"Mari kita bercerai, Di" ucap Saka
Diandra menatap Saka tidak percaya. Akhirnya kata itu keluar juga dari mulut suaminya. Hanya demi perempuan lain, Saka rela menceraikan dirinya. Apa yang kurang dengan dirinya hingga Saka sekejam itu padanya?
"Kamu pasti sudah tidak sabar untuk menikahi perempuan itu, kan?"
Saka menatap Diandra lekat, Jujur dia masih mencintai Diandra. Tapi kesalahan yang dia lakukan bersama Vika terlanjur membuahkan hasil. Sebagai pria sejati, tentu Saka harus bertanggung jawab.
"Vika hamil anakku. Bagaimanapun aku harus menikahinya"
"Kalian bahkan sudah sejauh itu? Kamu hebat, Mas. Tidak hanya menorehkan luka di hatiku, kamu juga menaburinya dengan garam. Kamu sungguh pria yang kejam!"
"Aku minta maaf" lirih Saka
Tidak ada yang bisa menggambarkan sehancur dan sekecewa apa Dian pada suaminya.
"Baik. Mari kita bercerai. Aku harap kamu bahagia dengan perempuan pilihanmu itu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AfkaRista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
"Baik, kita akhiri meeting pagi ini. Terima kasih atas kerja sama kalian semua. Dan selamat bertugas kembali" ucap Dian tersenyum
Satu per satu peserta mulai meninggalkan ruangan rapat.
"Di ... Ada Saka dan istrinya di lobi. Mereka menunggumu dari tadi" lapor Rani
"Bagaimana kabar anakku pagi ini?" tanya Dian mengalihkan pembicaraan
"Hari ini dia tidak membuatku kelelahan seperti kemarin. Mualnya tidak terlalu parah"
"Dia akan jadi anak yang baik nanti" Dian mengusap perut Rani yang masih rata
"Tentu saja" Rani tersenyum, "Oh ya Di, Saka dan Vika masih berada di lobi. Mereka sudah menunggu sejak satu jam yang lalu" ulang Rani
"Baiklah. Tolong telpon bagian resepsionis dan suruh mereka ke ruanganku"
"Ok"
Dian kembali ke ruangannya. Berhubung hari ini dia tidak terlalu sibuk, mungkin bersenang - senang sebentar dengan mereka tidak ada salahnya.
Wanita cantik itu duduk di kursi kebesarannya. Dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Vika.
Tok Tok Tok
"Masuk!"
Dian melihat Saka dan Vika memasuki ruangannya. Berbeda dengan wajah Saka yang terlihat biasa saja, wajah Vika justru terlihat enggan.
"Silahkan duduk"
Saka mengajak Vika duduk di sofa yang berada di samping kursi kerja Diandra. Tak lama Dian beranjak dari kursinya, dia berjalan ke arah sofa kemudian duduk di depan pasangan tersebut.
"Jadi ... Ada hal penting apa yang membawa kalian kemari?" tanya Dian sedikit angkuh
Saka mengusap tangan istrinya, Vika terlihat enggan. Namun akhirnya dia memberanikan diri menatap Diandra.
"Kami kemari untuk meminta maaf" ucap Vika datar
Dian menatap Vika sekilas, "Meminta maaf? Untuk apa?" Dian sok tidak tahu
Vika sudah mulai terlihat emosi. "Aku sudah meluangkan waktuku kemari hanya untuk meminta maaf! Bahkan aku menurunkan ego dan harga diriku hanya demi memenuhi keinginan Mas Saka! Jadi tidak perlu bersikap pura - pura bodoh, Diandra!"
"Tolong bersabarlah, Vik" bisik Saka. Tak ayal pria itu langsung mendapat tatapan tajam dari istrinya
"Di ... Seperti yang kamu katakan kemarin. Kedatangan kami kemari untuk meminta maaf" tutur Saka
Dian mengangguk, "Aku hanya meminta istrimu yang meminta maaf. Kenapa jadi kalian berdua?"
