NovelToon NovelToon
Dosen LC Itu, Milikku

Dosen LC Itu, Milikku

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Dosen / Hamil di luar nikah / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Berondong
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Musoka

Niat hati ingin menghilangkan semua masalah dengan masuk ke gemerlap dunia malam, Azka Elza Argantara justru terjebak di dalam masalah yang semakin bertambah rumit dan membingungkan.

Kehilangan kesadaran membuat dirinya harus terbangun di atas ranjang yang sama dengan dosen favoritnya, Aira Velisha Mahadewi

Apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka berdua? Apakah hubungan mereka akan berubah akibat itu semua? Dan apakah mereka akan semakin bertambah dekat atau justru semakin jauh pada nantinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 18

Mobil sedan mewah berwarna hitam secara perlahan-lahan mulai berhenti tepat di parkiran depan sebuah bangunan yang memiliki nama ‘Paw & Bloom Pet Care’.

Pintu kursi kemudi mobil itu secara perlahan-lahan mulai terbuka, menampilkan sosok Azka keluar dari dalam sana sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku hoodie yang sedang dirinya kenakan.

Azka mengalihkan pandangan ke arah tempat kursi penumpang depan berada, menatap sosok Rhea yang baru saja keluar sambil menggendong anjing ras pomerania berwarna putih. Ia menghela napas panjang beberapa kali, sebelum pada akhirnya melangkahkan kaki ke bagian depan mobil bersamaan dengan sahabat perempuannya itu.

“Si Snow selalu lu bawa ke sini setiap minggu?” tanya Azka begitu mereka berdua berdiri bersebelahan, sembari menatap ke arah ‘Snow’—nama anjing pomerania milik Rhea.

Rhea mengangguk pelan sambil memberikan elusan lembut pada badan anjingnya. “Iya … soalnya dia harus mandi setiap minggunya … terus juga harus berinteraksi sama teman-temannya … karena di area rumah gue nggak ada yang melihara anjing.”

Azka menyipitkan mata saat mendengar penjelasan dari Rhea. “Interaksi? Jadi, dia juga perlu sosialisasi kayak manusia?”

Rhea refleks mengukir senyuman lebar sambil mendaratkan ciuman di kepala Snow. “Iya, lah, Bodoh. Anjing juga bisa stres kalau cuma diem di rumah terus. Makanya bagusnya dibawa ke tempat grooming yang ada play area-nya kayak tempat ini.”

Mendengar penjelasan dari sang majikan, Snow spontan menggonggong kecil—seolah sedang mengiyakan.

“Gue nggak ngerti dunia beginian, Rhe … kalau bukan karena lu paksa … gue juga males banget ke tempat kayak ginian,” ucap Azka, sedikit mencondongkan tubuh untuk memberikan elusan lembut di kepala Snow.

Bulu anjing yang lembut membuat Azka sempat terdiam beberapa detik—entah karena merasakan kenyamanan atau karena baru pertama kali menyentuh hewan peliharaan sahabat perempuannya itu.

Beberapa detik berlalu, pada akhirnya Azka dan Rhea mulai melangkahkan kaki menuju pintu masuk dari bangunan yang berada di depan mereka itu.

Begitu masuk ke bagian dalam, Rhea langsung menyerahkan Snow kepada salah satu staf grooming yang sudah begitu kenal dengan dirinya, lantas segera mengalihkan pandangan ke arah kanan—menatap Azka yang saat ini sedang melihat-lihat area sekeliling.

Azka menelusuri sekeliling ruangan yang dipenuhi oleh aroma sabun hewan dan suara blower dari ruangan grooming. Dari tempatnya berada sekarang, dirinya dapat melihat beberapa anjing ras kecil yang sedang menunggu giliran, sementara kucing-kucing Persia dan British Shorthair terlihat sangat santai di dalam kandang khusus untuk pemeriksaan kesehatan.

Rhea melipat kedua tangan di depan dada, lantas mengukir senyuman penuh akan godaan ke arah Azka. “Baru pertama kali banget, ya, lu masuk ke pet shop beneran?”

Azka mengangguk pelan, tanpa mengalihkan pandangan ke arah Rhea sedikit pun. “Nggak cuma pertama kali … ini juga terakhir kalau nggak ada urusan penting dan dipaksa sama lu kayak tadi.”

Rhea refleks menggeleng-gelengkan kepala pelan sambil terkekeh geli saat melihat respons yang sedang ditunjukkan oleh Azka. “Ih, sok cool banget. Padahal tadi lu ngelus Snow sampai senyum-senyum kecil gitu … ketahuan nyaman, kan.”

Azka sesegera mungkin menoleh ke arah Rhea dengan memasang ekspresi begitu sangat datar—tetapi sorot matanya seakan mengatakan sebaliknya. “Nggak ada gue senyum-senyum. Jangan ngarang cerita.”

“Ada!” Rhea menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah cantiknya dan menyelipkannya ke belakang telinga. “Gue lihat sendiri tadi.”

Azka tidak lagi memberikan respons. Ia kembali mengalihkan pandangan ke arah sekeliling, tetapi kali ini dengan telinganya yang sudah berubah menjadi merah—pertanda kalau dirinya sedang salah tingkah.

