Ainsley adalah anak kuliahan yang punya kerja sampingan di cafe. Hidupnya standar. Tidak miskin juga tidak kaya, namun ia punya saudara tiri yang suka membuatnya kesal.
Suatu hari ia hampir di tabrak oleh Austin Hugo, pria beringas yang tampan juga pemilik suatu perusahaan besar yang sering di juluki iblis di dunia bisnis.
Pertemuan mereka tidak menyenangkan bagi Ainsley. Tapi siapa sangka bahwa dia adalah gadis yang dijodohkan dengan Austin dua puluh tahun silam. Lebih parahnya lagi Austin tiba-tiba datang dan menagih janji itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 27
Ketika Ainsley mau pergi mandi, ia menyadari sesuatu. Baju gantinya tidak ada. Apa Austin tidak menyiapkan beberapa helai baju untuk dia pakai?
Ainsley mencari-cari ke seluruh kamar, mungkin saja ada koper yang berisi bajunya namun nihil.
Ainsley mengerang kesal. Austin tidak membawa apapun barangnya saat mereka berangkat? Rumah ini memang rumahnya dan ia pasti punya banyak pakaian ganti di rumah ini. Tapi Ainsley? Mau pakai apa coba?
Sialan. Austin pasti sengaja. Gadis itu menggeram kesal.
"Austin, kau bawa pakaian ku?" tanya Ainsley. Mungkin saja Austin memang membawa pakaian gantinya tapi ia yang tidak lihat.
"Tidak," jawab Austin santai.
"Apa? Lalu aku pakai baju apa?" tanya Ainsley jengkel.
"Tenang, aku sudah menyuruh seseorang untuk membelikanmu baju."
"Gampang sekali tinggal beli." sindir Ainsley. Dasar orang kaya.
"Sekarang mana bajunya? Aku mau mandi." kata Ainsley lagi.
"Belum diantarkan. Sudah, mandi saja dulu, nanti aku ambilkan." ucap Austin.
Mau tak mau Ainsley setuju saja dan berbalik masuk kekamar mandi tanpa curiga apapun. Ia sudah gerah dan ingin mandi secepatnya.
Ainsley tak lupa mengunci pintu kamar mandi. Ia tak mau Austin memanfaatkan kesempatan.
Setelah berlama-lama di kamar mandi, ia mematikan shower dan mengelap seluruh tubuhnya dengan handuk. Kemudian ia baru ingat bajunya belum ada.
Ainsley melilitkan baju ke tubuhnya, lalu mencoba mengintip ke dalam kamar. Ternyata kosong. Austin sepertinya sudah keluar. Ainsley bernafas lega. Ia berjalan keluar dari kamar mandi.
Ainsley melihat ada pakaian yang terlipat di atas tempat tidur. Ia mengambilnya. Ternyata kaos biru polos. Sepertinya milik Austin karena ukurannya besar. Ia lalu melepas handuknya, lalu memakai kaos itu.
Ainsley menyadari kalau Austin tidak menyediakan apa-apa lagi selain kaos itu. Kaos itu besar, menutupi setengah pahanya, tapi tetap saja ia butuh celana. Baru saja ia hendak mencari celana, tiba-tiba sesuatu mengagetkannya.
"Aku sangat beruntung, bisa melihat tubuh indahmu."
Ainsley melompat kaget. Ia menoleh dan mendapati Austin sedang berdiri sambil tersenyum miring di pintu balkon yang terbuka sedari tadi.
Spontan Ainsley merapatkan kedua lengannya di depan tubuhnya. Sejak kapan Austin berdiri di situ? Apakah Austin melihat tubuhnya yang tanpa busana tadi?
Gadis itu menggelengkan kepalanya kuat. Ia tak sanggup membayangkan hal itu.
"Austin, aku sedang ganti baju!" pekiknya panik.
"Aku tahu," sahut Austin santai.
"Lalu kenapa kau di sini?"
"Karena ini rumahku. Juga kamarku."
Ainsley memutar bola matanya.
"Keluar!"
"Tidak mau," jawab Austin. Laki-laki itu malah melangkah masuk, lalu berbaring ditempat tidur sambil menatap Ainsley.
Ainsley kesal. Ia ingin kembali ke kamar mandi dan mengenakan celananya yang tadi tapi Austin cepat-cepat menariknya hingga gadis itu ikut terbaring di tempat tidur.
Ainsley merasa geli karena merasakan tangan Austin yang bergerak-gerak di perutnya.
"Austin, lepaskan aku. Kau sudah berjanji tidak akan menyentuhku dulu." kata Ainsley mulai panik.
"Kau sangat wangi." gumam Austin mengendus-endus leher Ainsley. Wangi gadis itu begitu menggodanya. Austin jadi menyesali janjinya yang akan memberi waktu sebulan pada Ainsley untuk mempersiapkan diri. Apalagi membayangkan tubuh sexy istrinya tadi. Lelaki itu makin tergoda untuk menyentuhnya.