"Aku sudah meminta maaf!" sahut Vika kesal
Dian tertawa pelan, "Bukankah meminta maaf itu harus tulus? Tapi aku merasa kamu tidak seperti itu"
Vika mendengus kesal, "Kamu memang hanya berniat untuk mempermainkan kami, Diandra! Kamu sengaja memperlakukanku seperti ini kan?!"
"Slow Vika. Jangan emosi sist. Kenapa setiap kita bertemu, kamu selalu mengeluarkan otot?"
Vika mulai tersulut emosi, tangannya mengepal. Saka yang melihat hal itu segera menenangkan istrinya. "Aku mohon tenanglah, Vik" bujuk Saka, kemudian dia menatap Diandra, "Di, kami datang benar - benar ingin meminta maaf. Jadi aku mohon jangan membuat suasana menjadi tidak enak"
"Pasangan yang serasi. Sama - sama sensitif!" cibir Dian
Saka menunduk, sementara Vika tidak bisa lagi menahan kekesalannya, "Kita pulang saja, Mas!! Kamu lihat kan? Dia memang hanya berniat mempermainkan kita!!"
Saka mengangguk, membuat Diandra tertawa sinis, "Aku tidak menyangka, ternyata seorang Saka adalah pria yang penurut pada istrinya!"
"Kamu iri kan? Tentu saja Mas Saka menurut padaku. Karena apa? Karena dia mencintaiku!" sahut Vika bangga
Dian mengangguk - anggukkan kepala, "Mencintai dan bodoh itu beda tipis, Vika!"
"Di ... Dengan tidak mengurangi rasa hormat. Aku sudah memenuhi kemauanmu untuk membawa istriku kemari. Tapi kalau seperti ini, ada baiknya kami pulang saja" ucap Saka pada akhirnya, tentu saja ucapan Dian melukai hatinya
"Tapi aku belum menyuguhi apa - apa untuk kalian. Aku juga belum menjawab maaf dari Vika"
"Sebenarnya apa yang kamu inginkan?!!" tanya Vika geram
"Aku hanya ingin mengobrol lebih banyak dengan kalian" Dian berkata dengan santai, "Mungkin saja kalian ingin menjelaskan bagaimana pertama kali kalian bertemu lagi sampai memutuskan untuk menikah!"
Vika memutar bola mata malas, berbeda dengan Saka yang mulai mengingat semua kesalahannya "Sebaiknya kita pergi, Mas!" Vika menarik tangan Saka, mantan suami Dian itu menatapnya sejenak. "Kami pergi dulu" pamit Saka
"Ok. Kali ini aku serius. Duduklah kembali", Vika menatap Dian curiga. "Aku tidak bercanda sekarang"
Vika urung beranjak begitupun dengan Saka. "Juiur saja, memaafkan sikap Vika bukan hal yang mudah untuk aku lakukan", Dian menatap Vika yang tampak kesal, "Aku belum bisa memaafkan perbuatan kalian"
"Di--"
"Tapi sebagai sesama manusia, bukankah kita harus saling membantu?" potong Dian cepat
"Jangan berbelit - belit, Diandra!" pinta Vika mulai emosi
Dian tersenyum pada Vika, "Aku akan menerima Saka bekerja di kantor ini"
Saka menatap Dian tak percaya, "Tapi bukan sebagai sopir perusahaan, melainkan sebagai sopir pribadiku!"
"Aku tidak setuju!!" tolak Vika
"Aku akan menggaji Saka dua kali lipat. Aku juga akan meminjaminya mobil perusahaan untuk dia bawa pulang. Bukankah kalian sudah tidak punya mobil lagi?"
"Kamu terlalu sombong, Diandra! Kami tidak butuh mobil darimu! Kalau kamu sadar diri, kami seperti ini karena ulahmu! Kamu yang membuat Mas Saka bangkrut! Kamu juga yang membuat Mas Saka tidak di terima kerja di mana - mana!"
