Hanya karena ingin membalas budi kepada Abram, lelaki yang telah menolongnya, Gisela memaksa menjadi istri lelaki itu meskipun ia harus mendapat perlakuan kasar dari Abram maupun mertuanya. Ia tetap bersabar.
Waktu terus berlalu, Gisela mengembuskan napas lega saat Abram mengajak tinggal di rumah berbeda dengan mertuanya. Gisela pikir kehidupan mereka akan lebih baik lagi. Namun, ternyata salah. Bak keluar dari kandang macan dan masuk ke kandang singa, Gisela justru harus tinggal seatap dengan kekasih suaminya. Yang membuat Gisela makin terluka adalah Abram yang justru tidur sekamar dengan sang kekasih, bukan dengannya.
Akankah Gisela akan tetap bertahan demi kata balas budi? Atau dia akan menyerah dan lebih memilih pergi? Apalagi ada sosok Dirga, masa lalu Gisela, yang selalu menjaga wanita itu meskipun secara diam-diam.
Simak kisahnya di sini 🤗 jangan lupa selalu dukung karya Othor Kalem Fenomenal ini 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AMM 27
Gisela menghirup napas dalam ketika dirinya baru saja turun dari pesawat. Bibirnya tersenyum senang saat sudah bisa kembali menghirup udara segar di tanah air. Tanpa menunggu lama, Gisela pun bergegas keluar dari bandara dan mencari orang suruhan papa yang menjemputnya.
"Akhirnya kamu sampai juga."
Suara yang tidak asing tersebut berhasil mengalihkan perhatian Gisela yang saat itu sedang sibuk menyeret koper. Awalnya ia hanya terdiam dan mencebik kesal setelahnya.
"Untuk apa kamu datang ke sini?" Raut Gisela terlihat sangat tidak bersahabat. Bahkan beberapa kali wanita itu mendengkus kasar.
"Tentu saja untuk menjemputmu," sahut Dirga.
"Untuk apa kamu menjemputku!" Gisela berbicara ketus.
"Om Hendarto yang menyuruhku." Dirga menjawab santai. Lalu mengambil alih koper Gisela.
"Aku bisa membawanya sendiri." Gisela hendak merebut koper tersebut, tetapi Dirga justru menyembunyikan di belakang tubuh. Lalu berjalan santai meninggalkan wanita itu begitu saja.
Dengan sangat terpaksa, Gisela menyusul lelaki itu. Lalu berjalan bersebelahan sampai ke mobil. Setelah memastikan Gisela masuk sudah masuk ke mobil, Dirga pun segera melajukannya meninggalkan bandara.
Suasana di dalam mobil terasa begitu hening. Gisela sibuk dengan ponsel, sedangkan Dirga fokus mengemudi meskipun sesekali ekor matanya melirik wanita di sebelahnya.
Senyuman tipis tampak menghiasi sudut bibir lelaki itu. Ada rasa senang ketika melihat wanita yang masih ia cintai tersebut, kini telah baik-baik saja. Walaupun Dirga merasa yakin kalau hati Gisela lah yang tidak baik-baik saja. Namun, ia akan berusaha untuk membantu menyembuhkan hati wanita itu.
"Kita mau ke mana?" tanya Gisela saat menyadari mobil yang dikemudikan Dirga bukan menuju ke rumahnya.
"Sudah waktunya makan siang," sahut Dirga dan hanya ditanggapi dengan kebisuan oleh Gisela.
Mobil putih itu pun berhenti di depan salah satu restoran. Walau merasa malas, tetapi Gisela tetap turun ketika Dirga menyuruhnya. Ia tidak ingin ada drama di sana. Lalu mereka berjalan masuk dan memilih bangku yang masih kosong.
"Aku pesankan steak untukmu. Jus mangga dan air putih hangat," kata Dirga.
"Terserah." Gisela tampak tidak peduli. Ia sama sekali tidak mau menatap Dirga bahkan sangat menghindari tatapan lelaki itu. Bukan tanpa alasan, Gisela tidak ingin hatinya kembali luluh. Untuk saat ini, ia akan menutup rapat pintu hatinya dari siapa pun.
Ketika makanan telah tersaji di depannya, Gisela pun berubah antusias. Air liurnya serasa menetes dan tidak sabar ingin segera melahapnya. Ia pun mengambil satu suapan, mengunyah secara perlahan. Namun, tiba-tiba Gisela tersedak ketika melihat seseorang masuk ke restoran.
"Hati-hati." Dirga yang merasa khawatir langsung memberikan segelas air putih untuk wanita itu. "Jangan terburu-buru. Apa kamu sangat lapar? Kenapa bisa sampai tersedak seperti ini."
Gisela sama sekali tidak menjawab pertanyaan Dirga karena terlalu sibuk menatap ke arah pintu masuk. Dirga yang merasa terheran pun segera mengikuti arah pandang Gisela. Ia pun ikut terkejut sama seperti Gisela.
"Bukankah itu selingkuhan suami kamu?" Dirga tersenyum sinis. Ia menoleh ke arah Gisela yang sedang mendelik tajam. "Ah, aku lupa kalau sekarang sudah menjadi mantan suami."
"Diamlah!" Gisela berbicara ketus. Ia kesal karena merasa lelaki itu sedang mengejeknya.
"Baiklah. Aku diam, tapi apa kamu tidak ingin mengadu kepada mantan suami kamu kalau ternyata selingkuhannya sedang berjalan dengan lelaki lain?" tanya Dirga.
Gisela masih tidak menanggapi. Ia hanya menunduk dalam untuk menghindar dari Stevani. Berusaha agar wanita itu tidak melihat keberadaan dirinya di sana. Setelah Stevani duduk jauh dengannya, Gisela segera mengembuskan napas lega.
"Aku mau pulang saja." Gisela hendak bangkit, tetapi Dirga langsung menahannya.
"Kamu baru makan satu suap. Habiskan makananmu dan jangan sampai mubazir," perintah Dirga.
Gisela hendak menolak, tetapi ketika ia melihat sorot mata Dirga yang sedikit menajam, wanita itu pun merasa takut dan memilih untuk kembali duduk. Dengan bermalasan ia memakan makanan yang barusan enak dan kini terasa hambar.
Siapa ya kira-kira lelaki yang bersama Stevani itu. Apa Mas Abram tahu kalau Stevani jalan dengan lelaki lain? Jangan-jangan Stevani berselingkuh di belakang Mas Abram. Kalau memang benar maka itu artinya karma dibayar lunas.
Batin Gisela terus bertanya-tanya.