Tangan Austin bergerak turun ke bagian paha Ainsley hingga membuat Ainsley hampir tidak bisa bernafas karena panik.
"A..Austin, k..kau akan menepati janjimu kan?" ucap Ainsley dengan suara bergetar. Ia benar-benar belum siap kalau Austin menyentuhnya sekarang.
Mendengar suara bergetar Ainsley, Austin langsung menghentikan niatnya. Padahal tangannya hampir mencapai titik sensitif itu. Tapi ia tahu gadis itu ketakutan sekarang, ia merasa tidak tega.
"Maaf," untuk pertama kalinya Austin meminta maaf pada orang. Lelaki itu mengecup dahi Ainsley. Ia ingin Ainsley percaya padanya dan memberi dirinya sendiri dengan sukarela. Ia tidak mau memaksa
"Sekarang tidurlah." ucap Austin lagi mengecup dahi Ainsley yang kedua kalinya lalu berdiri dari tempat tidur.
Austin melihat Ainsley menutup mata. Menunggu sampai gadis itu tertidur, menutupinya dengan selimut lalu melangkah keluar menuju beranda belakang dan menikmati suasana pantai yang tenang sendirian.
Sama seperti Ainsley, Austin pun sudah lama tidak ke pantai. Rumah ini di belinya tiga tahun lalu ketika pertama kali membuka cabang perusahaan di Hawaii. Sampai sekarang bisnisnya di kota itu terbilang lancar. Ia juga punya urusan bisnis di kota itu, makanya sekalian mengajak Ainsley liburan.
Austin tersenyum. Ia masih tidak menyangka dirinya kini telah berstatus sebagai seorang suami. Mereka memang belum melakukan hubungan suami istri layaknya pasangan suami istri kebanyakan tapi Austin tetap senang. Cepat atau lambat ia tetap akan mendapatkan Ainsley. Tinggal tunggu waktunya saja.
Terkadang ada keraguan di hati Austin. Kadang ia merasa bersalah karena memaksa gadis itu menikahinya. Tapi.., waktu itu pria itu memang sudah hilang akal. Ia berpikir harus secepatnya menjadikan Ainsley sebagai istrinya. Karena itu ketika mendapatkan kesempatan, Austin langsung memanfaatkannya dan mengambil kesempatan itu.
Ainsley mungkin belum menyukainya sekarang, tapi ia akan membuat gadis itu menyukainya. Karena ia tahu, dirinya sudah jatuh hati pada gadis itu.
Dalam lamunannya, tiba-tiba ponsel pria itu berbunyi. Austin mengangkat tanpa membaca siapa yang memanggil.
"Halo," katanya. Ia mendengarkan kalimat sih penelpon yang panjang lebar itu dengan sabar.
"Baiklah, aku berangkat sekarang." sahut Austin sambil bangkit.
Pria itu masuk kekamar lalu mengambil jasnya yang tersampir di kursi kerja di sudut kamar. Ia berbalik menatap Ainsley, menulis catatan kecil yang di taruhnya di nakas, kemudian pergi.
"Aku pergi dulu sayang. Tidur yang nyenyak." gumam Austin lalu lanjut keluar setelah mengecup singkat dahi istrinya.
Yang menelpon Austin tadi adalah salah satu rekan kerjanya yang ia percayai mengurus perusahaan di kota itu. Namanya Nick.
Nick akan menghubungi Austin kalau ada masalah-masalah mendadak yang harus di selesaikan secepatnya.
Ketika menelpon tadi, Nick menjelaskan ada yang mencoba meretas perusahaan. Nick tahu Austin sebagai bos utama ada di Kota itu jadi ia cepat-cepat menghubunginya.
Biasanya Austin memang yang paling tenang saat menghadapi masalah serangan cyber. Kemampuan lelaki itu pun bisa dibilang tidak main-main. Ia mampu menghentikan serangan Cyber dalam kurun waktu cepat. Kemampuannya dalam bidang IT tidak bisa di anggap remeh.
Kalau tidak punya kemampuan, tidak mungkin Austin bisa membangun perusahaan besar miliknya itu di masa mudanya. Berkat kemampuan hebatnya dalam berbisnis, banyak perusahaan yang ingin bekerja sama dengannya. Meski banyak juga musuh yang ingin menjatuhkannya.
Selain hebat dalam dunia bisnis, wajah tampan seorang Austin Hugo menjadi poin lain yang di sukai para wanita. Nama pria itu sering jadi perbincangan panas di media. Sudah pintar, kaya raya, juga tampan. Siapa coba wanita yang tidak menyukainya?
Ah ada satu. Ainsley satu-satunya perempuan yang menolaknya. Tapi ia akan segera membuat gadis itu jatuh cinta padanya.
melaknat pelakor tapi malah begitu membela pebinor bahkan pebinor melecehkan istri orang dan membuat rumah tangga orang salah paham dan nyaris hancur tetap saja pebinor dibela dan diperlakukan sangat2 lembut (ini contoh pemikiran wanita murahan
dan novel mu adalah cerminan pola pikirmu dan karakter mu