RUNGKAD

Nimas berlari membelah keramaian kafe. Dia malu, bukan lagi shooting india-indiaan! Mukanya merah bukan karena kebanyakan pakai krim merkuri tapi emang nahan tangis biar nggak koar-koar di tempat umum.

Hari apa ini? Dia sial sekali perasaan.

Ciko, lelaki yang memacarinya selama delapan bulan belakangan menolak bertanggung jawab atas benih yang dia titipkan di rahim gadis dua puluh tiga tahun itu.

Terlalu cinta atau terlalu bodoh? Sayangnya pacaran dengan melibatkan hubungan seksual di dalamnya sudah menjadi kebiasaan sebagian orang jaman sekarang. Kenapa melotot? Nggak terima sama argumen ini? Tinggal searching aja di mbah gugel, berapa banyak kasus bunting di luar nikah yang ujungnya gugurin bayi nggak berdosa atau bunuh bayi ketika bayi baru lahir. Di buang ke sumur, ke tempat sampah, ke kali, ke parit, ke gorong-gorong, sampai ada yang sengaja di tinggal di hutan biar di makan hewan buas. Jika boleh milih, si bayi itu juga ogah lahir dari cewek murah binti cabe-cabean modelan Nimas ini!

Huuft sabar sabar, kan jadi emosi..

Pemuda bernama Ciko pacaran dengan Nimas karena penasaran, setelah rasa penasarannya tuntas ketika Nimas mau ngangkangin pahanya pakai bujuk rayu yang dibantu syaitonnirojim juga sodara seperguruan mereka jin iprit, Ciko jadi suka minta jatah harian ke Nimas. Jika nolak diajak main tumbuk-menumbuk, Ciko akan memaksa Nimas, pokoknya harus mau!

Salah satu bentuk ketidak berdayaan Nimas ketika Ciko mulai mengancam akan mutusin dia. Dan bilang nggak akan ada yang mau sama cewek blong tanpa segel kecuali dia. Dan ya, gertakannya selalu jadi trik jitu Ciko kembali memasang kuda-kuda di belahan paha pacarnya.

"Lah, siapa yang nyuruh kamu hamil coba? Lagian aku selalu pakai pengaman tiap nyoblos kamu kok! Terus minta aku nikahin kamu? Ngimpi ya? Inget, kita lakuin itu suka sama suka.. Nggak ada yang maksa kamu!" Geram Ciko tersulut emosi. Heh ini kadal satu, pengen banget dihujat netizen!

"Kok kamu gitu sih Ko, kamu yang dari awal maksa aku.. Kamu bilang ke aku suruh buktiin rasa sayang aku ke kamu. Ko, kamu yang desak aku tiap kali aku nolak kamu... Kamu jahat banget tau nggak!" Tangis Nimas malam itu.

"Nggak usah manipulatif deh. Kamu juga nikmatin waktu aku genjot kamu kan? Nangis nangis gini juga kenapa? Kalo emang nggak mau lahiran anak itu ya gugurin aja udah! Ribet amat hidupmu! Bilang butuh duit berapa nanti aku transfer!" Ciko makin kesal karena tangisan Nimas mengundang perhatian pengunjung lain.

"Anjing kamu ya! Kamu mau enaknya aja! Pokoknya aku mau kamu tanggung jawab Ko! Aku cuma lakuin itu sama kamu!!"

Tangisan Nimas makin menjadi saat Ciko begitu tidak peduli dan pergi begitu saja ketika mereka belum menyelesaikan masalah yang mereka ciptakan sendiri.

Dan itulah flashback ala Nimas ketika dia berada di kafe bertemu mas pacar yang bajing_an. Sekarang dia udah ada di kamarnya. Ngapain? Nangis lah.. Ya kali lagi nyinden!

Tapi, biarin aja.. Biarin dia nangis jempalikan di kamarnya. Ini cerita tentang Ru, bukan kisah azab illahi untuk Nimas dan Ciko tentunya.

Pulang ngafe, Ru diajak mampir ke mall. Beneran mall gede gitu lho bukan mini market atau toserba, Ru dan Lita nyampe bingung. Ngapain mereka di giring ke sana sama Maulana.

"Mau ngapain ke sini mas, aku nggak pernah ke tempat kayak gini.. Hmm nggak nyaman aja, keliatan banget aku kampungan." Ucap Ru dengan senyum yang dipaksakan.

"Belanja apa aja yang mbak Ru... Emm Ru maksudku, dan mbak Lita pengenin. Aku juga jarang ke sini kok. Tiap hari kan sama Ru di gudang, kalo nggak ya ke kebun." Kata Maulana mulai membuang kata 'mbak' di depan nama Ru saat dia memanggilnya.

"Eh, belanja? Nggak mas.. Nggak usah.. Biasanya aku belanja ke warung. Paling beli beras sama telur aja."

