pada kehampaan sambil duduk di sela perburuannya, mengenang keluarganya yang telah tiada. Seperti halnya hampir semua orang di penjuru kerajaan, keluarga Cassius telah ikut hancur oleh serangan naga yang membakar seluruh penjuru negeri dua dekade lalu. Cassius sendiri selamat karena ia sedang berada di luar kerajaan Bersama seorang mentor untuk berlatih. Ia berlari kembali, hanya untuk menemukan puing-puing yang tersebar, kediamannya yang tak lagi bisa dikenali, dan jejak-jejak api yang menghanguskan hampir semua yang ada.
Hari-hari setelah serangan itu terasa seperti mimpi buruk yang tak kunjung berakhir. Kehilangan yang begitu mendalam, yang membuatnya merasa hampa. Ia tak hanya kehilangan keluarganya, tetapi juga bagian dari dirinya yang tak akan pernah bisa ia temukan lagi. Bagaimanapun ia dan penduduk yang masih tersisa harus tetap melanjutkan hidup.
Malam itu saat langit tidak diselimuti awan kelabu dan angin dingin berhembus dari hutan lebat yang mengelilingi desa, Cassius mulai memikirkan tentang apa yang ia temukan pagi ini saat berburu di hutan. Ia menemukan sebuah bunga berwarna putih yang hampir transparan dengan tangkai berwarna hitam dan daun menyerupai bulu merpati. Ia benar-benar tidak mempercayai apa yang ada dihadapannya saat itu, Cassius menemukan bunga Lemeria.
Ketika Cassius tengah larut dalam pikirannya, tiba-tiba ada yang memegang bahunya dari belakang. Sosok itu rupanya adalah Gimuere, mentor Cassius. Dia adalah pria tua berambut panjang, meski di usianya yang hampir kepala tujuh tubuhnya masih tegap dan tidak kalah kuat dari para pemuda.
"Ada apa Cassius? Apa kau memikirkan tentang temuanmu tadi pagi lagi?"
"Master Gimuere!?" Cassius terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba.
"Uh.. aku hanya memikirkan beberapa kemungkinan tentang apa yang terjadi di wilayah kerajaan, master." Ucapnya sambil menatap kehampaan.
"Ya, kekhawatiranmu memang ada benarnya Cassius. Dengan ditemukannya bunga Lemeria, itu berarti kemungkinan besar garis keturunan raja masih belum terputus. Bisa jadi masih ada yang selamat, entah itu pangeran Gallarck ataupun putri Selephienne" Gimuere mengatakannya dengan penuh rasa ketidakpastian.
"Tapi master, jika kemungkinan itu memang benar, itu dapat menjelaskan banyak hal. Dan juga, aku punya banyak pertanyaan yang belum terjawab. Seperti, mengapa naga yang menjadi pelindung kerajaan ini, Galrath-The Holy Ashes sampai membakar seluruh negeri hingga hampir tak ada yang tersisa? "
Gimuere menghela napas dan berkata "Rasa penasaran itu juga menghantuiku selama ini. Tapi aku sudah terlalu tua untuk mencari tau, seorang pria tua dengan satu loomb dan teknik berpedang yang usang sepertiku hanya akan jadi santapan monster, heheh.. "
"Master, aku.. ingin pergi."