Rhea melangkahkan kaki ke sisi kanan, sedikit mencondongkan tubuh ke arah rak kaca yang dipenuhi oleh aksesoris hewan. “By the way, Az … lu di apartemen cuma sendirian. Kegiatan lu cuma main game, tidur, makan mie instan, main musik, terus game lagi … kalau nggak ada gue sama yang lain ….”

Azka kembali menatap ke arah Rhea dengan memasang ekspresi sangat malas. “Terus?”

“Terus,” ulang Rhea, berbalik badan dan berjalan mendekati tempat Azka berada. Ia sedikit berjinjit hingga membuat jarak di antara mereka berdua hanya tersisa beberapa sentimeter saja, sebelum menunjuk ke arah seekor kucing British Shorthair abu-abu yang sedan tidur melingkar di dalam kandang kecil, “Kayaknya lu butuh teman.”

Azka mengerutkan kening saat melihat Rhea secara perlahan-lahan menjauh dari dirinya. “Temen?”

“Iya, temen. Yang bukan manusia. Yang nggak nge-judge lu. Yang nggak rempong. Yang bisa duduk di pangkalan lu waktu lu lagi stres … Lu yakin nggak mau coba lihat-lihat? Banyak banget loh hewa—”

“Nggak,” potong Azka dengan begitu sangat cepat setelah melihat kucing itu beberapa saat.

“Azka …!” Rhea tanpa aba-aba menggenggam tangan kanan Azka, lantas sesegera mungkin membawa sang sahabat mendekati tempat kucing itu berada. “Coba lihat yang benar. Ini imut, loh.”

Rhea membuka pintu kandang, lantas segera mengangkat kucing abu-abu itu secara perlahan-lahan dan menyodorkannya ke arah Azka. “Kucing ini tipe yang kalem, tidur terus, nggak rewel, dan suka duduk di dekat orang. Tipikal anabul yang nggak mau ribet dengan keadaa—”

“Sini,” potong Azka, sembari mengambil kucing itu dari tangan Rhea.

Rhea refleks melebarkan mata saat mendengar hal itu. “Loh?”

Azka mengusap kepala kucing itu dengan gerakan perlahan. Bulu lembut membuat ekspresinya berubah sekilas—lebih tenang, lebih lembut—hingga tanpa sadar bibirnya mulai mengukir senyuman samar.

“Dia …,” gumam Azka, “Bentuknya gembul … kayak bantal.”

Rhea menahan tawa, menyadari bahwa sang sahabat mulai tertarik dengan ide yang telah dirinya berikan. “Gembul lucu, Az. Mau lu namain siapa?”

Azka terdiam beberapa detik, matanya masih menatap ke arah kucing itu. “Hmm … Pixel.”

“Pixel?” ulang Rhea, sembari mengedipkan mata beberapa kali.

Azka mengangguk kecil. “Iya … kayak pixel game.”

Rhea refleks terkekeh pelan saat mendengar hal itu, lantas melangkahkan kaki mendekat dan mulai memberikan elusan lembut di buku kucing itu—membuat mereka berdua seperti bukan sekadar teman, melainkan pasangan bagi orang-orang di sekitar. “Bagus … mau gue bikinin form adopsinya? Biar lu bisa bawa pulang dia?”

Azka mengangkat kepala, menatap lekat mata indah Rhea. “Kalau gue adopsi kucing ini … lu mau bantuin gue, kan? Soalnya lu tahu gimana sifat gue, kan ….”

“Tentu gue bantuin,” jawab Rhea pelan, sambil masih terus memberikan elusan lembut di buku kucing itu, “Nanti, gue ajarin semuanya … dan sesekali bisa ajak dia ke sini bareng sama Snow.”

Ucapan itu membuat dada Azka terasa hangat untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir. Ia kembali menatap Pixel yang kini menggosokkan pipinya pada jari Azka, seolah sudah memilih tuannya sendiri.

Sesuatu yang kecil, tetapi sangat familiar muncul di hati Azka—perasaan yang mirip dengan kedamaian yang dulu selalu ia dapat dari sang nenek.

“Baik,” ucap Azka pada akhirnya, suaranya rendah, tetapi terdengar begitu sangat mantap, “Gue adopsi dia.”

Rhea semakin merekahkan senyumannya saat mendengar hal itu. “Oke, Tuan Pixel. Sini, gue urusin form-nya.”

Azka mengikuti langkah Rhea menuju meja pendaftaran, sembari sesekali menatap kucing kecil itu yang saat ini sedang berada di dalam gendongan sang sahabat. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasa pulang bukan sekadar ke apartemen, tetapi juga ke sesuatu yang akan mengisi kekosongan di dalam hidupnya.

1
Aulia Shafa
alurnya terlalu lama kak , maaaaaafff🙏
Aulia Shafa
kenapa sosok azka ini terlalu friendly banget sih , apa gak ada rasa tanggung jawab sedikitpun atas semua perbuatanmu itu 🤬🤬🤬🤬🤬
Aulia Shafa
kapan azka sama aira satu cerita lagi👍👍👍👍
Musoka: Nanti, ya 🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!