Lanjutan If You Meet Me First dan prolog Joy and Jessica Stories.
Jordan O'Grady harus pensiun dini dari Manchester United akibat cidera berat yang dialaminya saat pertandingan final Liga Champions. Sulung dari Shane O'Grady dan Apsarini Neville itu akhirnya mengurus bisnis bir dan baja milik keluarga O'Grady. Saat Jordan berada di Cork Irlandia untuk membuat resort, dia menemukan seorang gadis yang tidak ingat siapa dirinya. Hanya Addie yang dia ingat dan Jordan memanggilnya Addie.
Tanpa Jordan tahu jika Addie adalah Adelaide McCarthy, seorang dokter dan putri pengusaha kapal tangker yang dibunuh oleh pesaing bisnisnya. Addie berhasil kabur namun dia mengalami amnesia. Demi melindungi Addie, Jordan pun menikahinya dan berusaha mengembalikan semua ingatannya hingga bisa memenjarakan pembunuh ayahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecelakaan
"J, bagaimana nona Addie?" tanya Neil sambil memberikan kopi ke Jordan.
"Masih belum sadar. Aku hanya takut dia amnesia lagi," jawab Jordan sambil menyesap kopinya. "Seriously, C ... Kopi rumah sakit ini perlu ditingkatkan!"
Caroline menatap sebal ke Jordan. "Ini bukan coffee shop, Jordan! Ini rumah sakit!"
"Eenngggg ...."
Semua orang itu menoleh ke Addie yang sedang berusaha untuk membuka matanya. Jordan bergegas menghampiri istrinya dan menggenggam tangannya.
"Addie? Sayang? Kamu baik-baik saja?" tanya Jordan ke Addie dengan wajah cemas.
"Jo ... Jordan?" bisik Addie.
"Alhamdulillah kamu masih ingat aku. Kamu tidak apa-apa?" Jordan tampak lega karena Addie masih ingat dirinya.
"A ... Aku dimana?" Addie melihat sekelilingnya. "Apa ... Di rumah ... sakit?"
"Iya sayang. Kamu pingsan."
Addie berusaha mengingat tapi yang ada kepalanya sakit dan Caroline harus memberikan pain killer agar tidak merasa tersiksa.
"Itu bukan obat penenang kan Caroline?" tanya Jordan.
"Bukan. Pereda rasa sakit. Addie butuh itu, bukan penenang karena aku takut efek sampingnya jika terus menerus dikasih penenang."
Jordan mengangguk. "Kamu ingat apa tadi?" tanya pria itu lembut.
"Aku ... Tidak ingat ... Tapi di mataku kebayang air biru yang dalam," jawab Addie.
"Jangan-jangan kamu teringat saat terjun ke laut," gumam Jordan.
"Bisa jadi J ..." Neil menoleh ke Carole, sepupunya. "Fisik Addie aman kan?"
"Aman Neil, tapi memang yang namanya memori dan otak itu sangat unik. Kita memang mendapatkan kapasitas memory yang bisa dibilang tidak terbatas selama tidak mengalami sakit. Bahkan memori yang sebelumnya dianggap tidak penting, akan bisa muncul jika kita kena trigger," jawab Caroline.
"Benar juga. Selama kamu tidak mengalami alzheimer, cidera parah pada kepala yang berpengaruh pada otak, kita akan diberikan ingatan yang unlimited." Jordan menoleh pada Neil. "Kita menginap disini?"
Caroline menggeleng. "Addie lebih nyaman jika di rumah, J. Bukan apa-apa, aku tidak mau kalian harus meninggalkan Addie sendiri karena kalian pulang dulu. Bawa Addie pulang dan dia akan lebih nyaman bersama kamu."
Jordan mengangguk. "Kita pulang ke rumah ya. Helen dan Olan sudah menunggu. Bisa kena amuk karena kita tidak makan masakannya."
Addie mengangguk. "Aku tidak mau melihat ibu-ibu Irish membawa spatula dan menunjukkan panci sup yang tidak laku."
Jordan dan Neil terbahak karena memang seperti itulah Helen kalau masakannya tidak ada yang makan. Sudah pasti semua orang kena hajar spatula, Sutil dan saringan.
Ketiganya pun keluar dari rumah sakit dan Jordan memeluk Caroline erat sambil mengucapkan terima kasih. Mereka pun masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan rumah sakit. Mobil hitam yang menunggu mereka pun ikut mengikuti Range Rover Jordan.
Mereka pun melewati jalan dekat dengan lembah hijau dimana bawah terdapat desa yang sudah kosong. Jordan bercerita ingin membeli daerah sana tapi masih terkendala dengan perijinan dan promosi pariwisata.
