Nilam rela meninggalkan panggung hiburan demi Indra, suaminya yang seorang manager di sebuah pusat perbelanjaan terkenal. Sayangnya, memasuki usia dua tahun pernikahan, sang suami berulah dengan berselingkuh. Suaminya punya kekasih!
Nilam yang kecewa kepada suaminya memutuskan untuk kembali lagi ke panggung hiburan yang membesarkan namanya dulu. Namun, dia belum mampu melepaskan Indra. Di tengah badai rumah tangga itu, datang lelaki tampan misterius bernama Tommy Orlando. Terbesit untuk balas dendam dengan memanfaatkan Tommy agar membuat Indra cemburu.
Siapa yang menyangka bahwa lelaki itu adalah seorang pengusaha sukses dengan masalalu kelam, mantan pemakai narkoba. Mampukah Tommy meraih hati Nilam yang terlanjur sakit hati dengan lelaki dan bisakah Nilam membuat Tommy percaya bahwa masih ada cinta yang tulus di dunia ini untuk lelaki dengan masa lalu kelam seperti dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lemari Kertas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Ingin Menjagamu
Sedari tadi Nilam mondar mandir di kamarnya. Indra baru saja keluar mengantar Marissa pulang. Sembari berpikir, Nilam gegas mengambil ponsel. Bolak balik menekan kontak Yuki tetapi sepertinya Yuki sedang sibuk karena panggilannya tak terjawab.
"Aduh, Mbak Yuki! Angkat kenapa sih?"
Sembari menunggu, Nilam jadi menggigit kukunya. Dia bingung harus menemui Tommy atau tidak. Tetapi hati kecilnya justru menghasut agar dia segera pergi. Akhirnya Nilam menguatkan hati, pertemuan mereka malam ini dimaksudkan Nila agar lelaki itu tak berpikir macam-macam. Dia memang mesti bicara dengan Tommy.
"Nyonya?"
Suara bibi terdengar dari balik pintu disertai ketukan pelan. Nilam segera membuka pintu itu.
"Ada apa, Bi?"
"Ada yang sedang menunggu Nyonya di bawah."
Mata Nilam membulat sempurna, apa itu Tommy? Kenapa lelaki itu begitu keras kepala! Bagaimana kalau tetangga menyaksikan ia dijemput lelaki di rumahnya?
"Lelaki?" tanya Nilam.
"Tidak, Nyonya. Perempuan."
"Hah?" Nilam jadi bingung. Perempuan? Yuki tidak mungkin. Jadi Nilam bergegas ke bawah. Dia sudah memakai dress simpel dengan membawa tas kecil di tangannya.
Saat turun, Nilam tak tahu siapa perempuan dengan baju seragam rapi itu.
"Siapa ya?" tanya Nilam sembari mengingat. Betul, dia tak kenal wanita ini.
"Saya yang ditugaskan pak Tommy untuk menjemput Nona."
"Hah?!" Nilam jadi terpaku. Dia merasa perasaannya berkecamuk. Tommy sengaja meminta salah satu orangnya untuk menjemput dia?
"Mari, Nona." Perempuan itu mempersilahkan Nilam untuk bergerak menuju ke mobil. Nilam anehnya jadi patuh begitu saja. Mobil kemudian melaju, ke sebuah tempat yang sudah Tommy siapkan.
Sebuah restoran mewah di Jakarta Utara. Nilam belum pernah ke sana, selama ini memang hidupnya terisolasi karena hipnotis sesat dari suaminya yang tak pernah mengizinkannya untuk keluar dengan bebas.
"Mari, Nona, pak Tommy sudah menunggu di dalam."
Nilam hanya mengangguk, mengikut langkah teratur perempuan itu kemudian berhenti di sebuah ruangan. Di sana, Tommy memang sudah menunggunya.
Bagai terhipnotis lagi, Nilam duduk dengan tenang di depan Tommy. Lelaki itu tampak tampan dengan kemeja ketat berwarna hitam.
"Kenapa kau mengajakku bertemu?" tanya Nilam tanpa basa basi lagi.
"Tentu karena aku rindu kepadamu."
"Heh, kita ini baru saja kenal. Kenapa bisa begitu percaya diri berkata tentang rindu segala?" protes Nilam.
