Jangan lupa follow Author yaaaaa!!!!!!!
Hidup Kayla yang awalnya begitu tenang berubah ketika Ayahnya menjodohkannya dengan seorang pria yang begitu dingin, cuek dan disiplin. Baru satu hari menikah, sang suami sudah pergi karena ada pekerjaan mendesak.
Setelah dua bulan, Kayla pun harus melaksanakan koas di kota kelahirannya, ketika Kayla tengah bertugas tiba-tiba ia bertemu dengan pria yang sudah sah menjadi suaminya tengah mengobati pasien di rumah sakit tempat Kayla bertugas.
Bagaimana kelanjutannya? Bagaimana reaksi Kayla ketika melihat suaminya adalah Dokter di rumah sakit tempatnya bertugas? Apa penjelasan yang diberikan sang suami pada Kayla?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elaretaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menghindar
Kayla berjalan terlalu cepat sambil melamun dan ia tidak memperhatikan arah jalan hingga ia menabrak seseorang yang baru saja keluar dari apotek pusat.
Brakk!
Hasil laboratorium yang ia bawa berhamburan di lantai, "Aduh!" ringis Kayla sambil buru-buru berlutut untuk memungut kertas-kertas itu.
"Hati-hati, Dokter Muda. Rumah sakit bukan tempat untuk melamun," sebuah suara bariton yang sangat ia kenali terdengar dari atas kepalanya.
Kayla mendongak dan mendapati Arthur berdiri di sana. Namun, senyumnya langsung pudar saat melihat Karin berdiri tepat di belakang Arthur memegang beberapa botol mineral.
"Maaf, Dok. Saya terburu-buru," ucap Kayla dingin tanpa menatap mata Arthur.
Karin ikut berjongkok, membantu memungut satu lembar kertas hasil lab. "Ini, lain kali fokus ya. Kalau hasil lab ini tertukar atau rusak, bisa fatal untuk pasien," ucap Karin dengan nada yang terdengar seperti menasihati, namun ada kesan merendahkan di sana.
"Terima kasih, Dokter Karin," jawab Kayla singkat sambil merebut kertas itu dan segera berdiri.
Kayla memberikan anggukan kaku pada Arthur, lalu pergi begitu saja tanpa menunggu respon suaminya, Arthur menatap punggung Kayla yang menjauh dengan tatapan yang sulit diartikan.
Karin yang menyadari tatapan Arthur tertuju pada Kayla segera mengalihkan perhatian Arthur, "Dokter Arthur, setelah ini ada jadwal operasi kan? Bagaimana kalau setelah operasi kita makan malam bersama? Ayah saya baru saja mengirimkan reservasi di restoran baru dekat sini. Beliau bilang ingin menyapa anda karena beliau sangat mengagumi hasil operasi anda pada kolega beliau dulu," ajak Karin.
Arthur mengalihkan pandangannya pada Karin, wajahnya kembali dingin dan datar. "Terima kasih atas tawaran reservasi Ayah anda, tapi saya sudah punya janji lain malam ini," tolak Arthur.
"Janji medis? Atau operasional?" tanya Karin penasaran.
"Janji pribadi," jawab Arthur singkat.
Arthur melangkah pergi meninggalkan Karin yang terdiam di koridor, Karin menyipitkan matanya merasa ada sesuatu yang aneh. "Janji pribadi? Dokter Arthur yang gila kerja punya janji pribadi? Apa Dokter Arthur sudah punya pacar? Tapi, kata Dokter Gilbert tadi Dokter Arthur belum punya pasangan," gumam Karin.
Sejak kejadian di lorong apotek siang tadi, sikap Kayla berubah total. Kayla menjalankan tugasnya dengan sangat profesional, namun ada tembok tinggi yang ia bangun di antara dirinya dan Arthur.
Setiap kali mereka berpapasan di bangsal atau di stasi perawat, Kayla akan segera menunduk, memberikan salam formal yang sangat kaku lalu pergi secepat kilat.
Arthur mulai merasa ada yang tidak beres karena basanya meski mereka bersikap profesional, namun sekarang, Kayla benar-benar memperlakukannya seperti orang asing yang sangat ia hindari.
Saat jam poli, Arthur sengaja meminta Kayla untuk membantunya melakukan pemeriksaan fisik pada seorang pasien, ia berharap bisa bicara sedikit dengan istrinya.
"Dokter Muda Kayla, tolong bantu saya melakukan tes refleks pada pasien ini," perintah Arthur.
Kayla maju tanpa sepatah kata pun, ia melakukan instruksi Arthur dengan sangat cekatan dan presisi, namun matanya sama sekali tidak menoleh ke arah Arthur dan setelah itu ia kembali berdiri di pojok ruangan dengan kepala tertunduk.