"Vik" tegur Saka
"Memang benar yang aku katakan, Mas. Semua terjadi karena dia!" Vika menunjuk Diandra
"Apa buktinya kalau aku yang membuat Saka bangkrut dan tidak diterima kerja di manapun? Kamu bisa menunjukkannya buktinya padaku?" tantang Dian
"Aku memang tidak punya bukti! Tapi aku yakin kamulah dalang dari semua yang terjadi pada kami!"
Dian menatap Saka, "Menuduh tanpa bukti, itu fitnah namanya! Aku memberikan tawaran ini hanya sekali, Ka. Kalau kamu tidak mau ya sudah. Masih banyak yang mau bekerja disini!"
"Kamu licik, Diandra! Sampai kapanpun aku tidak setuju jika Mas Saka bekerja denganmu!! Jangan kamu kira aku tidak tahu rencana busukmu itu! Kamu ingin merebut kembali Mas Saka dariku kan? Itu tidak akan pernah terjadi!!"
"Ya sudah, kamu menolak tawaranku kan? Kalau begitu, kalian bisa pulang sekarang!"
"Kamu!!" teriak Vika, perempuan itu berdiri dan hendak menyerang Dian, namun Saka menahannya
"Sekarang kamu pilih, Ka. Aku atau dia?!" Dian menantang Saka
"Tentu saja Mas Saka akan memilih aku. Dasar wanita perayu!!" ujar Vika percaya diri
"Aku wanita perayu? Besok akan aku kirimkan kaca yang sangat besar ke rumahmu!"
"Selama aku hidup, kamu tidak akan bisa merebut Mas Saka kembali!!"
Dian tertawa mengejek, "Oh ya? Coba tanya suamimu sekarang? Siapa yang dia pilih!" Dian menyeringai
Vika menatap suaminya, "Jawab, Mas. Kamu menolak pekerjaan ini kan? Kamu pilih aku, kan?"
Saka dilema, di satu sisi dia tak mau Vika marah. Namun di sisi lain, ia sangat butuh pekerjaan ini. Mencari pekerjaan sangatlah susah. Ketika ada kesempatan, kenapa harus di sia - siakan.
"Jawab Mas!!"
"Vik, kamu tahu betul aku harus bekerja. Kebutuhan kita banyak"
"Tapi tidak harus menerima pekerjaan dari Diandra, Mas. Masih banyak pekerjaan lainnya!"
"Tap-"
"Kalau kalian mau berdebat, sebaiknya pergi dari ruanganku sekarang juga!" potong Dian cepat
"Aku terima pekerjaan ini!" putus Saka
Vika menatap suaminya kecewa, berbeda dengan Dian yang tersenyum menang. "Bagus! Silahkan tanda tangan kontrak kerja ini"
"Mas, kamu tidak boleh melakukannya!!" cegah Vika
"Aku mohon, Vik! Aku butuh pekerjaan ini. Semua juga demi kamu"
"Demi aku? Demi aku apanya? Kamu dan Diandra sama saja, Mas!! Aku kecewa padamu!!" teriak Vika lalu pergi dari ruangan Dian, Saka berusaha mengejar istrinya namun, Dian lebih dulu mencegahnya
"Tanda tangani dulu kontrak kerjamu, Ka. Lalu kau boleh pergi. Mulailah bekerja besok!"
Saka mengangguk lesu, dia menerima berkas yang Dian berikan lalu menandatanginya. "Jangan lupa mulai besok kamu harus menjemputku jam setengah tujuh. Jangan sampai terlambat!"
"Baiklah"
"Kamu bisa bawa mobilku pulang. Mintalah kuncinya pada security"
"Terima kasih"
Setelah kepergian Saka, ponsel Dian berdering
[Hallo]
[Saya sudah mengirimkan semua informasi mengenai Gama Mahaditya ke email Anda, Nona]
Dian menyeringai, [Bagus. Aku akan segera mentransfer bayaranmu]
[Terima kasih banyak, Nona]
Dian kembali ke kursinya, dia membuka email yang baru saja di kirimkan orang suruhannya. Lagi - lagi senyum menyeringai terbit dari bibirnya. "Menarik! Sekali tepuk, dua lalat mati!"
/Smug//Smug/