"Rindu tidak kenal kapan dan berapa lama aku mengenalmu. Aku suka melihatmu, suka suaramu, suka tubuhmu tentu saja."
Mata Nilam melotot, pengakuan Tommy yang terlalu terus terang itu membuatnya jadi bersemu merah.
"Aku ini sudah punya suami, Tuan Tommy Orlando."
"I dont care, lagipula kau juga akan bercerai dengan suami sialanmu itu."
"Sudahlah, aku memang tak tahu dari mana kau bisa menebak dengan benar semua masalah rumah tanggaku, tapi sepertinya kau terlalu lancang, Tommy."
"Aku memang akan lancang untuk sesuatu yang aku sukai."
Nilam memalingkan wajahnya, kendati kesal kepada pria itu, tetapi hatinya menghangat mendengar kata suka yang Tommy ucapkan barusan. Tapi, apa lelaki itu waras? Dia sama sekali tak canggung mengatakan hal semacam itu kepada Nilam yang baru dikenalnya.
"Tapi ..."
"Stop berbicara, Sayang, makanlah dulu. Aku tahu kau lapar, satu rumah dengan suamimu yang sudah selingkuh itu pasti membuatmu tak makan berhari-hari."
"Sok tahu, tapi ... Ya, aku memang lapar."
Tommy tersenyum, lantas membiarkan Nilam mulai memakan makanan yang sudah dia pesan untuk perempuan itu. Nilam makan dengan lahap, Tommy menyaksikannya dengan sedikit senyum sembari memakan makanannya juga.
"Jadi kapan kau akan bercerai dengannya?"
Nilam menghentikan suapan, dia memandang Tommy jengah.
"Itu bukan urusanmu," kata Nilam pelan. Setiap ingat dengan rencana perceraian, hatinya memang terasa tertikam belati yang paling tajam.
"Percayalah, aku bisa menjadi pelipur lara bagimu, Nilam."
"Kenapa? Kau bahkan belum mengenal aku lama."
"Karena aku suka kepadamu, aku tertarik berat kepadamu."
Nilam diam, berusaha untuk menenangkan diri agar Tommy tak bisa melihat kegusaran yang sekarang menghinggap di ujung hatinya.
"Tommy, aku rasa kau hanya membual. Entah apa maksudmu, tapi aku tak pernah suka jika ada orang yang mencampuri urusanku. Apalagi urusan rumah tanggaku."
"Aku hanya ingin melindungimu, aku tidak ingin kau menangis. Setidaknya, kau satu-satunya perempuan yang membuat aku terpikir siang malam sekarang."
Nilam speechless, tak bisa berkata-kata untuk sesaat. Apa Tommy sedang menyatakan perasaannya? Tetapi Nilam menggeleng, terlalu cepat sebuah hubungan sementara hubungan pernikahannya sendiri baru saja kandas. Dia masih trauma untuk memulai hubungan lagi dengan lelaki. Apalagi kepada Tommy yang baru saja dikenalnya.
"Kau butuh waktu, Sayang. Aku tak akan memaksamu untuk menerima cintaku sekarang, aku hanya ingin kau membiarkan aku menjaga perasaan ini untukmu. Dan aku akan selalu ada untukmu kapanpun kau membutuhkanku."
Diucapkan dengan begitu serius, Nilam jadi semakin bingung. Dia tak tahu harus menjawab apa. Baginya, cinta yang Tommy rasa adalah sesuatu yang hanya sekejap saja, apalagi, Nilam sedang tak mau membuka hati.
"Aku tak mengerti maksudmu, Tommy."
"Jangan memaksa untuk mengerti dulu, sebab kau memang sedang menutup semua akses bagiku untuk masuk. Tapi biarkan saja aku menjagamu dari kejauhan untuk sementara ini. Hanya itu yang aku mau."
Nilam menatap mata Tommy, lelaki itu tersenyum penuh kharisma. Nilam menyadari, dia lelaki yang sempurna. Tetapi untuk membuka hati bagi pria yang mendekatinya, Nilam belum siap sama sekali. Jadi Nilam hanya diam, sedang Tommy masih terus memandanginya dengan tatapan penuh arti.