"Hiliih Ru, udah sih sikat aja ayo! Rejeki jangan di tolak! Eh.. Bentar, ini kita ditraktir kan mas Maul?"

Pertanyaan polos Lita mendapat tatapan mata penuh keprihatinan oleh Ru. Maulana langsung mengiyakan dan mas dokter hanya tersenyum mendengar tingkah lucu Lita.

Oke, capek seharian kerja malemnya dinner ditutup dengan shopping ala sosialita, Ru dan Lita bisa tidur pulas di kasur mereka masing-masing. Lita sampai antusias menceritakan malam mengesankan bersama Ru, Maulana dan Fatih pada emaknya di pagi hari. Si emak senang. Senang bukan karena cerita anak gadisnya tapi karena semalem beliau juga kecipratan oleh-oleh dari sang juragan.

Paket sembako lengkap, baju yang Lita pilih untuk kedua orang tua, kedua adek dan dirinya sendiri, belum lagi sandal dan buah-buahan yang tidak boleh absen dari daftar belanjaan! Pokoknya Lita pake konsep 'mumpung', mumpung ada orang baek yang khilaf mau traktirin dia!

Kalau Ru dia hanya ngambil sepatu dan jepit rambut aja! Hanya itu? Iya hanya itu yang di ambil, katanya di rumahnya udah banyak baju. Nggak perlu beli lagi, buah atau apapun itu yang Lita beli nggak bikin Ru latah ikutan ngejamah benda-benda yang sama seperti sahabatnya. Dia tau Lita beli semua itu juga buat nyenengin orang tua dan saudaranya, lha kalo Ru? Dia aja hidup seorang diri di rumahnya.

Tapi baiknya Maulana nggak tanggung-tanggung sih, dia beliin apa yang sekiranya Ru butuhin. Dan diberikan pada Ru dengan bantuan Fatih yang cosplay jadi kuli panggul. Dokter satu ini kehilangan wibawanya di depan si kampret Maulana. Yang bener aja, semalam Ru dan Maulana asik ngobrol di depan teras rumah Ru sedangkan Fatih disuruh angkut barang belanjaan yang diberikan Maulana pada mbak janda.

Pagi di rumah Ru.

"Ternyata gini ya aslinya kamu. Ck, untung anak ku buru-buru pisah dari kamu, kalau nggak?! Bisa ketularan penyakit soalnya situ suka obral selangkangan sama semua orang!" Emaknya Raden pagi-pagi sudah mencak-mencak di depan rumah Ru.

Ru memutar malas bola matanya. Harus banget ya ngadepin orang nyebelin di pagi yang indah ini? Ternyata emaknya Raden nggak datang sendiri. Ada Nimas di sana yang tersenyum mengejek mendengar ibunya menghina mantan kakak iparnya.

"Ini ada apa?" Ru berusaha tenang.

"Ada apa kamu bilang? Semalam kamu apain anakku sampai dia pulang nangis-nangis?! Udah merasa bener kamu nyampe ngatain anakku yang nggak nggak! Denger ya, kamu itu nggak lebih dari wanita---"

"Stop mantan ibu mertua! Stop! Cukup ya ngomong nggak jelasnya! Kenapa? Anakmu itu ngadu apa emangnya? Aku ngapain dia kok kesannya aku bikin dia menderita??" potong Ru langsung dengan gerakan jari telunjuk di taruh di depan bibirnya sendiri.

"Nimas, mantan adek ipar ku yang menggemaskan, saking gemasnya pengen ku seret dan lempar ke selokan! Bilang semalem kita Ketemu dengan siapa aja?" Lanjut Ru kemudian.

"Bu, udahlah.. Yang penting ibu tau kan yang aku omongin itu bener. Wanita itu nggak sebaik yang terlihat. Bener kata ibu, untung mas Raden udah pisah dari dia, lha kalo nggak?!" Nimas terlihat gelagapan.

Senyum menyepelekan timbul. Ru tidak menyangka Nimas masih berani menunjukkan sisi julidnya ke Ru padahal Ru tau kartu as tuh manusia satu.

"Kapan kamu periksa ke dokter lagi? Katanya hamil muda itu emang bikin mood naik turun, tapi aku baru liat sendiri ada orang hamil hobinya julid ke mantan iparnya mulu. Dijaga itu si utun, baek-baek jangan sampe ikutan lemez kek mamaknya! Misi ya, aku mau berangkat nguli.."

Duaaaar! Seperti kena cleret di pagi hari. Nimas langsung mundur teratur. Si mamak yang tadinya mencak-mencak makin naik pitam akibat ucapan Ru, pertanyaan terdengar seperti desakan untuk mendapatkan penjelasan Nimas terima dari si mamak karena kecerobohannya sendiri. Niat hati ingin membuat emaknya makin benci sama Ru eh malah buka aib sendiri yang dia tutup rapat-rapat!