"Kita berhenti dulu, Neil. Aku ingin memperlihatkan kepada Addie," pinta Jordan dan mobil pun berhenti.
Ketiganya pun turun sambil melihat lembah yang tidak terlalu tinggi. Addie melihat pemandangan indah disana dengan alam yang masih asri dan hijau. Ada rumah-rumah kosong dengan beberapa atap bolong dimakan usia ditambah tidak berpenghuni.
"Kamu sudah mau membeli tanah ini?" tanya Addie sambil melihat sekelilingnya.
"Iya bahkan aku bilang aku akan sewa jika tidak boleh dan aku yang akan perbaiki semuanya. Keuntungan dari wisatawan akan aku bagi 70:30. Aku yang 70 karena aku sudah keluar modal banyak kan? Bahkan diatas kertas, aku baru balik modal sekitar sepuluh tahun lagi ... Daripada kosong begini?" jawab Jordan.
"Iya. Rugi sebenarnya kamu tapi ini akan menjadi tempat destinasi yang keren apalagi disana bisa ditanam anggur, kebun buah yang bisa panen saat musim semi, panas dan gugur ... Para wisatawan akan mendapatkan sensasi dengan memasak bersama, itu lebih menyenangkan," senyum Addie.
"Ditambah hanya jalan lima kilometer lagi sudah sampai desa setempat." Jordan menoleh saat merasa ada mobil hitam yang jalan perlahan padahal situasi jalan raya sepi dan lebar. Pria itu merasa sesuatu tidak enak dan matanya terbelalak saat kaca jendela mobil itu terbuka.
"Guuunnn!" seru Jordan sambil berusaha melindungi Addie sementara Neil mengambil pistolnya dari balik punggungnya.
DOR! DOR! DOR!
Suara tembakan terdengar dari dalam mobil yang bejalan itu ke arah Jordan dan Addie. Neil sibuk membalas tembakan dan mobil hitam itu pun langsung melaju kencang.
Neil pun membalas menembak namun hanya mengenai kaca-kaca mobil itu hingga pecah. Neil menoleh ke arah Jordan dan Addie.
"Kamu baik-baik sa ... Oh Shiiiitttt! JORDAN! JORDAN! ADDIE !" Neil mencari dua orang itu dan dia melihat dua tubuh di dasar lembah.
"JORDAAAANN!" teriak Neil dari atas.
***
Jordan tidak tahu seberapa lama dia pingsan hingga tetesan air terasa di wajahnya. Pria itu pun menoleh ke arah Addie yang jatuh tertelungkup. Jordan merasa beruntung karena rumput-rumput di lembah dan dasar sangat tebal hingga mereka tidak mengalami banyak cidera.
"Addie ... Addie!" panggil Jordan sambil berusaha bangun. Pria itu merangkak ke arah istrinya dan membalikkan badannya. Mata Jordan terbelalak saat melihat kening Addie berdarah dan ada bekas terserempet peluru. Jordan lalu memeriksa seluruh tubuh Addie dan dirinya merasa kaget karena ada luka tembak di perut istrinya. Jordan lega sebab Addie masih bernafas.
Jordan memaksakan diri untuk bangun dan berusaha menggendong Addie untuk masuk ke dalam rumah kosong yang atapnya masih agak utuh. Sedikit tertatih karena Jordan merasakan sakit lagi di luka lamanya, dia berhasil masuk ke dalam rumah itu dengan mendorong keras pintu yang sedikit terbuka itu.
Jordan lalu meletakkan tubuh Addie dan dia berusaha mencari sesuatu untuk bisa merawat luka di kening dan perut Addie. Jordan menyalakan keran air dan bersyukur ada air bersih mengalir. Jordan mengambil saputangannya dan membasahi dengan air lalu ke Addie lalu mengelap keningnya. Jordan melepas kemeja dan jaketnya untuk dia tekan di perut Addie.
"Addie ... Bangun ... Addie ...." Jordan memeluk erat Addie saat mendengar suara petir menggelegar cukup keras. Tak lama hujan deras pun turun.
Jordan menciumi kening Addie. "Addie, bangun ... Kita harus pergi dari sini! Addie! Jangan pernah kamu berpikir untuk meninggalkan aku! JANGAN PERNAH!"
***
Yuhuuuu up Pagi Yaaaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
benar bu Ajeng, sebelum minum harus dipastikan dulu kalo pasien yang habis operasi terutama daerah perut harus kentut dulu kali nggak bakalan kembung dan malah berbahaya buat si pasien
Pada turun gunung ini 6th generation 👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
bkalan rusuh Dublin nih ... mrk tdk tau berhadapan dg keluarga yg aduhai gitu lho 🤭