"Ada yang ingin kamu tanyakan tentang kasus ini, Kayla?" tanya Arthur yang mencoba memancing suara istrinya.
"Tidak ada, Dok. Penjelasan Dokter sudah sangat jelas, jika tidak ada lagi yang perlu saya lakukan, saya permisi ke bangsal sekarang," jawab Kayla dengan nada datar yang dingin.
Arthur hanya bisa menghela napas panjang melihat Kayla keluar dari ruangan sebelum ia sempat memberikan izin, Arthur benar-benar bingung. "Apa aku melakukan kesalahan?" gumam Arthur.
Arthur menghabiskan sisa jam polinya dengan pikiran yang tidak tenang, fokusnya yang biasanya setajam silet kini terbagi oleh bayang-bayang sikap dingin Kayla. Begitu pasien terakhir keluar, Arthur tidak langsung kembali ke ruangannya, melainkan berjalan menuju bangsal saraf dan berharap bisa menemukan Kayla di sana.
Namun, pemandangan yang ia dapati justru membuatnya semakin gerah, di lorong bangsal ia melihat Karin sedang berdiri di samping Kayla dan tampak sedang memberikan instruksi sambil memegang pundak Kayla.
"Sebagai koas, kamu harus lebih peka, Kayla. Jangan cuma menunggu perintah Dokter Arthur, kamu harus belajar mandiri kalau mau sukses seperti saya," ucap Karin dengan nada yang merendahkan, namun secara halus.
Kayla hanya menunduk dalam, tangannya meremas ujung jas putihnya. "Baik, Dok. Saya mengerti," ucap Kayla.
Arthur mempercepat langkahnya, "Dokter Karin," panggilnya dengan suara bariton yang berat.
Karin menoleh dan langsung menebar senyum manisnya, "Dokter Arthur! Kebetulan sekali, saya baru saja memberikan sedikit pengarahan untuk koas ini agar dia lebih cekatan," ucap Karin.
Arthur melirik Kayla yang tetap menunduk dan enggan melihatnya, "Terima kasih atas bantuannya, Dokter Karin. Tapi Kayla adalah tanggung jawab bimbingan saya, saya rasa saya lebih tahu apa yang dia butuhkan," ucap Arthur tegas dan membuat senyum Karin luntur.
"Saya hanya ingin membantu, Dok," jawab Karin membela diri.
"Fokus saja pada pasien anda sendiri, Dokter Karin. Kayla, ikut saya ke ruang konsul sekarang, ada laporan yang perlu kamu perbaiki," perintah Arthur tanpa memberi ruang untuk didebat.
Begitu pintu ruang konsul tertutup, Arthur langsung berbalik menghadap Kayla. "Kenapa kamu terus menghindariku, Kayla?" tanya Arthur.
"Saya tidak menghindar Dok, saya hanya sedang menjalankan tugas saya," ucap Kayla.
"Tidak, kamu menghindariku. Apa aku punya salah?" tanya Arthur.
"Tidak ada, Dok. Kalau boleh tahu di mana laporan yang harus saya perbaiki?" tanya Kayla.
"Kayla, bukan itu intinya kenapa aku menyuruhmu datang kesini, aku ingin mendengar alasanmu menghindariku," ucap Arthur.
"Tidak ada, Dok. Saya permisi," pamit Kayla dan segera meninggalkan ruangan tersebut.
"Kenapa sih perempuan itu orangnya gak jelas, dikit-dikit marah, ngambek, nangis. Pas ditanya jawabannya gapapa, jelas-jelas sikapnya aneh," gumam Arthur kesal.
Saat ini, Arthur sedang bersiap di depan wastafel steril untuk melaksanakan operasi, namun tiba-tiba Karin muncul dan sudah mengenakan scrub bedah lengkap dan ternyata Karin sengaja meminta jadwal asistensi agar bisa bersama Arthur di ruang operasi.
"Dokter Arthur, kasus tumor di ruang operasi tiga ini cukup kompleks. Saya sudah mempelajari riwayat pasiennya, jika anda tidak keberatan, saya bisa membantu sebagai asisten utama hari ini," ucap Karin dengan nada sangat profesional.
"Silakan, Dokter Gilbert sudah mengaturnya," ucap Arthur dan hanya fokus menggosok tangannya.
"Ngomong-ngomong soal tadi, sepertinya koas bimbingan anda itu memang sedikit bermasalah ya? Saya lihat dia sangat emosional padahal sebagai Dokter, mental seperti itu sangat berbahaya," ucap Karin.
Mendengar perkataan Karin, Arthur pun menghentikan gerakannya sejenak. "Dokter Karin, saya tidak suka membicarakan mahasiswa bimbingan saya dengan rekan kerja lain, mari fokus pada pasien," ucap Arthur.
"Maaf, Dok," ucap Karin.
.
.
.
Bersambung.....