Pernahkah kalian membayangkan, bagaimana rasanya bertemu mantan, yang tak lain merupakan cinta pertamamu?
Bella tak menduga jika ia kembali dipertemukan Arfa. Sosok mantan kekasih sekaligus cinta pertamanya, yang tak lain adalah Direktur baru tempatnya bekerja. Semula ia merasa percaya diri menganggap jika keadaan masih sama. Namun, sikap Arfa yang dingin dan ketus terhadapnya, membuatnya harus sadar diri, rasa percaya dirinya itu seketika terenggut dengan paksa. Bella memaksakan diri untuk membuang jauh-jauh perasaannya.
Namun, bagaimana jika keadaan justru membuatnya harus terus berdekatan dengan Arfa. Membuat rasa cinta itu tumbuh semakin besar. Seiring sesuatu alasan yang membuat Arfa berubah pun terkuak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arsyazzahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Barter
Bella langsung duduk di meja kerjanya, mulai menyalakan layar monitor di depannya. Hari itu memang masih terlihat pagi, karena Sima dan teman lainnya banyak yang belum tiba.
Tiba-tiba ia terkejut, saat ada seorang laki-laki menghampiri dirinya dengan membawa satu box kotak makan. Tampaknya ia merupakan seorang pegawai restoran depan kantor ini persis.
“Permisi, Nona Bella kan?” tanya laki-laki itu.
“Oh iya. Ada apa ya, Mas?” tanya Bella balik ia berdiri menatap pegawai restoran itu.
“Saya diminta mengantarkan sarapan untuk Nona.”
Bella terkejut, lantaran ia merasa tak memesan makanan khas restoran berbintang itu. “Lho, saya tidak memesan makanan apapun, Mas. Karena–”
“Pesanan ini atas nama Pak Arfa. Tapi dia bilang untuk diantarkan ke meja anda, Nona.” Pegawai itu meletakkan box makanan itu ke atas meja Bella. “Ini sudah dibayar, saya permisi Nona.”
Usai kepergian pegawai itu. Bella menatap box nasi di depannya dengan menelan ludahnya. Satu bungkus nasi uduk dengan harga sepuluh ribu, Arfa tukar dengan menu restoran berbintang. Ya Tuhan! Orang kaya memang suka seenaknya menghamburkan uang.
Ting!
Ponsel miliknya di atas meja bergetar, sebuah notifikasi pesan dari ‘Bos Sombong’ terlihat.
[Jangan lupa dimakan sarapannya. Tenang saja itu aman, gak aku suruh ganti atau potong gajimu]
Bella melongo ketika membaca pesan dari Arfa. Ia jadi berpikir apakah Arfa semacam cenayang yang bisa membaca pikirannya. Memang tadi Bella harap-harap cemas, ketika nanti makan sarapannya itu, Arfa akan meminta ganti rugi.
Tapi, kalau sudah mendapatkan pesan seperti itu. Tentu saja ia merasa lega. Menyingkirkan berkas di depannya, ia menarik box nasi itu, membaca doa makan lalu membukanya secara pelan.
“Widihh, gak tanggung-tanggung mentang-mentang tanggal muda, dompet masih tebel, sarapannya menu restoran berbintang,” cibir Bakti tiba-tiba.
Sontak Bella mengurungkan niatnya untuk makan. “Ini itu tadi–”
“Udah Bell. Lanjutin makannya, jangan dengerin omongan si Bakti. Otaknya lagi encer karena kebanyakan makan bubur ayam tadi. Makanya rada konslet,” cibir Dimas pada Bakti.
“Sialan!”
“Permisi.. permisi. Miss universe mau lewat.” Sima datang membelah rangkulan tangan Dimas dan Bakti, membuat kedua lelaki itu berdecak kesal.
“Kabiasaan emang sim salabim merusak suasana.”
“Lah lagian, kalian ngapain berdua rangkulan terus. Aku jadi curiga kalau kalian..” Sima menghentikan ucapannya menatap kedua sahabatnya itu dengan tatapan curiga. “Jeruk makan jeruk!”
“Sialan!” umpat Bakti.
Uhuk! Uhuk!
Bella yang sedang makan jadi tersedak akibat perdebatkan ketiga sahabatnya itu. Reflek Dimas dan Bakti langsung menegang minuman di depan Bella secara berbarengan. Sima jadi melotot melihatnya.
“Ya elah. Kalian berdua itu kalau carper yang jangan saingan gitu dong!” cibir Sima.
Sontak Bakti dan Dimas langsing melepaskan tangannya dari gelas di depannya, lalu tersenyum dengan canggung. “Kalian berdua gak akan masuk kriteria Bella. Udah mending lirik aku aja yang cantik jelita,” kata Sima bercanda.
“Dih!”
Bella jadi terbahak mendengar obrolan absurd ketiganya. “Duh kalian ini, buat kepalaku pusing.”
“Dah balik kerja.”
Ketiganya lantas bubar ke mejanya masing-masing.
“Wih, sarapanmu Bell.”
Bella menghela nafasnya, inilah yang tidak ia sukai jika ia makan makanan yang tidak biasanya ia makan. “Dari Pak Arfa,” kata Bella langsung.
“Wahh... Selangkah lebih maju ternyata,” kata Sima kagum.
“Ini tuh barter tahu. Dia tadi ngambil nasi uduk aku. Jadi, dia...”
“Cie barter-berteran, lama-lama pasti berter perasaan,” kata Sima terbahak.
Bella melengos kesal. Tak lama ia melihat pintu ruangan Arfa terbuka secara tiba-tiba. Laki-laki itu nampak buru-buru keluar menuju lift.
”Dia mau ke mana?” gumamnya ingin tahu.
”Ada klien dadakan kali, Bell.”
“Mungkin!”
